Shalat berjamaah; Dakwah berjamaah; Istiqamah pada keduanya
Istiqamah itu artinya berdiri dengan tegak dan lurus. Berdiri bertumpu pada kaki, tidak duduk atau berbaring. Juga harus tegak agar tidak bungkuk dan lurus agar tidak bengkok.
Dalam Al-Quran, di hari yang agung (yaumun 'azhimun) manusia akan berdiri menghadap Allah Rabbul alamin dalam keadaan berdiri di atas kedua kakinya:
أَلَا يَظُنُّ أُوْلَٰٓئِكَ أَنَّهُم مَّبۡعُوثُونَ لِيَوۡمٍ عَظِيمٍ يَوۡمَ يَقُومُ ٱلنَّاسُ لِرَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
“Tidakkah mereka mengira (bahwa) sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar (Kiamat), (yaitu) hari (ketika) manusia bangkit (berdiri) menghadap Tuhan seluruh alam?’ (QS. Al-Muthaffifin: 4-6)
Dalam shalat berjamaah ada kamat. Berasal dari bahasa Arab iqomah. Mengalami akulturasi ke-Indonesia-an sehingga menjadi kamat atau ikamat.
Kamat adalah seruan kepada jamaah untuk segera berdiri menunaikan shalat. Lantunannya lebih cepat dan monoton. Seruan ditujukan untuk mereka yang sudah hadir di dalam masjid.
Seruan ntuk mereka yang masih di luar masjid disebut adzan. Lantunannya lebih panjang dan variatif karena dimaksudkan agar orang-orang segera mendatangi masjid.
Setelah kamat dikumandangkan, jamaah pun berdiri.
Imam mengatur jamaah agar barisannya rapat dan rapih, supaya jamaah berdiri tegak lurus.
Shalat dengan shaf yang seperti ini enak dipandang dan lebih khusyu’. Mengapa? Karena tiada celah untuk syetan masuk mengganggu.
Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW Bersabda:
رُصُّوا صُفُوفَكُمْ وَقَارِبُوا بَيْنَهَا وَحَاذُوا بِالْأَعْنَاقِ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَرَى الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ مِنْ خَلَلِ الصَّفِّ كَأَنَّهَا الْحَذَفُ.
“Rapatkan shaf kalian, tempelkan shaf kalian, berdekatlah kalian (antara shaf pertama dan kedua itu berdekatan), dan sejajarkan dengan leher kalian, Demi Allah yang diriku berada di tangan-Nya, sesungguhnya aku melihat setan, masuk dari celah celah shaf, seolah olah anak kambing hitam yang kecil.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban)
Jamaah yang berdiri namun tidak tegak lurus dan rapat itu sama saja dengan membukakan pintu bagi musuh dan mempersilakan kepadanya untuk melancarkan serangannya.
Akibatnya kekhusyu’an shalat terganggu. Kadang terjadi seseorang yang shalat namun lupa jumlah rakaat yang telah dikerjakannya.
Hal ini juga bisa terjadi pada imam yang memimpin shalat.
Khusyu’ adalah ruhnya sholat. Syetan tidak mampu menghalangi seseorang yang sudah berdiri shalat, namun ia mampu menghancurkan ruhnya.
Karena itulah Allah tidak memuji semua orang yang sholat, akan tetapi hanya memuji mereka yang khusyuk dalam sholatnya:
قَدۡ أَفۡلَحَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ هُمۡ فِى صَلَاتِهِمۡ خَٰشِعُونَ
“Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya.” (QS. Al Mukminun: 1-2)
Fokus, konsistensi dan kesadaran penuh dalam shalat itu menentukan kualitas dan ganjarannya. Tidak ada yang sempurna miah bil miah. Pasti ada kekurangan.
Dari ‘Ammar bin Yasir ra , ia mendengar Rasulullah SAW bersabda:
إنَّ الرَّجلَ لينصَرِفُ وما كُتِبَ لَهُ إلَّا عُشرُ صلاتِهِ تُسعُها ثُمنُها سُبعُها سُدسُها خُمسُها رُبعُها ثُلثُها نِصفُها
“Ada yang selesai dari shalatnya, tetapi ia hanya mendapatkan sepersepuluh, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, dan separuhnya.” (HR. Abu Daud, An-Nasai, Ahmad dan Ath-Thahawi).
Namun demikian, shalat berjamaah tetap mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan shalat sendirian.
Shalat berjamah lebih utama dan bernilai 27 kali kelipatannya. Selain itu juga lebih terjaga ketimbang sendirian.
Ilustrasi seperti di atas tidak jauh berbeda ketika bicara tentang dakwah dalam konteks berjamaah.
Para ma’mum (kader) nya juga dituntut untuk istiqamah, berdiri tegak lurus. Jangan bengkok, apalagi bikin shalat berjamaah dalam satu masjid yang sama.
Hal yang umumnya sering terjadi disaat seorang sedang melaksanan shalat adalah masuknya obyek duniawi ke dalam pikirannya.
Sebabnya, karena serangan syetan atau memang dirinya adalah termasuk mereka yang disebut sebagai pecinta dunia (muhibbud dunya).
Hal ini juga dapat terjadi dalam barisan dakwah berjamaah. Karena itulah yang harus diperhatikan adalah menjaga konsistensi dalam niat dan motivasi.
Janganlah ketika peluang dunia menjadi terbuka, akhirnya menjadi orang yang lupa.
Kalo dalam shalat berjamaah, makmum yang tidak rapih dalam shaf, tidak berdiri tegak lurus dan rapat bersama dengan yang makmum lainnya, maka sesungguhnya ia telah membuka celah bagi syetan untuk masuk dan menggangu.
Dalam dakwah berjamaah juga demikian halnya. Orang yang berubah niat dan motivasinya karena semata mengejar dunia dan kesenangannya, sesungguhnya ia telah menjadikan jalan dakwahnya sebagai jalan yang bengkok. Firman Allah Ta’ala:
ٱلَّذِینَ یَسۡتَحِبُّونَ ٱلۡحَیَوٰةَ ٱلدُّنۡیَا عَلَى ٱلۡـَٔاخِرَةِ وَیَصُدُّونَ عَن سَبِیلِ ٱللَّهِ وَیَبۡغُونَهَا عِوَجًاۚ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ فِی ضَلَـٰلِۭ بَعِیدࣲ }
“(Yaitu orang-orang) kedudukannya sebagai sifat (yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat dan menghalang-halangi) manusia (dari jalan Allah) yaitu agama Islam (dan menginginkan supaya ia) jalan Allah tersebut (bengkok) tidak lurus. (Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh) yakni sesat dari jalan yang hak dan benar. (QS. Ibrahim: 3)
Dalam shalat yang membuyarkan kekhusyu’an adalah masuknya obyek-obyek duniawi ke dalamnya.
Demikian pula dengan dakwah berjamaah. Tujuan dunia itu dapat merobek kesatuan dakwah berjamaah.
diketik ulang oleh agus ahmad hidayat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar