Rabu, 25 September 2019

Petunjuk : Buatlah  Editorial  berdasarkan  sajian gambar yang tersedia. Anda boleh memilih gambar yang disukai yang memberikan inspirasi dalam penulisan. Gambar itu memberikan dorongan kepada anda untuk menemukan masalah yang ada didalamnya. Jadikan masalah itu dalam tulisan editorial. Buatlah judul editorial yang sesuai dengan kupasan, lengkapilah dengan data secukupnya serta kemukakan argumen yang mendukungnya.




Editorial - Tajuk Rencana

Editorial

Tulisan yang ada di koran atau majalah yang merupakan pendapat redaksi tersebut terhadap masalah yang ada di masyarakat, yang masalah itu bisa berupa hal faktual, fenomenal, atau kontroversial yang ditulis secara ilmiah- eksposisi (ekspositoris) yang menjelaskan, mengklarifikasi yang paragrafnya dikembangkan berupa contoh, definisi, perbandingan, yang strukturnya dimulai dengan kalimat tesis diikuti argumentasi dan diakhiri dengan penegasan. Nama lain editorial adalah tajuk rencana.


contoh editorial

 Kado Tahun Baru dari Pertamina

Pertamina mengirim kado tahun baru yang pahit kepada masyarakat. Menaikkan harga elpiji tabung 12 kg lebih dari 50 persen. Akibatnya sampai di tingkat konsumen hargnya menjadi Rp 125.000,00 hingga 123.000,00. Bahkan di lokasi yang relatih jauh dari pangkalan mencapai Rp 150.000,00.

Sungguh kenaikan harga itu merupakan kado yang tidak simpatik tidak bijak dan tidak logis. Masyarakat konsumen menjadi terkaget kaget, karena kenaikan tanpa didahului sosialisasi. Pertamina memutuskan secara sepihak seraya mengiringinya dengan alasan yang terkesan logis. Merugi Rp 22 triliun selam 6 tahun sebagi dampak kenaikan harga di pasar internasional serta melemahnya nilai tukar ruoiah terhadap dolar AS.

contoh berita 

Disertasi doktor Abdul Aziz tentang konsep 'Milk al-Yamin' sebagai keabsahan hubungan seksual non-marital atau di luar pernikahan menjadi kontroversi. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Yudian Wahyudi menilai, isi disertasi Abdul Aziz tidak cocok diterapkan di Indonesia.

"Tidak cocok untuk di Indonesia, khususnya umat Islam atau bangsa Indonesia secara keseluruhan," kata Yudian Wahyudi di Kampus UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Dikutip dari Antara, Selasa (3/9)

Hal itu disampaikan Yudian, untuk meluruskan kontroversi yang muncul terkait disertasi mahasiswa Program Doktor UIN Sunan Kalijaga, Adul Aziz yang berjudul "Konsep Milk Al-Yamin: Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non Marital".

Menurut Yudian, dewan penguji meluluskan disertasi Abdul Aziz dengan nilai sangat memuaskan bukan berarti serta merta sepakat konsep 'Milk Al-Yamin' diterapkan di Indonesia.

Meski demikian, Abdul Aziz sebagai peneliti dinilai objektif dalam mengkaji dan mengkritisi pendapat dari intelektual muslim asal Suriah Muhammad Syahrur, baik dari segi linguistik maupun pendekatan gender.

Jika ingin diberlakukan, pandangan Syahrur harus ditambah akad nikah, wali, saksi dan mahar. Konsekuensinya, kata-kata Syahrur "jika masyarakat menerima", maka harus mendapatkan legitimasi dari ijmak.

"Dalam konteks Indonesia dibuat usulan melalui MUI kemudian dikirim ke DPR, agar disahkan jadi Undang-Undang. Tanpa proses ini tidak dapat diberlakukan di Indonesia," kata dia.

Salah satu penguji disertasi Abdul Aziz, Prof Euis Nurlaila mengatakan disertasi itu merupakan kajian ilmiah atas pemikiran Syahrur. Abdul Aziz memahami bahwa konsep 'Milk Al-Yamin' hubungan seksual di luar pernikahan diperbolehkan dalam Islam.

Dalam disertasinya, Abdul menekankan bahwa Syahrur mengembangkan konsep ini untuk diterapkan di masa sekarang dalam beberapa bentuk pernikahan atau tepatnya hubungan seksual seperti nikah misyar, nikah pertemanan atau lainnya.

"Tujuan Syahrur dalam pemahaman penulis (Abdul Aziz) adalah untuk melindungi institusi perkawinan yang diagungkan Syariat Islam untuk menjadi keluarga yang sakinah, bahagia dan damai," kata dia.

Sementara itu, Alimatul Qibtiyah, penguji disertasi Abdul Aziz lainnya, menilai pemikiran Syahrur mengakui konsep 'Milk Al-Yamin' problematis terutama jika dilihat dari perspektif kesetaraan gender.

Perspektif yang digunakan Syahrur, menurut dia, lebih menekankan kriteria perempuan yang boleh dinikahi secara non-marital (nikah hanya untuk kepuasan seksual).

"Tidak melihat dampak yang ditimbulkan terhadap istri pertama (istri yang ada di rumah), kesehatan reproduksi, hak-hak anak, dan hak-hak perempuan dari pernikahan non-marital," kata dia.

