Rabu, 28 Februari 2024

Waspada terhadap Jebakan


Belajar dari Bunda Zainab al Ghazali

Pengantar

Zainab al Ghazali  adalah wanita yang tinggal di Mesir. Dia aktivis dakwah, yang menjelaskan keagungan Islam berdasarkan Al Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Tahun 1936 M (1357H) dibentuk organisasi wanita muslimat yang berkiprah dalam dakwah ilallah, beliau aktif di dalamnya.  Pada tahun- tahun itu banyak organisasi dakwah yang peduli terhadap perkembangan kenegaraan di negeri Mesir yang dipimpin oleh Gamal Abdul Naser. Pengaruh sekuler, atheism pun berpeluang merusak pemerintahan Mesir. Mereka yang peduli menjaga kemurnian dakwah giat untuk membentengi kerusakan ini, turun kemasyarakat; memberitahu, menyadarkan, dan mengajak untuk kembali ke jalan Allah dan Rasul. Rupanya sikap ini direspon oleh pemerintahan Mesir kala itu sebagai tindakan yang membahayakan negara. Maka orang-orang ini - walaupun warga negara Mesir- dianggap musuh, ditangkap dan dipenjarakan. Penangkapan dilakukan dengan dalih yang dibuat-buat, alasan yang dituduhkan diantaranya - "membunuh presiden Gamal Abdul Naser". Para lelaki yang ditangkap pemerintah Mesir dan dipenjarakannya, meninggalkan keluarganya untuk beberapa hari, beberapa bulan, atau untuk wakktu yang tidak tentu. Anak mereka, isteri mereka "terlantar" kesulitan makan dan lemah dalam  kehidupan sosial. Maka Bunda Zainab al Ghazali tampil memberikan perhatian kepada keluarga - yang ayah atau bagian keluarganya- dipenjarakan oleh pemerintah Mesir.  Melalui organisasi "wanita muslimat" yang didirikannya, beliau melaksanakan 'kepeduliannya' itu. Rupanya aktivitas ini dibaca oleh pemerintah, dan kemudian melakukan pengamatan, pendekatan, pembujukan, bahkan intimidasi kepada Bunda Zainab al-Ghazali.

Perjuangan beliau patut dicontoh, bagaimana kesabaran, kekokohan, ketelitian, kecerdasaan berargumentasi, kepiawaian menyampaikan gagasan melalui media tulis dan lisan sehingga bisa diterima (disegani) oleh semua pihak - termasuk oleh orang yang menentangnya.

Allah swt memanjangkan umur Bunda Zainab al-Ghazali yang bersejarah dalam dakwah ini dan ada hikmah di dalamnya, berhikmah - bisa (berkesempatan) memberikan nasihat  kepada wanita Indonesia yang berkunjung ke sana yakni Ibu Yoyoh Yusroh – Semoga Allah memulyakan dan mengampuni kedua sosok ini- 

A.Bagian awal buku yang ditulis Bunda Zainab al Ghazali

Pada kata pengantar buku beliau menyatakan, saya tidak ingin menulis kisah yang saya alami dalam perjalanan dakwah ini. Bukan karena kisah pilu, kesedihan, kepedihan, kengerikan yang menakutkan sebagai manusia. Namun jika tidak saya kisahkan, maka generasi yang akan datang akan lemah, mudah goyah, dan mudah putus asa. Beliau menulis sebagai berikut: "Semula saya agak ragu menyusun buku ini. Namun karena dorongan anak dan sahabat seperjuangan saya dalam ide dan dakwah, maka saya merasa berkewajiban untuk dapat menyelesaikan penyusunan buku ini. Agaknya memang perlu dicatat  saat- saat dakwah Islam dihadang oleh kekuatan kafir dan batil, baik di Timur maupun di Barat, yang berusaha keras untuk menumpas kebenaran.(halaman7).

B.Landasan Qur’ani

surat Al An'am 153

Dan -yang kami perintahkan ini- adalah jalanKu yang lurus. Maka ikutilah Dia. dan janganlah kamu mengikuti jalan jalan - yang lain. Karena jalan-jalan itu menceri-beraikan kamu dari jalannya, yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.

surat at Taubah 111

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.

C.Kisah-kisah beberapa petikan

Kisah1 dibenci Abden Naser - sang presiden

Tahun 1964 bulan Februari: dalam perjalanan pulang ke rumah  mobil yang ditumpangi Bunda Zainab al Ghazali ditabrak oleh mobil lain. Hingga beliau dirawat di rumah sakit, sopirnya dalam keadaan koma. Beliau dirawat dan dipindahkan di rumah sakit karena tulang kakinya patah dan harus dioperasi.

Peristiwa kecelakaan ini- beberapa saat kemudian baru diketahui bahwa ini upaya pembunuhan terhadap beliau. Termuat pada halaman 12 " ...Saya memperoleh keterangan bahwa apa yang terjadi pada diri saya itu sebenarnya  telah direncanakan oleh  intel Gamal Abden Naser untuk membunuh saya "

 Kisah 2 Abden Naser tidak suka nama Zainab disebut

Saat beliau di rawat di rumah sakit, ada beberapa pemuda yang ingin menemui beliau. Ternyata tamu itu-dicegah menemuinya. Bunda Zainab protes, kenapa dilarang, dia kan hanya minta tanda tangan surat organisasi yang dipimpinnya. Suami dan dokter pun menyembunyikan informasi luar, agar dia tidak mengetahui apa yang terjadi. Mungkin maksudnya agar tidak menambah beban pikirannya. Namun akhirnya beliau mengetahui, bahwa pemuda itu datang membawa "surat pembubaran organisasi" yang dipimpin Bunda Zainab.  Hingga beliau menyikapi bahwa tidak ada hak pemerintah membubarkan organisasi wanita muslimat.

Kutipan halaman 13: Berkas surat yang ada di tangan sekretaris itu yang akhirnya diserahkan juga ke tangan saya, tidak lain adalah surat keputusan tentang pembubaran jamaah muslimat. "Tentu hal ini bagi hajjah merupakan suatu pukulan berat”. seketika saya menjawab, “Alhamdulillah, namun pemerintah tidak punya hak untuk membubarkan jamaah, karena itu merupakan jamaah Islami. “Namun Abden Naser tetap pada keputusannya.” “ Secara pribadi ia membenci anda, hajjah.” “ Ia tidak suka mendengar nama anda disebut orang. “ “Kalau ada orang yang menyebut nama anda di hadapanya, ia marah marah dan menghentikan pertemuan.”  "Syukurlah kalau ia takut pada saya dan membenci saya. Saya pun membencinya karena Allah. Kejahatannya itu tidak  akan mengurangi kegigihan kami dalam berdakwah. Kami pasti menang dengan perkenan-Nya. Kami pun sedia mati syahid demi dakwah kami.

kisah 3 permintaan menandatangi surat pernyataan

Tamu yang hadir menemui beliau saat perawatan beragam. Ada yang datang dan bercerita bahwa ada hal yang bahaya dan mendesak. Tidak sekedar pembubaran organisasi yang dipimpin Bunda Zainab. Namun - kata tamu - pemerintah punya rekaman pidato dan arsip tulisan di media yang disampaikan Bunda Zainab.  Setelah lama berbincang, tamu itu permisi sambil berbisik, "Bunda tidak perlu resah, jika Bunda mau menandatangani surat yang saya bawa ini."