Promotor disertasi Abdul Aziz, Prof Khoirudin Nasution menjelaskan dalam disertasi yang ditulis Abdul Aziz, konsep Milk Al Yamin yang dicetuskan oleh Muhammad Syahrur mencoba mengontekstualisasikan dalam kehidupan kontemporer sekarang dengan beberapa perkawinan yang bertujuan memenuhi kebutuhan biologis yakni nikah al-mut'ah, nikah al-muhallil, nikah al-'irfi, nikah al-misfar, nikah friend, serta nikah al-musakanah.

Nikah-nikah sejenis itu, menurut dia, umum dilakukan orang-orang Eropa, termasuk Rusia, di mana Syahrur hidup lama. Secara hermeneutika konteks inilah yang menginspirasi pandangan Syahrur.

"Jenis-jenis nikah ini telah ada dalam tradisi Muslim dengan hukum kontraversial. Ada ulama yang membolehkan, dan ada Muslim yang mengamalkan. Sebaliknya ada ulama yang mengharamkan," kata Khoirudin.

Khoirudin mengatakan dalam konsepnya, Syahrur ingin menyampaikan pesan agar masyarakat tidak begitu mudahnya menyebut atau menuduh orang berzina. Sebab syarat pembuktian zina sesuai Kitab Suci Alquran sangat ketat dan harus disaksikan empat orang saksi.

"Syahrur ingin mengubah hukum zina yang didasarkan pada sentimen pribadi (politik), bukan atas pembuktian," kata dia.

Sayangnya, lanjut Khoirudin, dalam abstrak disertasi Abdul Aziz tidak menulis kritik tersebut. Abdul, kata dia, justru menyebut konsep Syahrur ini sebagai teori baru dan dapat dijadikan justifikasi keabsahan hubungan seksual non-marital.

"Kalimat terakhir ini juga menjadi bagian dari keberatan tim penguji promosi. Selanjutnya, tim meminta Abdul Aziz menyempurnakan abstrak untuk disesuaikan dengan isi disertasi," kata dia.

Sementara itu, saat dimintai konfirmasi Abdul Aziz yang juga dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta menjelaskan bahwa latar belakang disertasi itu ditulis antara lain untuk merespons fenomena kriminalisasi hubungan seksual non-marital, yang dicontohkan dalam kasus perajaman di aceh karena zina pada 1999.

Contoh lainnya, di Ambon di mana anggota laskar jihad dihukum mati karena dianggap zina. Demikian pula dibanyak tempat di luar negeri seperti di Nigeria. Semua itu merupakan fenomena yang berangkat dari menstigma hubungan seksual di luar nikah.

"Dari situlah saya merasa ada kegelisahan intelektual ya. Untuk mengangkat sebuah tema yang berkaitan dengan konsep seksualitas manusia. Betulkah sekejam itu hukuman bagi manusia yang melakukan hubungan seksual nonmarital," kata dia. 

Senin, 26 Agustus 2019

Membedakan Teks Cerita Sejarah dan Teks Sejarah

Cermatilah  teks berikut! Temukan ciri khas pada kedua teks itu!

Apa perbedaan  teks  cerita sejarah dan teks sejarah ?

Teks 1

Sebelas November 1785, keluarga kraton Ngayogyakarta Hadiningrat berbahagia. Hamengku Buwono III (HB-III), hari itu, mempunyai anak pertama yang dinamai Antawirya. Konon Hamengkubuwono I (HB-I) sangat tertarik pada cicitnya itu. Ia, katanya, akan melebihi kebesarannya. Ia akan memusnahkan Belanda. Antawirya dibesarkan di Tegalrejo dalam asuhan Ratu Ageng, istri HB-I. Di sana ia belajar mengaji Quran dan nilai-nilai Islam. Tegalrejo juga memungkinkannya untuk lebih dekat dengan rakyat. Spiritualitasnya makin terasah dengan kesukaannya berkhalwat atau menyepi di bukit-bukit dan gua sekitarnya.
Hal demikian membuat Antawirya semakin tak menikmati bila berada di kraton yang mewah, dan bahkan sering  mengadakan acara-acara model Barat. Termasuk dengan pesta mabuknya. Kabarnya, Antawirya hanya "sowan" ayahnya dua kali dalam setahun. Yakni saat Idul Fitri dan 'Gerebeg Maulid".
Antawirya kemudian bergelar Pangeran Diponegoro. Ia tumbuh sebagai seorang yang sangat disegani. Ayahnya hendak memilihnya sebagai putra mahkota. Ia menolak. Ia tak dapat menikmati tinggal di istana. Ia malah menyarankan ayahnya agar memilih Djarot, adiknya, sebagai putra mahkota. Ia hanya akan mendampingi Djarot kelak.
Pada 1814, Hamengku Buwono III meninggal. Pangeran Djarot, yang baru berusia 13 tahun, diangkat menjadi Hamengku Buwono IV. Praktis kendali kekuasaan dikuasai Patih Danurejo IV -seorang pro Belanda dan bahkan bergaya hidup Belanda.
Perlahan kehidupan kraton makin menjauhi suasana yang diharapkan Diponegoro. Apalagi setelah adiknya, Hamengku Buwono IV meninggal pada 1822. Atas inisiatif Danurejo pula, Pangeran Menol yang baru berusia 3 tahun dinobatkan menjadi raja. Makin berkuasalah Danurejo. Saran-saran Diponegoro tak digubris.