Surat apa yang disodorkan?  Halaman 13-Setelah saya minta surat itu untuk diperlihatkan kepada saya, ternyata isinya adalah naskah pernyataan penggabungan organisasi Jamaah Muslimat ke dalam Persatuan Front Sosialis.

“Demi Allah,” saya berkomentar, “hal ini tidak mungkin. Allah akan melumpuhkan tangan saya kalau sampai saya tandatangani pernyataan yang tidak bertanggung jawab ini.” “ Ini akan berarti saya telah mengakui pemerintah tirani Gamal Abden Naser yang telah membunuh Abdul Qadir Audah dan rekan-rekannya. Sesungguhnya, orang yang telah membantai kaum muslimin adalah musuh Allah dan musuh kaum Muslimin. Biarlah dia bubarkan Jamaah Muslimat, karena buat kita ini jalan yang paling terhormat.”

Lalu - tamu itu mencium kepala saya sambil bertanya, “Apakah ibu yakin saya ini anak ibu?”  “Mengapa tidak?”  “Kalau demikian biarkanlah hal itu berlalu.” “ya, saya akan biarkan hal itu berlalu. dan saya pun tidak akan menandatangani surat itu. Surat itu menandakan kesetiaan kepada tirani. Mustahil untuk saya lakukan.”  “.. dan Allah akan perbuat apa yang dikehendakiNya untuk hamba-hambaNya.”

Tidak lama setelah peristiwa itu saya keluar dari rumah sakit, dan masih harus berobat jalan.

kisah 4 menerima telepon tes uji kesetiaan kepada pemerintah

Sekretaris organisasi yang dipimpinnya, tiap hari berkunjung kerumah untuk menyampaikan surat surat. Satu diantara surat yang diterimanya, via Pos, isinya kartu anggota Fron kesatuan sosialis. Padahal - beliau menolak untuk jadi anggota organisasi ini. 

Pada suatu hari, beliau menerima telepon, setelah ucapan salam dan berbicara sekedarnya, lalu suara dari seberang  mengajak untuk hadir menyambut kedatangan presiden Abden Naser. Kalaupun Bunda Zainab memerlukan kendaraan, akan disediakan.

Beberapa hari berikutnya, menerima telepon yang menanyakan mengapa tidak hadir pada acara penjemputan presiden Abden Naser,  halaman 15: Dua tiga hari kemudian datang pula telpon dari Kantor Front Persatuan Sosialis Arab. Yang bicara seorang wanita, menanyakan alasan ketidakhadiran kami di Lapangan Terbang. Bunda Zainab menyampaikan alasan ketidakhadirannya, dengan argumentasinya, responnya, 

“Omongan apa ini, ibu Zainab?” “ Nampaknya ibu tidak suka bekerjasama dengan kami.”  “kalau begitu ibu tidak berpartisipasi dengan kami.”

Maka pembicaraan pun terputuslah. Saya tetap tidak memenuhi undangannya itu.

Seminggu setelah pembicaraan telepon, sekretaris memperlihatkan surat tanggal 15 September 1964 Keputusan Departemen Nomor 132 tanggal 6 september tentang Pembubaran Jamaah Muslimat. Halaman 17: Sebenarnya Jamaah Muslimat dibentuk pada tahun 1357H=1936M adalah untuk menyebarkan dakwa Islam dan berjuang untuk mewujudkan suatu umat Islam yang mampu mengembalikan keagungan dan kedaulatan Islam. Semua itu dilaksanakan semata-mata karena Allah dan senantiasa demi Allah. Karena itu tidak hak bagi pemerintahan sekuler untuk bertindak sebagai wali Umat Islam.

Tulisan itu untuk mengambil hikmah, ditulis ulang dengan susunan yang berbeda dari buku aslinya.

D.Refleksi

Cukup sabarkah kita di jalan dakwah, masih bertahankah dijalan dakwah, bagaimana berhadapan dengan bujuk rayu, intimidasi, ancaman pembunuhan, sensitifkah dengan nasib-derita saudara sesama dalam dakwah, bagaimana upaya menjaga keikhlasan dalam amal-amal kita.

Ditulis ulang – kotabumi-lampung utara – 29 Februari 2024 – agus ahmad hidayat


Senin, 19 Februari 2024

Instrospeksi Akhir Tahun

 Instrospeksi Akhir Tahun 

Hari ini kita ada di penghujung tahun 2023, dalam hitungan jam kita akan memasuki tahun baru, tahun 2024.

Apa yang harus kita lakukan saat kita memasuki pergantian masa atau waktu?

Baik pergantian hari, bula, tahun atau bahkan pergantian periode kepemimpinan.

Dalam hal ini Umar bin Khatab mengatakan: “Hasibu anfusakum qabla antuhasabu”,  artinya 

hitunglah dirimu sebelum kelak kamu diperhitungkan.

Dihitung oleh siapa?

Boleh jadi akan dihitung oleh orang lain atau oleh Allah nanti di yaumil hisab.

Ini artinya agar kita, dalam setiap pergantian waktu dan periode, melakukan evaluasi dan instrospeksi.

Apa yang di instrospeksi dan di evalusi?

Yang utama adalah instrospeksi sejauh mana kita masih berada di jalan fitrah, di jalan yang telah Allah tetapkan sejak Allah menciptakan manusia dan alam sekitarnya.

Sesungguhnya, ketika Allah menciptakan kita (manusia) dan alam sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan kita, maka Allah juga membuat aturan atau petunjuk penggunaannya, dengan maksud agar manusia tidak tersesat dan melampaui batas. Sebagaimana nabi berwasiat saat haji wada, bahwa selama kita mengikuti kitabullah dan Sunnah nabi, maka kita tidak akan tersesat selama lamanya.

Karenanya tidak akan mungkin ada pertentangan atau ketidak sesuaian antara petunjuk Allah yang berupa agama Islam dengan kebutuhan atau hajat hidup manusia dan fungsi alam semesta untuk manusia.

Allah berfirman: 

فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّینِ حَنِیفࣰاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِی فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَیۡهَاۚ لَا تَبۡدِیلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَ ٰ⁠لِكَ ٱلدِّینُ ٱلۡقَیِّمُ وَلَـٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا یَعۡلَمُونَ }

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (Islam). (pilihlah) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Ar Rum: 30)

Fitrah artinya adalah, kondisi awal penciptaan. Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah Saw bersabda: 

Kullu mauludin yuladu alal-fithrati, fa-abawahu yuhawwidaanihi aw yunasshiraanihi aw yumajjisaanihi.

"Semua anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia beragama Yahudi, Nasrani dan Majusi (HR. Bukhari)

Jadi ketika kita merayakan hari raya idul Fitri sesungguhnya kita  sedang bersyukur karena setelah berpuasa selama sebulan Ramadhan dan melakukan berbagai amal shaleh, kita kembali kepada fitrah, kembali kepada sebagaimana kita diciptakan atau dilahirkan. Yaitu kondisi tanpa dosa, karena Allah telah menghapus dosa dosa kita saat kita berpuasa dan beramal shaleh di bulan Ramadhan.

Jadi, ketika kemudia seorang anak berubah menjadi beragama selain Islam, itu karena orang tuanya atau lingkungannya yang menjadi penyebabnya. Atau tetap beragama Islam tetapi mblenyon dan meninggalkan apa yang diajarkan Islam, itu artinya sama dengan meninggalkan fitrah. Menyimpang dari petunjuk Allah. Naik karena kebodohannya maupun kesombongannya.

Karena kesombongannya, manusia sering membuat aturan dan standar sendiri dengan berdasarkan kesenangan hawa nafsunya dan memandang apa yang sudah Allah ciptakan, tidak up to date. Sudah ketinggalan jaman.

Maka saat kita beralih dari aturan Allah dengan aturan yang kita buat sendiri, maka sesungguhnya saat itulah kita sedang menukar nikmat Allah dengan kesesatan, karena kesombongan kita. Sombong karena kita merasa kita lebih tahu kondisi saat ini daripada Allah Sang Maha Pencipta.

Sebagaimana firman Allah:

{ ذَ ٰ⁠لِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ لَمۡ یَكُ مُغَیِّرࣰا نِّعۡمَةً أَنۡعَمَهَا عَلَىٰ قَوۡمٍ حَتَّىٰ یُغَیِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمۡ وَأَنَّ ٱللَّهَ سَمِیعٌ عَلِیمࣱ }

"Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui." (Al Anfal: 53)

Menjelang akhir tahun ini, kita perlu instrospeksi dan evaluasi, apakah kita masih ada dijalan Allah ataukah kita sudah menyimpang dari jalan yang benar, yang Allah tetapkan. Sehingga karena penyimpangan yang kita lakukan, kita mengalami kesulitan dan kesusahan.

Kita sendirilah yang tahu, apakah hidup kita sekarang ini terasa lebih baik atau lebih berat dibanding tahun tahun sebelumnya. Lebih damai atau lebih kemrungsung.

Apakah daya beli kita misalnya, semakin meningkat atau menurun? Kalau kemampuan kita membeli semakin menurun boleh jadi hidup kita semakin susah.

Bila kita sekarang merasa semakin susah, maka berarti ada sesuatu yang salah dalam apa yang kita lakukan. Oleh karena itu kita harus melakukan perubahan agar hidup kita menjadi lebih baik.

Karena Allah berfirman dalam Ar Ra'du: 11: 

"...Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” 

Kalau kita menginginkan kehidupan yang lebih baik, maka kita harus melakukan perubahan.

Jangan kita ngotot melanjutkan kesalahan kesalahan kita dimasa lalu yang telah terbukti menyengsarakan.

Semoga Allah memberikan petunjuk dan kekuatan kepada kita akal sehat sehingga kita mampu melakukan evaluasi dan instrospeksi dan akhirnya secara memilih untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik pada tahun 2024.

Wallahua'lam bi shawab

ANAK-ANAK YANG MATI RASA

 ANAK-ANAK YANG MATI RASA

M.Fauzil Adhim


Kelak akan tiba masanya, seperti yang dikabarkan oleh Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam, orangtua berpayah-payah mendidik anak, tetapi anaknya memperlakukan emaknya seperti tuan memperlakukan budaknya. Dan aku takut peristiwa itu akan terjadi di masa ini, masa ketika anak-anak tak mengenal pekerjaan rumah-tangga, dan pesantren maupun sekolah-sekolah berasrama lainnya tak lagi menjadi tempat bagi anak untuk belajar tentang kehidupan.


Anak-anak itu belajar, tetapi hanya mengisi otaknya dari pengetahuan yang dapat diperoleh dari text book dan google. Sementara tangannya bersih tak pernah mencuci maupun melakukan pekerjaan-pekerjaan fisik lainnya, sehingga empati itu mati sebelum berkembang. Tak tergerak hatinya bahkan di saat melihat emaknya kesulitan bernafas seumpama orang hampir mati disebabkan ketuaan atau sakitnya kambuh, tetapi anak tak bergeming membantunya. Apalagi berupaya melakukan yang lebih dari itu.


Aku termangu mengingat nasehat Rasulullah Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam mengenai tanda-tanda hari kiamat, salah satunya dari hadis panjang yang kali ini kita nukil ringkasnya:

.

سَأُخْبِرُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا: إِذَا وَلَدَتِ الْمَرْأَةُ رَبَّتَهَا

.

_Aku akan memberitahukan kepadamu tanda-tandanya; jika seorang (sahaya) wanita melahirkan tuannya.” (Muttafaqun ‘Alaih)_

.

.

Ibunya bukanlah seorang budak. Bukan. Ibunya orang merdeka. Tetapi anak-anak itu tak tersentuh hatinya untuk cepat tanggap membantu ibunya. Padahal membantu saat diminta adalah takaran minimal bakti kepada orangtua. Takaran di atas itu, tanpa diminta pun ia sudah tergerak membantu. Dan di atasnya lagi masih bertingkat-tingkat kebaikan maupun kepekaan seorang anak tentang kebaikan apa yang sepatutnya ia perbuat terhadap kedua orangtuanya.


Ada yang perlu kita renungi. Ada airmata yang perlu mengalir, menadahkan tangan mendo’akan anak-anak dan keturunan kita, menangisi dosa-dosa, berusaha memperbaiki diri dan tetap tidak meninggalkan nasehat bagi anak kita karena ini adalah haknya. Nasehat. Ia adalah kewajiban kita untuk memberikannya meskipun mereka tak memintanya. Kitalah yang harus tahu kapan saat tepat memberikan nasehat sebab semakin memerlukan nasehat, justru kerapkali semakin merasa tak memerlukan nasehat.


Hari ini, betapa banyak anak yang di sekolah berasrama tak diajari mengurusi kehidupan pribadinya karena makanan siap saji setiap waktu makan, hanya perlu berbaris untuk mengambilnya. Sedangkan pakaian pun tak perlu ia menyempatkan waktu mengatur jadwal agar bersih saat mau digunakan, karena sudah ada laundry, sementara tugas sekolah tetap tertunaikan. Tidak terbengkalai. Maka di saat mereka pulang, kita perlu melatih tangan dan juga hatinya agar tanggap. Bukan menyerahkan begitu saja kepada pembantu. Tampaknya ini hanya urusan pekerjaan rumah-tangga yang sepele, tetapi di dalamnya ada kecakapan mengelola diri, mengatur waktu dan lebih penting lagi adalah empati.