Teks 2
Ontowiryo, anak laki sepuluh tahun nan cakep ini- yang dikenal rakyat sekitar Tegalrejo sebagai Seh Ngabdulrohim dan kelak terkenal antero Nusantara sebagai Pangeran Diponegori-berlaki-lari keder di pematang sawah Mantra, setelah menyeberangi Kali Winongo, menuju ke puri tempat tinggal nenek buyutnya, Ratu Ageng, permaisuri Sultan Hamengku Buwono I yang biasa disebut Sultan Swargi.
Dari kejauhan Ratu Ageng yang mengasuh Ontowiryo sejak bayi, sudah melihat cucu-cicitnya berlari-lari begitu. Dalam caranya berlari, sang nenek menyimpulkan, bahwa ada hal istimewa yang pasti akan diperkatakan oleh cucunya itu.
Setiba di rumah, Ontowiryo mengempas badan, ndeprok, terengah-engah, keringat membasahi sekujur tubuh. Dan melihat itu, Ratu Ageng tertawa, juga merengut, merasa lucu.
Kata Ratu Ageng,"Kamu kenapa,Wir? Kailmu mana?Kok Kamu terbirit-birit seperti baru melihat setan.”
"Memang," sahut Ontowiryo bersemangat untuk meyakinkan nenek buyutnya."Aku memang baru melihat setan,Nek."
Ratu Ageng tertawa. Dalam hatinya berlangsung rasa maklum, bahwa anak-anak seusia Ontowiryo yang baru berusia sepuluh tahun pada 1795 ini, lumrah dibayang-bayangi oleh berbagai fantasi. Oleh karena itu berkata dia mencandai cucunya,"O ya?Kamu melihat setan ya?"
Ontowiryo merasa diremehkan. Katanya tawar namun tetap bersemangat untuk meyakinkan,"Kok Nenek tidak percaya?"
"Tidak," sangkal Ratu Ageng untuk menyenangkan hati Ontowiryo. Dan, kencati begitu, Ratu Ageng menggurauinya. "Tapi setannya seperti apa? Gundul apa gondrong, Wir?"
Merasa terus dicandai. Ontowiryo pun berkata gregetan, "Aku bersungguh-sungguh, Nek."
"Ya, ya, Nenek tahu," kata Ratu Ageng.
Ontowiryo makin serius. "Sungguh, Nek. Aku melihat setan di seberang sungai sana."



Kegiatan

Tunjukkan/temukan  kata atau kelompok kata yang menunjukkan  hal yang lampau?
Teks manakah yang menggunakan kalimat langsung?  Bisakah menemukan ciri kalimat langsung?
Adakah dialog pada teks itu? lebih banya pada teks 1 ataukah teks2; manakah yang teks cerita sejarah dan manakah yang teks sejarah?
Bisakah membedakan dan memberi contoh kata kerja tindakan dan kata kerja keinginan atau cita-cita?
Adakah hal yang dirasakan secara emosional pada teks itu? berikan contoh dengan mengutip kalimat yang menunjukkan hal yang dirasakan!
Berikan contoh kata penunjuk  waktu pada teks tersebut!



Cermati teks di bawah ini. Adakah ciri kebahasaan teks cerita sejarah pada teks di bawah ini? Tunjukkan hal itu!

Gedung inilah bekas kamar yang dihuni pejuang kemerdekaan. Dahulu  bangunan ini dijadikan penjara namun kini digunakan menyimpan arsip negara. Pemerintah mulai membangun bagian penting di dalamnya, agar generasi muda dapat merasakan betapa sulit untuk mencapai kemerdekaan. Suasa ketegaran pejuang yang menyatu dengan kesabaran dapat dibangkitkan melalui gedung ini. Pendahulu kita berkata, "Cintai pahlawah, hargai jasa mereka."


Struktur Cerita Sejarah

Struktur  Cerita  Sejarah

Cerita sejarah memiliki struktur yang sama dengan karya cerita yang lain, seperti plot atau alur novel, cerpen. Pada umumnya dimulai dengan pengenalan/orientasi dan diakhiri dengan penyelesaian. 

Novel sejarah termasuk genre teks cerita ulang.  Novel sejarah juga mempunyai struktur teks yang sama dengan struktur novel lainnya, yaitu 1)orientasi, 2)pengungkapan peristiwa, 3)menuju konflik, 4)puncak konflik, 5)penyelesaian, 6)koda

1 Pengenalan Situasi Cerita, Exposition, Orientasi
2 Pengungkapan Peristiwa
3 Menuju Konflik, Rising Action
4 Puncak Konflik, Turning Point, Komplikasi
5 Penyelesaian, Evaluasi, Resolusi
6 Koda

Penjelasan
1  Pengenalan Situasi Cerita, Exposition, Orientasi : pengarang mengenalkan, waktu tempat, peristiwa,tokoh, hubungan antartokoh
2  Pengungkapan Peristiwa: Disajikan peristiwa awal yang menimbulkan masalah/pertentangan
3  Menuju Konflik, Rising Action: Terjadi peningkatan kehebohan, keterlibatan situasi yang menyebabkan  kesulitan tokoh
4   Puncak Konflik, Turning Point, Komplikasi: Ini bagian cerita yang paling besar atau mendebarkan, bisa ada perubahan nasib beberapa tokoh atau, berhasil / gagal menyelesaikan masalah
5   Penyelesaian, Evaluasi, Resolusi: Penjelasan atau penilaian  tentang sikap, nasib  yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Wujud akhir dari kondisi itu.
6   Koda : Komentar keseluruhan isi cerita yang fungsinya sebagai penutup.



Pahlawan cerpen karya Mohtar Lubis berlatar peristiwa Permesta

Cerita Sejarah
Membaca cerita pendek berlatar kesejarahan
Pemberontakan Permesta di Sulawesi Utara  menginspirasi Mohtar Lubis untuk menulis cerpen berjudul  Pahlawan


Bagian 1
Sewaktu aku masih dalam tahanan rezim Soekarno di Rumah Tahanan Militer di Jalan Budi Utomo, Jakarta, telah kudengar namanya dan cerita kepahlawanannya. Mayor Lintang, seorang komandan pasukan Permesta yang gagah berani, seorang pemimpin perang gerilya yang licin dan mahir. Ceritanya saya dengar dari beberapa anggota Permesta yang ditahan di Rumah Tahanan Militer. Mereka mengatakan, setelah pasukan pasukan pusat mendarat di Minahasa, dan pasukan-pasukan Permesta mengundurkan diri ke pegunungan, Mayor Lintang membawa pasukannya ke daerah di sekeliling danau.
Di sana dia berhasil bertahan hampir dua tahun, dan tiap kali pasukan pusat mencoba masuk senantiasa terpukul mundur kembali oleh Mayor Lintang. Ada keistimewaan pasukan Mayor Lintang, cerita mereka pada saya, yaitu pasukan wanitanya. Terdiri dari putri berumur antara 18 hingga 25 tahun. Dan mereka benar-benar ikut berperang, bukan untuk jadi mainan pasukan lelaki. Aduh, jangan coba-coba main dengan mereka, pasti akan dihantam oleh komandan mereka, Letnan Nita. Aduh, galaknya bukan main, tidak takut pada siapa juga. Pandai menembak dengan pistol, senapan, main sangkur, bisa berkelahi dengan tangan kosong, malah dia lebih tahan jalan atau berlari, naik turun gunung daripada prajurit lelaki. Dan herannya dia tetap perempuan, menggairahkan, tetapi jangan coba-coba. Sudah banyak teman-teman yang coba-coba kena tempeleng dan tendangannya. Dia juga menjaga anak buahnya amat kuatnya. Pendeknya pasukan wanita itu tidak ada yang berani ganggu. Sekali waktu ada anak baru datang, dan mencoba mengganggu anak buahnya. Terus saja Letnan Nita menariknya dan tidak ada ampun Nita menendang anunya dengan sepatu raidernya. Anak itu jatuh pingsan. Dan mereka tertawa teringat pada kejadian yang begitu lucu di mata mereka.
Seandainya Mayor tidak tewas tertembak dalam satu pertempuran menghadang pasukan pusat, belum tentu seluruh Minahasa dapat direbut oleh pasukan pusat, kata mereka. Wah, kalau Pak Lintang memang jago Pak, hebat sekali. Pahlawan!
Cerita ini kudengar di tahun 60-an, dan kemudian aku dipindahkan ke berbagai tempat tahanan lain, lalu pecah pemberontakan Gestapu/PKI yang gagal, dan kami tahanan politik rezim Soekarno dibebaskan, dan aku penuh kesibukan baru, sering bekerja ke luar negeri, dan cerita kepahlawanan Mayor Lintang hilang dari ingatanku.

Bagian 2
Sejak semula perempuan muda itu memang suka datang main tenis di lapangan tenis tempat kami main, dan saya merasa senang padanya. Sikapnya baik. Orangnya periang, suka lelucon dan tertawa. Dia nyaris cantik, tetapi garis bibirnya yang terlalu lurus memberikan semacam kekerasan pada wajahnya, yang hanya hilang dan membuat muka menarik, jika dia teresenyum atau tertawa. Akan tetapi jika wajahnya biasa, maka garis bibirnya mengubah  wajahnya. Seakan ada dua orang dalam dirinya dengan pribadi yang saling berlainan. Yang satu keras, pendiam, sedang yang sebuah lagi lembut, periang, bergairah, matanya coklat tua, bundar dan besar, giginya putih dan kuat. Dan dia main tenis agresif seperti laki laki. Biasanya, dia tidak bertahan, tetapi menyerang senantiasa. Dia tidak menunggu bola, tetapi menyerang bola yang datang padanya, mengayunkan tangannya jauh ke belakang, dan memukul bola dengan tenaga ketika mengayunkan raketnya dalam pukulan drive tangan kenannya. Pukulan backhandnya juga menyerang, dipukulnya dengan keras dan tajam. Dia selalu bergerak di lapangan, seakan dia kelebihan tenaga , yang harus dipergunakan dan dikeluarkannya, kalau tidak dapat meledak dalam dirinya sendiri.
Aku senang main dengan dia, baik sebagai lawan maupun partnernya. Jika main dalam mixed double, tak ada pasangan lain dapat mengalahkan kami. Karena aku juga punya gaya main seperti dia. Lebih senang menyerang daripada bertahan, dan memukul bola dengan penuh tenaga. Dia kurang suka main volley, dan karena itu aku yang menjaga di depan jaring jika kami berpasangan, dan dia menjaga lapangan di belakang.
Beberapa bulan sejak dia ikut main dengan club kami, dia datang teratur, dan hubungan kami hanya sebagai sesama anggola club, dan senang main bersama. Baru perlahan-lahan dia mulai berbicara tentang dirinya. Yang pertama diceritakannya padaku adalah, bahwa dia keponakan kawan saya. Seorang kawan yang amat akrab dengan saya telah lama sekali.
“Aduh, Tina,” kataku, “mengapa tak kaukatakan dari semula. Saya berani bertaruh dari semula kau sudah tahu siapa aku.”
“Tentu saja,” katanya, “Waktu aku di SMA sudah harus baca buku Bapak.”
“Mengapa tidak mengatakan padaku kau ponakan dia?”
“Ah, malu, nanti Bapak menyangka saya mau dekat-dekat, minta diaku.”
“Saya senang kalau kau merasa dekat dengan saya. Pamanmu itu sudah sama seperti saudara saya. Nah, mulai sekarang jangan malu-malu atau segan-segan lagi,ya.”
Sejak itu dia jadi lebih dekat. Mulai mau menceritakan berbagai pengalamannya. Umpamanya dia menceritakan kurang senang dengan Aziz, anggota club tenis kami, orang muda, telah kawin, dan selalu ingin tiap main, dia dan partnernya harus menang. Diajuga menganggap dirinya seorang lelaki yang jantan, dan tak seorang wanita pun tua atau muda yang dapat menolaknya, jika dia mau mereka. “Aku gemas melihatnya, congkak benar dengan kelelakiannya”, kata Tina. “Dia sudah coba-coba memegang aku, memeluk bahuku. Sekali, pura—ura bercanda. Aku kesal, eh, muak melihat kelakuannya.”
“Kau mau aku bicara dengan dia, memberinya sedikit nasihat?” tanyaku.
“Ah, tak usahlah, biar aku sendiri yang menelesaikannya,” katanya.