Apakah tidak boleh kita menggembirakan mereka dengan sajian istimewa saat mereka pulang dari pesantren? Boleh. Sangat boleh. Tetapi hendaklah kita tidak merampas kesempatan mereka untuk belajar mengenal pekerjaan rumah-tangga, menghidupkan empati dan mengasah kepekaannya membantu orangtua. Liburan adalah saat tepat belajar kehidupan. Bukan saat untuk libur menjadi orang baik sehingga seluruh kebaikan yang telah biasa mereka jalani di sekolah, sirna saat liburan tiba. Mereka seperti raja untuk sementara, sebelum kembali ke penjara suci.


Diam-diam saya teringat, konon di sebuah sekolah bernama Eton College, semacam Muallimin di Inggris tempat anaknya raja maupun anak orang sangat kaya bersekolah, para siswa diharuskan mencuci dan menyeterika bajunya sendiri. Bukan bayar laundry. Ini bukan karena orangtua mereka fakir miskin. Bukan. Tetapi karena dalam urusan sederhana itu ada kebaikan yang sangat besar bagi kehidupan mereka di masa yang akan datang, termasuk dalam hal kepemimpinan. Mereka menjadi lebih peka tentang apa yang seharusnya dilakukan saat menjadi pemimpin perusahaan, termasuk dalam mengelola waktu.


Apa yang dilakukan di Eton College sebenarnya bukan barang baru, tetapi saya merasa perlu menghadirkan kisah ini selintas hanya untuk menggambarkan betapa anak-anak memerlukan latihan untuk mengasah kepekaannya, menghidupkan empatinya dan meringankan langkahnya membantu orangtua. Mereka sangat perlu memiliki semua itu karena dua alasan. Pertama, ketiganya (kepekaan, empati dan kemauan untuk meringankan langkah) sangat mereka perlukan dalam menjalani kehidupan bersama orang lain, baik ketika berumah-tangga maupun berdakwah dan mengurusi ummat. Artinya, minimal semua itu mereka perlukan untuk meraih kehidupan rumah-tangga yang baik, tidak terkecuali dalam mendidik anak. Kedua, ketiganya mereka perlukan untuk dapat berbuat kebajikan bagi kedua orangtua (birrul walidain) dengan sebaik-baiknya. Dan birrul walidain merupakan salah satu kunci kebaikan yang dengan itu anak dapat berharap meraih ridha dan surga-Nya Allah ‘Azza wa Jalla.


Jadi, urusan terpentingnya bukan karena kita kewalahan lalu perlu bantuan mereka. Bukan. Bukan pula karena kita repot sehingga memerlukan kesediaan mereka untuk meringankan tugas-tugas kita. Tetapi hal terpenting dari melibatkan anak membantu pekerjaan di rumah dan tanggap terhadap orangtua justru untuk keselamatan dan kebaikan anak kita di masa-masa yang akan datang. Kejamlah orangtua yang tak melatih anaknya untuk berbakti kepadanya hanya karena merasa orangtua tak perlu menuntut anak membantunya. Ingatlah, kita latih, dorong dan suruh mereka agar cepat tanggap dan ringan membantu bukanlah terutama untuk meringankan beban orangtua, tetapi justru agar anak-anak kita memperoleh kemuliaan dan kebaikan di sisi Allah ‘Azza wa Jalla dengan birrul walidain. Sekurang-kurangnya tidak menyebabkan mereka terjatuh pada perbuatan mendurhakai orangtua. Dan ini merupakan serendah-rendah ukuran.


Ada yang perlu kita khawatiri jika lalai menyiapkan mereka. Pertama, anak-anak merasa berbuat kebajikan kepada kedua orangtua, termasuk membantu pekerjaan di rumah, bukan sebagai tugasnya. Mereka tak membangkang, tetapi lalai terhadap apa yang sepatutnya mereka kerjakan. Ini merupakan akibat paling ringan. Kedua, anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang durhaka kepada orangtua. Dan karena kedurhakaan itu bersebab kelalaian orangtua dalam mendidik, maka di Yaumil Qiyamah mereka menjatuhkan orangtua di mahkamah Allah ‘Azza wa Jalla sehingga justru orang yang merasakan azab akhirat. Ketiga, sebagaimana disebut dalam hadis di atas, anak-anak berkembang menjadi pribadi yang memperbudak orangtua, bahkan setelah mereka mempunyai anak. Na’udzubiLlahi min dzaalik.


Ada yang perlu kita renungkan tentang bagaimana kita mendidik anak-anak kita. Saatnya kita kembali kepada tuntunan agama ini, bertaqwa kepada-Nya dalam urusan mendidik anak dan berusaha menggali tentang apa saja yang harus kita bekalkan kepada mereka.


Semoga itu bukanlah anak-anak kita. Aamiin. 

Bicaralah! Jangan Diam

 Jangan Diam, Bicaralah

Ada pepatah mengatakan, Bila kerbau dipegang (orang) tali kekangnya, bila manusia dipegang mulutnya (omongannya).

Banyak sekali pepatah yang berkaitan dengan masalah mulut, perkataan, lidah atau lisan dan juga janji. Ada orang yang kalau bicara sering mikirnya belakangan, sehingga yang dikatakan salah atau tidak tepat. Apa yang ditanyakan, jawabnya tidak nyambung sama sekali. Kepada orang seperti ini pepatah mengatakan, mulutmu harimaumu. Artinya, seseorang akan (bisa) jatuh bukan karena orang lain, tetapi karena kata katanya sendiri yang kurang dipikirkan lebih dulu. 

Ini bukan masalah asam sulfat ya, tapi masalah asam dan garam kehidupan.

Ada juga pepatah, memang lidah tak bertulang.  Kalau ini biasanya dikaitkan dengan orang yang mudah berjanji tapi kenyataannya kosong. Seperti janji meroket tapi nyungsep.

Oleh karena itu jauh-jauh hari nabi Muhammad Saw bersabda:

"Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa dipikirkan terlebih dahulu, dan karenanya dia terjatuh ke dalam neraka sejauh antara timur dan barat.” (HR. Muslim no. 2988).

Tetapi bukan berarti seseorang tidak perlu pandai bicara, apalagi kalau dia mau jadi pemimpin. Dia wajib bisa bicara secara baik dan benar, berdasarkan data dan informatif. Karena seorang pemimpin harus memberikan informasi yang benar dan menenangkan masyarakat, karenanya harus bicara dengan benar, ada datanya dan jelas bisa difahami. Apalagi pemimpin juga harus membuat keputusan pada akhirnya.