cermati  dua bagian teks di atas
Tulislah di mana terjadinya peristiwa itu?
Siapa saja pelaku yang terlibat dalam cerita itu?
Kapankah peristiwa itu terjadi?


Kamis, 15 Agustus 2019

Sejarah Perang Diponegoro


Perang Diponegoro (tahun 1825 - 1830)


Sebelas November 1785, keluarga kraton Ngayogyakarta Hadiningrat berbahagia. Hamengku Buwono III (HB-III), hari itu, mempunyai anak pertama yang dinamai Antawirya. Konon Hamengkubuwono I (HB-I) sangat tertarik pada cicitnya itu. Ia, -katanya-, akan melebihi kebesarannya. Ia akan memusnahkan Belanda.

Antawirya dibesarkan di Tegalrejo dalam asuhan Ratu Ageng, istri HB-I. Di sana ia belajar mengaji Quran dan nilai-nilai Islam. Tegalrejo juga memungkinkannya untuk lebih dekat dengan rakyat. Spiritualitasnya makin terasah dengan kesukaannya berkhalwat atau menyepi di bukit-bukit dan gua sekitarnya. Hal demikian membuat Antawirya semakin tak menikmati bila berada di kraton yang
mewah, dan bahkan sering mengadakan acara-acara model Barat. Termasuk dengan pesta mabuknya. Kabarnya, Antawirya hanya "sowan" ayahnya dua kali dalam setahun. Yakni saat Idul Fitri dan "Gerebeg Maulid".

Antawirya kemudian bergelar Pangeran Diponegoro. Ia tumbuh sebagai seorang yang sangat disegani. Ayahnya hendak memilihnya sebagai putra mahkota. Ia menolak. Ia tak dapat menikmati tinggal di istana. Ia malah menyarankan ayahnya agar memilih Djarot, adiknya, sebagai putra  mahkota. Ia hanya akan mendampingi Djarot kelak.

Pada 1814, Hamengku Buwono III meninggal. Pangeran Djarot, yang baru berusia 13 tahun, diangkat menjadi Hamengku Buwono IV. Praktis kendali kekuasaan dikuasai Patih Danurejo IV -seorang pro  Belanda dan bahkan bergaya hidup Belanda. Perlahan kehidupan kraton makin menjauhi suasana yang diharapkan Diponegoro. Apalagi setelah adiknya, Hamengku Buwono IV meninggal pada 1822. Atas inisiatif Danurejo pula, Pangeran Menol yang baru berusia 3 tahun dinobatkan menjadi raja. Makin berkuasalah Danurejo.

Saran-saran Diponegoro tak digubris. Danurejo dan Residen Yogya A.H. Smissaert malah berencana membuat jalan raya melewati tanah Diponegoro di Tegalrejo. Tanpa pemberitahuan, mereka mematok-matok tanah tersebut. Para pengikut Diponegoro mencabutinya. Diponegoro minta Belanda untuk mengubah rencananya tersebut. Juga untuk memecat Patih Danurejo. Namun, pada 20 Juli 1825, pasukan Belanda dan Danurejo IV mengepung Tegalrejo. Diponegoro telah mengungsikan warga setempat ke bukit-bukit Selarong. Di sana, ia juga mengorganisasikan pasukan. Pertempuran pun pecah.

Upaya damai dicoba dirintis. Belanda dan Danurejo mengutus Pangeran Mangkubumi -keluarga  kraton yang masih dihormati Diponegoro. Namun, setelah berdialog, Mangkubumi justru  memutuskan bergabung dengan Diponegoro. Gubernur Jenderal van der Capellen memperkuat  pasukannya di Yogya. Namun 200 orang tentara itu, termasuk komandannya Kapten Kumsius, tewas di Logorok, Utara Yogya, atas terjangan pasukan Diponegoro di bawah komando Mulyosentiko.