Betapa pentingnya seorang pemimpin itu pandai berbicara, maka Allah mengilhamkan kepada ibu dan kakeknya Muhammad Saw dan Halimah Sa'diyah untuk membesar beliau di perkampungan Bani Sa'idah yang bahasa Arab nya terkenal terjaga dengan baik dan benar. Karena beliau kelak akan menjadi nabi dan pemimpin manusia, maka harus pandai berkata-kata dengan baik dan benar. Tahu kapan menggunakan diksi atau kata dan kalimat yang tepat dan sesuai.

Sebaliknya, Allah tidak berkenan bila nabi mengikuti sesuatu yang yang kurang bermanfaat. Dalam kitab Sirah Nabawiyah, dijelaskan suatu saat ketika remaja, Muhammad Saw dipaksa oleh teman temannya untuk nonton hiburan nyanyi dan joget jogetan, tetapi kemudian Allah membuat beliau mengantuk dan tidur sebelum sampai ditempat joget jogetan. Dan bangun pada pagi harinya setelah hiburan itu selesai. Sepertinya Allah menjaganya dari ikut berdendang dan joget gemoy.

Pandai berbicara itu penting bagi pemimpin. Karena dengan berbicara yang baik dan benar bisa  menjelaskan kepada masyarakat secara persuasif tentang program yang akan dilaksanakan. Pembicaraan yang baik akan membuat masyarakat merasa  di-wongke. Dimanusiakan, dilibatkan sebagai subyek pembangunan. Bukan hanya obyek yang kapan saja bisa digusur dan dikorbankan.

Betapa pentingnya berbicara, maka Allah dalam Al Quran mengajarkan doa:

Robbisrohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul 'uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii. 

“Ya Tuhaku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku,” (Thaha, 25-28).

Sebagaimana pentingnya berbicara, diam juga penting. Tetapi semuanya ada waktu dan tempatnya. Seorang pemimpin tidak boleh menghindar saat ditanya sesuatu oleh rakyatnya. Pemimpin harus bisa menjelaskan apa yang ada dalam pikirannya agar masyarakat merasa tenang dan senang bila kelak akan dipimpinnya.

Pemimpin juga tidak boleh milih milih mimbar atau tempat 

Bila pemimpin bisa bicara dan diam pada waktu yang benar, rakyatpun merasa ter-ayomi dan ter-ayemi.

Semoga debat capres nanti, kita bisa melihat bagaimana ide, gagasan dan program dibicarakan. Diperdebatkan dengan argumen yang rasional dan beretika. Bukan janji manis yang bakal membuat kecewa. Seperti kata Waljinah:

ojo sok gampang janji wong manis

yen ta amung lamis

becik aluwung prasaja nimas ora agawe cuwa....

Semoga rakyat bisa mengambil pelajaran, agar tidak salah memilih yang akhirnya berakibat hidup susah seperti kata pepatah: "Beranak tiada berbidan".

Yang artinya, Mendapat kesusahan (kecelakaan dan sebagainya) karena salahnya sendiri. Salah milih, tanpa mikir...

Wallahua'lam bi shawab

jama’ah yang aqrabuhum ilallah wa ashlahuhum linnas

 Aqrabahum ilallah 

Saya akan mengawali tulisan  ini dengan cuilan dari taujih ustadz Hilmi. Beliau mengatakan:

Kemenangan perjuangan hanya akan dicapai oleh orang atau kelompok atau jama’ah yang aqrabuhum ilallah wa ashlahuhum linnas (orang/kelompok yang paling dekat kepada Allah dan yang paling nanyak berbuat baik kepada manusia). Tidak lebih dari itu. Orang yang paling dekat kepada Allah dan yang paling ashlah bagi kehidupan manusia, itulah yang akan diberikan kesempatan menang oleh Allah SWT. Yang dalam tingkat operasional, ujung tombaknya adalah ihsan

Kata beliau, begitulah rumusnys dari dulu. Tidak berubah dan tidak akan berubah.

Allah berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (Q.S. Al-Hajj: 77)

Potongan taujih ustadz Hilmi ini mengingatkan kita akan pentingnya aqrabahum ilallah yang menjadi prasyarat datangnya pertolongan Allah. Kaidah pertolongan itu memang dari dan kepada yang dekat. Bukan yang jauh.

Contoh sederhananya, bila seseorang mengalami kecelakaan kendaraan misalnya, maka yang pertama kali memberikan pertolongan adalah yang ada didekat TKP.

Dalam bahasa sehari hari, kita mengenal kosa kata, sahabat karib, teman akrab, kerabat dan korban. Itu semuanya serapan dari bahasa Arab (maaf untuk yang tidak suka Arab) yang makna umumnya adalah dekat. Maka bisa jadi orang yang disebut dengan sahabat karib, teman akrab dan kerabat adalah orang orang yang siap berkoban untuk membantu dan membela kita. Yang susah senang ada untuk kita. Yang saat kita jatuh, tidak lari meninggalkan kita.

Dengan kata lain, bila kita ingin mendapatkan pertolongan Allah maka kita harus akrab dengan Nya. Ketika kita senang kita tidak melupakan Nya. Ketika Dia meminta, kita juga siap memberikan apa yang diminta Nya.

Kepada Nya, kita tidak bisa SKSD. Sok kenal sok dekat. Seperti capres dan caleg menjelang pemilu, yang mendadak memakai sorban dan mengaku akrab dengan pesantren dan ulama padahal sholatnya saja kadang kadang. 

Aqrabahum ilallah gampang nya adalah serius melaksanakan amal yaumian dalam keseharian kita. Sehingga Amal harian tersebut  menjadi wirid, kebiasaan rutin atau habit. Yang kita merasa tidak lengkap suatu hari bila terlupa dilakukan. Ada rasa resah dan gelisah seperti punya hutang yang jatuh tempo.

Amal yaumian ini bila diibaratkan dengan kehidupan seorang atlit adalah menu latihan harian untuk menjaga kebugarannya agar senantiasa siap setiap saat. Tetapi menjelang turnamen tetap saja harus mengikuti pemusatan latihan (TC) dengan menambah porsi latihan diatas latihan harian serta mecoba strategi dan taktik. Bahkan coach Indra Syafri mengkombinasikan semua hal diatas dengan shalat lima waktu berjamaah untuk skuadnya yang muslim.

Disamping itu juga wa aslahuhum linnas, berbuat baik kepada manusia. Tersenyum, menyapa, advokasi dan memberi uang atau money politics itu adalah beberapa bentuknya aslahuhum linnas. Karena seseorang akan memilih atau mengikuti orang lain, salah satunya karena perbuatan baik yang dilakukan orang lain pada seseorang tersebut. Hal ini sesuai dengan pepatah Arab, Sayyidul qaum khadimuhum.

Itulah mengapa banyak negara lebih senang melakukan program bansos dari pada program pengentasan kemiskinan yang riil. Karena program bansos lebih mampu menciptakan citra kedermawanan. Seperti Robin Hood!

Begitupun dengan pemerintah daerah yang merasa hebat dan lebih senang mengadakan pasar murah dari pada mengatasi masalah, mengapa harga harga barang melonjak naik.

Citra khadimuhum, pelayan masyarakat, sangat dibutuhkan untuk meraup suara masyarakat menengah bawah yang jumlahnya tidak kurang dari 50%. Karena itulah aktivitas money politics sulit untu dihilangkan. Karena masyarakat kebanyakan, memiliki pola pikir yang pendek. Mereka berpikir yang penting hari ini dapat uang dan bisa makan. Masa depan mereka terbatas hari esok atau lusa. Mereka tidak berpikir tahun depan apalagi lima tahun yang akan datang. Mereka tidak berpikir uangnya dari mana, apalagi halal atau haram. Yang mereka pikirkan, warnanya.

Dengan kondisi seperti tersebut, partai dan caleg yang tidak banyak uang akan sulit untuk bersaing. Perbandingannya seperti sepenuh saku dengan sepenuh koper.

Bila secara kuantitas tidak sebanding, maka tidak akan mampu menyamai apalagi melebihi partai kaya. Tetapi bukan berarti partai kaya dan atau caleg kaya tidak bisa terkalahkan.

Kekalahan dan kelemahan, bukan kepelitan, dibidang sarana aslahuhum linnas ini, insya Allah akan Allah tutupi dengan kualitas dan kuantitas Aqrabahum ilallah. Maka jangan sampai sudah kalah disisi modalitas, tetapi tidak bersegera meningkatkan moralitas melalui aqrabahum ilallah sebagaimana diisyaratkan Allah dalam al Hajj 77 diatas.

Jangan sampai terlalu larut memikirkan cara dapat uang untuk pemenangan, yang bisa jadi mikirnya belum selesai dan uangnya belum dapat, tahu tahu pencoblosan tinggal tiga hari lagi. 

Maka kerjakanlah apa yang mampu dikerjakan dan urusan selanjutnya serahkan kepada Allah sembari meningkatkan aqrabahum ilallah. Jangan seperti cerita Si Lebay Malang, yang terlalu fokus pada yang jauh dan mengabaikan yang dekat. Tetapi yang jauh akhirnya tidak kecandak, yang dekat akhirnya juga terlewatkan.

Wallahua'lam bi shawab

Saksi, betapa berat tugasmu

 Untuk Para Penyaksi

Dalam album Kantata Samsara, Iwan Fals bertutur:

"Matinya seorang penyaksi/ Bukan matinya kesaksian/ Tercatat direlung jiwa/ Menjadi bara membara..."

(Lagu Buat Penyaksi – Kantata Samsara 1998)

Dalam kehidupan sehari hari kita sering mendengar dan menggunakan kata saksi dalam beberapa kegiatan atau peristiwa, terutama dalam masalah yang mempunyai akibat hukum. Adapun yang tidak berkaitan dengan akibat hukum biasanya disebut saksi bisu dan saksi mata. 

Saking pentingnya, Al-Qur'an menyebutkan kata syahadah, saksi atau kesaksian dalam berbagai bentuk derivasinya tidak kurang dari 140 kali.

Saat Allah memerintahkan kepada Rasulullah saw agar menyampaikan ancaman-Nya kepada orang-orang kafir bahkan Allah menyatakan Dirinya akan menjadi saksi atas apa yang diperselisihkan antara Nabi dan orang-orang musyrik Mekah. Firman Nya dalam Al Isra', 96:

"Katakanlah (Muhammad), “Cukuplah Allah menjadi saksi antara aku dan kamu sekalian. Sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” 

Saksi salam bahasa arab disebut al-shahadah yaitu orang yang mengetahui atau melihat. 

Adapun menurut KUHAP Pasal 1 angka 26, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan berdasarkan apa yang didengar, dilihat, atau dialami sendiri.

Sedangkan dalam pemilu, pilpres atau pilkada Saksi adalah orang yang mendapat surat mandat tertulis dari partai atau tim kampanye  Pasangan Calon sesuai dengan tingkatannya, untuk menjamin pelaksanaan Pemilu serta penghitungan suara berlangsung jujur, adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Namun demikian hakikat dari saksi pemilu adalah menjaga suara rakyat agar tetap selamat tidak berubah dan berpindah sampai perhitungan tahap akhir di KPU/D. Karenanya, saksi di TPS, meskipun ditunjuk oleh partai atau tim paslon hakikatnya bukan menjaga suara partai/paslonnya saja. Jangan sampai terlalu fokus menjaga suara partai/paslonnya agar tidak berkurang tetapi tanpa disadarinya banyak suara rakyat dipindah dan berpindah dari satu partai/paslon ke partai/ paslon lain. Sehingga yang awalnya jumlah suara partai/paslonnya unggul berubah menjadi kalah, karena yang lain mendapatkan tambahan suara siluman.

Saksi harus berperan mencegah terjadinya perpindahan suara rakyat saat penghitungan, baik perpindahan itu dilakukan oleh preman kampung maupun preman resmi yang berseragam.

Demikian pentingnya peran saksi, maka saksi perlu mendapat perhatian yang lebih. Tidak cukup dengan sejumlah uang, bukan karena tidak berharga tapi

karena nilai pentingnya tidak ternilai. Saking tingginya dan saking pentingnya. 

Karena itu, selain sejumlah uang, saksi juga perlu mendapat perhatian lebih seperti kiriman makan siang dan malam, snack dan bila perlu suplemen vitamin. Tentunya agar mereka tetap fit dan segar bugar sampai purna tugas.

Saksi harus disuport, bukan saja oleh partai/paslonnya tetapi juga oleh rakyat yang suaranya dijaga agar tidak gampang masuk angin dan tetap istiqamah. Jangan sampai mereka menjadi saksi bisu, saksi masuk angin apalagi saksi palsu. Saksi juga perlu disuport dengan doa, agar tidak terkena gangguan sihir. Karena pada masyarakat yang cenderung menghalalkan segala, sihir merupakan upaya yang biasa dilakukan.

Terkait saksi palsu Rasulullah Saw bersabda, "Dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar lain yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada orangtua, kesaksian palsu, kesaksian palsu (beliau mengulanginya tiga kali), atau ucapan dusta." Beliau tidak henti-henti mengulang-ulanginya sehingga kami mengatakan, "Duhai, sekiranya beliau diam." (Hadis Sahih Al-Bukhari Nomor 6408)

Wallahua'lam bi shawab

kisah penjual pisang

 Tempo hari, terlihat di Pasar Prawirotaman Yogyakarta, seorang ibu penjual bawang merah dan putih yang asyik mengupasi sebagian dagangan yang sudah keriput kulitnya. Tak banyak yang disandingnya, hanya setampah kecil sahaja.

Lalu seorang lelaki yang lebih muda, sambil tersenyum ke sana kemari menjajakan pisang satu lirang saja, yang dilihat keadaannya memang hanya akan bagus kalau dimakan hari ini segera. Besok tidak.