Dalam pertikaian ini, dua kraton Surakarta -Paku Buwono dan Mangkunegoro berpihak pada Belanda. Pasukan pimpinan Tumenggung Surorejo dapat menghancurkan pasukan bantuan Mangkunegoro. Di Magelang, pasukan Haji Usman, Haji Abdul Kadir mengalahkan tentara Belanda dan Tumenggung Danuningrat. Danuningrat tewas di pertempuran itu.

Di Menoreh, Diponegoro sendiri memimpin pertempuran yang menewaskan banyak tentara Belanda dan Bupati Ario Sumodilogo. Markas Prambanan diduduki. Meriam-meriam Belanda berhasil  dirampas. Di daerah Bojonegoro-Pati-Rembang, pihak Belanda ditaklukkan pasukan rakyat Sukowati
pimpinan Kartodirjo. Pertahanan Belanda di Madiun dihancurkan pasukan Pangerang Serang dan pangeran Syukur. Belanda kemudian mendatangkan pasukan Jenderal van Geen yang terkenal kejam di Sulawesi Selatan.

Dalam pertempuran di Dekso, SentotAlibasyah menewaskan hampir semua pasukan itu. Van Geen, Kolonel Cochius serta Pangeran Murdoningrat dan Pangeran Panular lolos. Murdoningrat dan Panular kembali menyerang Diponegoro. Kali ini bersama Letnan Habert. Di Lengkong, mereka bentrok. Habert tewas di tangan Diponegoro sendiri. Pasukan Surakarta yang sepakat melawan Diponegoro dihancurkan di Delanggu. Benteng Gowok yang dipimpin Kolonel Le Baron, jatuh dalam serbuan 15-16 Oktober 1826. Diponegoro tertembak di kaki dan dada dalam pertempuran itu. Pasukan Sentot Alibasyah yang tinggal selangkah merebut kraton Surakarta dimintanya mundur. Tujuan perang, kata Diponegoro, adalah melawan Belanda dan bukan bertempur sesama warga.

Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya. Pemberontakan Paderi di Sumatera Barat, untuk  sementara dibiarkan. Sekitar 200 benteng telah dibangun untuk mengurangi mobilitas pasukan Diponegoro. Perlahan langkah tersebut membawa hasil. Dua orang panglima penting Diponegoro tertangkap. Kyai Mojo tertangkap di Klaten pada 5 Nopember 1828. Sentot Alibasyah, dalam posisi terkepung, menyerah di Yogya Selatan pada 24 Oktober 1829.

Diponegoro lalu menyetujui tawaran damai Belanda. Tanggal 28 Maret 1830, Diponegoro disertai lima orang lainnya (Raden Mas Jonet, Diponegoro Anom, Raden Basah Martonegoro, Raden Mas Roub dan Kyai Badaruddin) datang ke kantor Residen Kedu di Magelang untuk berunding dengan Jenderal De Kock. Mereka disambut dengan upacara militer Belanda. Dalam perundingan itu, Diponegoro menuntut agar mendapat "kebebasan untuk mendirikan negara sendiri yang merdeka bersendikan agama Islam."

De Kock melaksanakan tipu muslihatnya. Sesaat setelah perundingan itu, Diponegoro dan  pengikutnya dibawa ke Semarang dan terus ke Betawi. Pada 3 Mei 1830, ia diasingkan ke Manado, dan kemudian dipindahkan lagi ke Ujungpandang (tahun 1834) sampai meninggal. Di tahanannya, di Benteng Ujungpandang, Diponegoro menulis "Babad Diponegoro" sebanyak 4 jilid dengan tebal  1357  halaman.

Pergolakan rakyat pimpinan Diponegoro telah menewaskan 80 ribu pasukan di pihak Belanda -baik warga Jawa maupun Belanda dan telah menguras keuangan kolonial. Hal demikian mendorong  Belanda untuk memaksakan program tanam paksa yang melahirkan banyak pemberontakan baru dari kalangan ulama. Di Jawa, para pengikut Diponegoro seperti Pangeran Ario Renggo terus melancarkan perlawanan meskipun secara terbatas.  (selesai)