Dan tetap asyik dengan pisaunya, sang ibu mendongak, lalu berkata dengan tawa ringan yang memamerkan giginya, "Tolong pisangnya gantungkan di cantelan motorku itu ya Dik, ini uangnya ambil ke sini."

"Ya Mbak, lima ribu saja buat Njenengan."

Maka ketika si Mas usai menaruh pisang itu, sang ibu menyumpalkan tiga uang lima ribuan ke tas plastik si Mas yang berisi jajanan ketika dia mendekat.

Semula lelaki itu tak menyadarinya, tapi setelah berjalan beberapa langkah dia kembali. "Weh, kebanyakan Mbak", katanya.

"Tidak apa-apa, buat jajan anakmu lho Dik. Lagipula pisang segini banyak ya ndak mungkin 5000 to."


"Ndak. Memang segitu harganya Mbak. Jajannya juga sudah ada kok ini." Lalu uang itu dikembalikannya. Tak mau kalah, Si Ibu segera menyusul Si Mas yang berlari. Memasukkan lagi uang lebihan 10.000 itu ke tas plastiknya. Si Mas tersenyum geleng-geleng kepala. Lalu dengan penuh kesopanan, dia pamit pergi.


Siang hari ketika si Ibu hendak pulang, seorang pedagang bakso menghampirinya. "Ini mbak, baksonya."


"Lho saya tidak pesan itu?"


"Lha tadi Mase penjual pisang yang memesankan itu. Terus dia bilang diracik sama ngasihkannya nanti saja kalau Njenengan mau pulang."


"O Allah... Rejeki. Sembah nuwun Gustiiii..."


Adakah engkau temukan di tempat belanjamu orang saling berebut untuk membahagiakan sesamanya seperti ini?

Ah, mungkin sesekali kau perlu pergi ke pasar yang kaulihat becek dan sumpek itu.

 Sebab di sana ada yang tak dapat kaubeli dengan harta, tapi dapat kaurasakan mengaliri hatimu dengan sejuta haru dan makna.

doa shalat tarawih

 

اَللهُمَّ اجْعَلْنَا بِالْإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ. وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ. وَلِلصَّلاَةِ حَافِظِيْنَ. وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ. وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ. وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ. وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ. وَعَنِ الَّلغْوِ مُعْرِضِيْنَ. وَفِى الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ. وَفِى اْلآخِرَةِ رَاغِبِيْنَ. وَبَالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ. وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ. وَعَلَى الْبَلاَءِ صَابِرِيْنَ. وَتَحْتَ لِوَاءِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ وَعَلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ. وَإِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ. وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ. وَعَلى سَرِيْرِالْكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ. وَبِحُوْرٍعِيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ. وَمِنْ سُنْدُسٍ وَاِسْتَبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسِيْنَ. وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ آكِلِيْنَ. وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًّى شَارِبِيْنَ. بِأَكْوَابٍ وَّأَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِّنْ مَعِيْن. مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولئِكَ رَفِيْقًا. ذلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا. اَللهُمَّ اجْعَلْنَا فِى هذِهِ اللَّيْلَةِ الشَّهْرِالشَّرِيْفَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَاءِ الْمَقْبُوْلِيْنَ. وَلاَتَجْعَلْنَا مِنَ اْلأَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْدِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِه وَصَحْبِه أَجْمَعِيْنَ. بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Nasionalisme dan Integrasi Bangsa

 Nasionalisme dan Integrasi Bangsa


Nasionalisme itu penting.

Sejarah berdirinya RI memandang penting nasionalisme ini,  terbukti dalam usulan butir dasar negara disertakan di dalamnya.  Mohammad Yamin mengajukan secara lisan 29 Mei 1945: 1)Peri kebangsaan 2)Peri kemanusiaan 3)peri ketuhanan 4)peri kerakyatan 5)kesejahteraan rakyat. Lalu yang diajukan secara tertulis 1 ketuhananyang maha esa 2 kebangsaan persatuan indonesia 3 rasa kemanusiaan yang adil dan beradab 4 kerakyatan yang dipimpin oeh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawartan perwakilan 5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.  Usulan lisan diletakkan pada nomor satu, usulan tertulis diletakkan pada nomor dua yang telah menyatu kedua hal : kebangsaan persatuan indonesia. Keberadaan Bangsa dan persatuan bangsa sangat penting.


Makna nasionalisme

Nasionalisme dapat diartikan –pertama- suatu 1)paham yang menganggap kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi yang disertakan kepada Negara/kebangsaan (nation state); kedua- 2)sikap mental dan tingkah laku individu maupun masyarakat yang menunjukkan adanya loyalitas dan pengabdian yang tinggi terhadap bangsa dan negara. Di  sini kebangsaan memiliki konsekuensi  atas tanggung jawab terhadapnya. Inilah yang menjadi ukuran nasionalisme sejati. Artinya nasionalisme bisa dilihat dari sikap jiwa dalam pembelaan terhadap negara dan bangsa, bukan dilihat dari profil fisik/jasmani seseorang. Dalam dunia sastra ada pengarang Mohtar Lubis menulis cerita pendek berjudul Gelas yang pecah ; bercerita keturunan Tionghoa yang cinta tanah air Indonesia.

Nasionlisme sangat diperlukan dalam kelangsungan suatu negara, dengan harapan memunculkan rasa persatuan di dalam negara tersebut. 

Problema; mengapa nasionalisme menjadi pudar? Bagaimana mengatasinya?

Bagaimana dengan kondisi sekarang pada zaman serba teknologi .

Faktor luar: globalisasi memengaruhi tatanan dan budaya

Faktor dalam: lemahnya daya tahan, daya tangkal, kemampuan selektif

Nasionalisme sangat penting terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara karena merupakan wujud kecintaan dan kehormatan terhadap bangsa sendiri. 


Diperlukan sekali upaya-upaya untuk meningkatkan semangat nasionalisme pada generasi muda terutama pelajar Indonesia sebagai penerus bangsa ini. Cara  yang dapat dilakukan dalam meningkatkan rasa nasionalisme: Sadar terhadap sejarah bangsa. Satu di antara alasan mengapa ‘tidak mau memindahkan ibukota negara – Jakarta – sejarah berdirinya Indonesia akan hilang, Jakarta  dipilih sebagai pengganti kata Betawi atau Batavia, Jakarta dari Jayakarta, Fatahilah, Faletehan.  Melalui 1)pendidikan pembelajaran sekolah, ini formal,  Selain itu juga dapat dilakukan dengan 2)pembiasaan-pembiasaan menyanyikan lagu nasional, penghormatan bendera merah putih, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, budaya pakaian, tarian yang semua dikaitkan dengan sejarah. Kalau ditelusuri akan ada kaitan peristiwa dengan penguatan kebangsaan,  tari Saudati – Aceh, perayaan Sekaten – Yogyakarta,  Tatakota bekas kerajaan Islam: alun alun, masjid, gedung kabupaten.

selesai


Pemabuk, Pemburu Syahid

 Pemabuk, Pemburu Syahid 

Sebagai sahabat nabi namanya tidak populer. Bukan saja karena dia baru masuk Islam setelah futuh mekah, tepatnya setelah perang Hunain, dia juga tidak meriwayatkan hadits, bahkan reputasinya dikenal sebagai pemabuk. Dialah Abu Mihjan Al- Tsaqafi. Nama yang terdengar tidak familiar 

Beliau merupakan sahabat nabi Saw yang tidak bisa meninggalkan khamr, dari saat masih jahiliah hingga setelah masuk Islam. Dari masa Rasulullah hingga Khalifah Abu Bakar berlanjut ke masa kekhalifahan Umar bin Khattab, namanya selalu menjadi langganan  hukum cambuk karena meminum khamr.