Jumat, 02 Agustus 2019

Pramoedya Ananta Toer - Penulis produktif berlatar sejarah revolusi

Novel karya Pramoedya Ananta Toer menghantam tradisi Jawa yang feodalis

Sebut saja nama Pramoedya Ananta Toer, maka kontroversi akan lahir dengan sendirinya. Pram, demikian ia akrab disapa, memang pribadi yang bersegi-segi. Sejumlah kecaman dan segudang pujian, sejumlah kekesalan dan sejumlah keharuan, kehalusan dan kekeraskepalaan. Banyak suara berbeda, pendapat beragam, dialamatkan kepadanya. Namun satu hal adalah tidak mungkin menghadirkan sejarah sastra Indonesia tanpa menyertakan namanya.
Kemunculannya dalam khasanah sastra Indonesia ditandai oleh cerpen-cerpen dan novel-novelnya. Ketika ia kemudian menerbitkan novel "Keluarga Gerilya", tidak bisa tidak namanya tercantum dalam daftar sastrawan Indonesia terkemuka pada era revolusi kemerdekaan. Dalam rrevolusi kemerdekaan itu pula Pramoedya terlibat aktif bukan hanya sebagai pengarang, melainkan pula sebagai serdadu. Ia kemudian dijebloskan Belanda ke dalam tahanan. Novel Keluarga Gerilya lahir dari pengalamannya menjalani tahanan Belanda. Kelak di kemudian hari ia akan bertemu kembali dengan penjara. Namun, bukan penjara penjajah Belanda melainkan penjara negara Republik Indonesia. Di penjara ini pula kelak lahir novel-novelnya yang menggegerkan, yakni Bumi Manusia.
Novel-novel sejarah karya Pramoedya sebagai novelis sejarah terbesar di Indonesia, karena hingga kini tak banyak sastrawan Indonesia yang menulis novel dengan latar sejarah sebanyak dan seintensif Pramoedya. Pada gilirannya merupakan tantangan bagi ilmu sejarah dan kegiatan penelitian sejarah di Indonesia yang hingga kini belum menemukan hasil sekukuh dan semantap novel novel Pramoedya. Sejarah Indonesia sebagai fakta dan sebagai cerita masih merupakan wilayah yang belum dibuka untuk dipercakapkan dengan kritis dan sungguh-sungguh. Bahasa Indonesia Pramoedya masih terasa kemelayu-melayuan. Namun mengherankan, dengan bahasa Indonesia yang tidak semodern Chairil Anwar, Pramoedya dapat menulis novel tak putus-putus demikian banyaknya dengan tetap memikat dan mencuri hati pembaca.
Bagi kaum muda, Pramoedya bisa dijadikan teladan dalam produktivitas dan api kreativitas yang tak kunjung padam dihantam berbagai prahara. Lewat berbagai tokoh cerpen dan novel-novelnya, kita berhadapan juga dengan tokoh-tokoh yang tak putus dirundung malang, dihantam cobaan, digerus angin sejarah dan kekuasaan, namun selalu tegak bertahan bahkan beberapa di antara mereka dijemput kematian. Dalam kenyataan, sebagian besar tokohnya menyanyikan kecintaaan terhadap negerinya walaupun tak putus-putusnya bertepuk sebelah tangan. -Agus R Sarjono-

Masa kecil Pangeran Diponegoro

Ontowiryo  -   nama kecil  Pangeran  Diponegoro

Masa kecil  Pangeran  Diponegoro yang ditulis ulang oleh  Remy Sylado - sastrawan dari Menado, pernah mendapat hadiah  sastra dari   keluarga  Aburizal  Bakry


Ontowiryo, anak laki sepuluh tahun nan cakep ini- yang dikenal rakyat sekitar Tegalrejo sebagai Seh Ngabdulrohim dan kelak terkenal antero Nusantara sebagai Pangeran Diponegori-berlaki-lari keder di pematang sawah Mantra, setelah menyeberangi Kali Winongo, menuju ke puri tempat tinggal nenek buyutnya, Ratu Ageng, permaisuri Sultan Hamengku Buwono I yang biasa disebut Sultan Swargi.

Dari kejauhan Ratu Ageng yang mengasuh Ontowiryo sejak bayi, sudah melihat cucu-cicitnya berlari-lari begitu. Dalam caranya berlari, sang nenek menyimpulkan, bahwa ada hal istimewa yang pasti akan diperkatakan oleh cucunya itu.