Tetapi soal pengorbanan dan  keberanian, Abu Mihjan tidak perlu diragukan lagi, sejak masuk Islam dia tidak pernah absen dalam setiap peperangan. Keberanian dan cita cita syahidnya menjadikan dia seorang ksatria yang pilih tanding, gagah berani dan ditakuti. Hingga kehadirannya di medan pertempuran merupakan mimpi buruk bagi musuhnya.

Menjelang perang Qadisiyah, dia kedapat mabuk lagi. Karena sudah keseringan diberikan hukuman cambuk maka Khalifah Umar menambah dengan hukuman pengasingan. Tentu saja dia merasa sedih, bukan karena dihukum, tetapi karena tidak bisa turut serta dalam perang Qadisiyah yang juga baru diberangkatkan dibawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqas, ra.

Kuatnya keinginan untuk turut berjihad mendorong Abu Mihjan mencari cara untuk kabur dari perjalanan ke pengasingan. Akhirnya dia berhasil kabur dan menyusul pasukan muslim yang dipimpin Sa’ad bin Abi Waqqash ke medan tempur Qadisiyah. Sesampainya di Qadisiyah, Abu Mihjan pun langsung menemui Sa’ad bin Abi Waqash dan meminta izin untuk ikut berperang dan dia pun diizinkan.

Pada saat itu Sa’ad bin Waqash sendiri tidak bisa turun ke medan tempur secara langsung karena sedang sakit bisulan hampir di sekujur tubuhnya dan hanya bisa memberikan komando kepada pasukan dari sebuah menara. Dan dari tempat ketinggian ini panglima Sa'ad bisa melakukan pemantauan dan memberikan arahan kepada pasukan kaum muslimin sesuai dengan pergerakan musuhnya.

Saat awal perang dimulai, jalannya pertempuran berlangsung tidak seimbang. Disamping njomlangnya  jumlah pasukan, 36. 000: 130.000, pasukan Persia juga dilengkapi dengan pasukan gajah yang membuat kuda dan onta pasukan muslimin takut dan tidak berani maju.

Setelah berlarut dalam pertempuran yang sengit, kedua belah pihak menarik mundur pasukannya untuk beristirahat dan mengatur ulang strategi. Di saat inilah godaan khamr menghampiri diri Abu Mihjan, karena tak kuasa menahan keinginan yang sudah nyandu tersebut, maka iapun meminumnya.

Mengetahui hal itu, Sa’ad bin Abi Waqash pun menyuruh agar Abu Mihjan di kurung dan tidak diperkenankan ikut berperang. Di dalam kurungannya itu pun ia menyesali perbuatannya, sehingga untuk menutupi kesedihannya dua bersyair:

Sedih menyelimuti hatiku,

karena aku terbelenggu di balik jeruji besi,

Bila engkau melepaskan besi yang membelenggu diriku ini,

Niscaya akan aku raih syahid dalam perang,

Dulu diriku kaya akan harta dan kawan,

Namun kini mereka meninggalkan ku sebatang kara,

Tubuhku kering karena sengatan matahari,

Kuperbaiki timbangan yang rusak,

Hanya ampunan Allah yang kuharapkan,

Syairnya itupun didengar oleh istri Sa’ad bin Waqqash. Abu Mihjan pun memohon agar istri Sa’ad bin Waqash itu mau melepaskan dirinya agar bisa ikut berperang bersama pasukan muslim dan dia berjanji jika tidak mendapatkan mati syahid di medan perang, maka ia akan kembali lagi ke dalam kurungannya tersebut.

Mendengar kesungguhan dan kesedihan Abu Mihjan, ditambah dengan kondisi pasukan kaum muslimin yang sedang terdesak, maka istri Sa'ad melepas belenggu nya dan meminjamkan Balqa', kuda hitam milik panglima. Kemudian setelah menutup kepala dan wajahnya sehingga tinggal matanya yang kelihatan, doa memacu kudanya ke medan perang. 

Kemunculannya tidak dikenali. Tetapi terlihat jelas tidak ada rasa takut sedikitpun dari orang itu. Seluruh mata kaum muslimin yang ada di medan perang itupun memandangnya dengan penuh kagum dan bertanya-tanya, siapakah orang tersebut. Dia adalah Abu Mihjan Al-Tsaqafi, ksatria pemabuk pengejar syahid.

Sa’ad bin Waqqash yang melihat hal itu pun sangat senang karena datangnya bantuan, walaupun hanya satu orang saja, namun kekuatannya sebanding dengan seribu orang. Sa’ad bin Waqash pun bergumam, “Jika Abu Mihjan tidak ada di dalam jeruji kurungannya, maka aku sangat yakin bahwa orang itu adalah dia, dan apabila Balqa’ tidak ada di kandangnya, maka aku sangat yakin bahwa kuda yang ditungganginya itu adalah Balqa’. “

Barisan musuh pun mulai kocar-kacir, dan memacu kembali semangat untuk menggempur habis-habisan pasukan Persia. Hingga akhirnya pimpinan pasukan Persia panglima Rustum berhasil dibunuh oleh seorang prajurit muslim, Hilal bin Ullafah.

Ajaibnya, setelah perang Qadisiyah ini kebiasaan minum arak Abu Mihjan pun berhenti. Padahal Sa'ad bin Abi Waqash sempat berpikir, bila Abu Mihjan minum lagi akan dibiarkan...

Kasus seperti ini, pertolongan Allah melalui orang fajir, ahli maksiat sudah pernah didawuhkan nabi. Nabi Saw pun bersabda, “Berdirilah wahai fulan (yakni Bilal), serukanlah: Tidak akan masuk surga melainkan seorang mukmin. Allah mungkin saja menolong agama ini melalui laki-laki fajir (ahli maksiat).” 

(HR. Bukhari dan Muslim).

Kasus ini mungkin terjadi ketika orang orang shalih dan yang sudah berjanji setia (berbaiat) tidak serius dalam berjuang. Sedang leyeh-leyeh menikmati gemerlapnya dunia, sehingga tidak sur'atul istijabah tapi otw, oke tunggu wae.

Wallahua'lam bi shawab