Setiba di rumah, Ontowiryo mengempas badan, ndeprok, terengah-engah, keringat membasahi sekujur tubuh. Dan melihat itu, Ratu Ageng tertawa, juga merengut, merasa lucu.
Kata Ratu Ageng,"Kamu kenapa,Wir? Kailmu mana?Kok Kamu terbirit-birit seperti baru melihat setan."
"Memang," sahut Ontowiryo bersemangat untuk meyakinkan nenek buyutnya."Aku memang baru melihat setan,Nek."
Ratu Ageng tertawa. Dalam hatinya berlangsung rasa maklum, bahwa anak-anak seusia Ontowiryo yang baru berusia sepuluh tahun pada 1795 ini, lumrah dibayang-bayangi oleh berbagai fantasi. Oleh karena itu berkata dia mencandai cucunya,"O ya?Kamu melihat setan ya?"
Ontowiryo merasa diremehkan. Katanya tawar namun tetap bersemangat untuk meyakinkan,"Kok Nenek tidak percaya?"
"Tidak," sangkal Ratu Ageng untuk menyenangkan hati Ontowiryo. Dan, kencati begitu, Ratu Ageng menggurauinya. "Tapi setannya seperti apa? Gundul apa gondrong, Wir?"
Merasa terus dicandai. Ontowiryo pun berkata gregetan, "Aku bersungguh-sungguh, Nek."
"Ya, ya, Nenek tahu," kata Ratu Ageng.
Ontowiryo makin serius. "Sungguh, Nek. Aku melihat setan di seberang sungai sana."
Ratu Ageng tertawa lagi, memberi apresiasi terhadap sikap ngotot cucunya. "Ya," katanya. "Makanya tadi kan Nenek bertanya; setanya gundul apa gondrong?"
Jawab Ontowiryo, "Setannya putih. Jangkung. Membawa bedil."
Ratu Ageng tersenyum. Di mengerti. Katanya. "Yang kamu lihat itu pasti orang Belanda."
Ontowiryo menyerana. Dia menggumam. Tak terdengar oleh neneknya.
"Belanda?"
Ontowiryo memang belum pernah mellihat Belanda datang ke rumah neneknya. Tempat tinggal sang nenek jauh dari kraton, pusat kebudayaan, pusat kekuasaan. Ratu Ageng memilih tinggal di luar kraton karena alasan-alasan yang saling bertautan antara lahir dan batin. dan arkian di tempat seperti itulah Ontowiryo diasuh untuk menjadi cerdik dan cendekia serta menjadi satria dan jatmika.
Di usianya yang sekarang Ontowiryo dituntun untuk memahami Quran, menguasai bacaan-bacaan kebudayaan Jawa, primbon, dan suluk, serta kitab-kita kaweruh, tapi sekaligus dilatih untuk mahir melempar lembing, menganggar keris, berpacu dengan kuda.  Di mata Ratu Ageng, semua kepandaian itu berurusan dengan kewiraan, dan menjadi sisik meliknya kepemimpinan ketika kelak Ontowiryo menjadi hulubalang yang mengomando perang melawan Belanda.
Selama itu memang dia tahu, karena titurkan secara sekilas, baik oleh ayahnya Sultan Hamengku Buwono tentu saja terutama eyang buyutnya Ratu Ageng garwo Sultan Hamengku Buwono I yang mengasuhnya ini, bahwa Belanda jahat. Sungguh pun begitu dia sendiri belum pernah berhadapan langsung muka dengan muka Belanda, dan mengalami tindakan tindakan yang menyakitkannya.
Baru saja dia kaget melihat Belanda di seberang Kali Winongo. Dan, demi melihat ciri ciri sosok Belanda yang tidak sama dengan ciri ciri sosok bangsanya Jawa - yaitu bahwa Belanda berkulit putih, bertubuh jangkung, berambut pirang, dan bermata biru - maka sertamerta membuat Ontowiryo yang terbilang anak-anak ini, tanpa sengaja berfantasi dengan satu perkataan yang justru menyimpulkan seluruh peta kejahatan. Yakni; setan!
Sama sekali tidak dinyana, bahwa baru terjadi tiga puluh tahun mendatang Ontowiryo benar benar menemukan wujud dari perkataan yang baru diucapkannya di bawah fantasinya, yaitu ketika dalam keputusan perang, dia mengatakan dengan geram; "Belanda, setan!"
Tahun-tahun ke arah sana, ke kurun yang tidak akan mungkin lagi diredam oleh kata kata manis - kata kata yang identik dengan kelicikan Belanda - karena api di dalam sekam pada waktu itu sudah demikian panas, sehingga pasti terjadi perang, jauh jauh sudah disadari Ratu Ageng sebagai saat saat bersiaga bagi cucunya untuk menjadi pemimpin yang memimpin bangsanya Jawa melawan kejahatan Belanda.
Itu sebabnya dua pepandaian, pertama yang berurusan dengan batin, dan kedua yang berurusan dengan zahir, demikian tertib diarahkan oleh Ratu Ageng kepada Ontowiryo.

Ratu Ageng bertanggungjawab pada marhum suaminya Pangeran Mangkubumi yang menjadi Sultan Hamengku Buwono I, karena pengasuhan Ontowiryo dipercayakan kepadanya sejak Pangeran Diponegori ini masih bayi.
Takkan dilupan oleh Ratu Ageng, bahwa menjelang azan magrib, ketika suaminya itu sedang duduk berselonjor di prabayasa, terdengan tangis bayi Ontowiryo di buaian bundanya, R.A.Mangkarawati. Suaranya nyaris meraung. Ibu membuat sang sultan terjaga.
Kata sultan kepada Ratu Ageng, "Diajeng, tangisan bayi itu terdengar seperti miris, lebih risau dari makna yang bisa dipahami dari kata kata tuah yang direka oleh seorang kawindra. Kenapa begitu?"
"Entahlah, suamiku raja."
"Coba, Diajeng, bawa ke sini, aku ingin berkata kata kepadanya."
Ratu Ageng masuk, meminta bayi Ontowiryo dari tangan ibunya, lalu membawanya kepada Sultan Hamengku Buwono I. Ketika Ratu Ageng menggendongnya, alih alih tangis bayi yang nyaris meraung itu, mendadak teduh. Ratu Ageng pun menciumnya sambil berjalan ke depan, membawanya ke tentat duduk suaminya. Dan, sebelum Ratu Ageng berkata apa apa, pas di hadapan duli baginda raja, sekonyong bayi itu tertawa riang, suaranya bulat , kering, lucu.
Sultan sendiri terkesima melihat cicitnya yang sulung dari cucunya Hamengku Buwono III yang asma dalem timurnya Raden Mas Suroyo. Berkata dia sambil mengulurkan kedua rangannya kepada Ratu Ageng agar bayi yang berada di gendongan istrinya itu diserahkan kepadanya, "Aneh, tiba tiba anak ini diam dan malah ketawa lucu begini."
"Ya, suamiku raja," kata Ratu Ageng seraya menyerahkan bayi itu kepada suaminya.
Tapi, aneh ula, gegitu bayi ini pindah tangan dari Ratu Ageng ke tangan sang eyang buyut, mendadak kembali Ontowiryo kecil menangis lagi seperti merauh-raun.
"Lo?"
Sultan tertawa. Lekas lekas dia serahkan bayi itu kembali ke tangan istrinya Ratu Ageng. Bersamaan dengan itu pula Ontowiryo kecil langsung berhenti menangis, berlanjut dengan ketawa yang membuat kakek dan neneknya merasa lucu. Sertamerta Sultan menyimpulkan, bahwa kenyataan ini mesti dianggap sebagai bagian dari isyarat alami akan ketentuan garis takdir yang mesti dijalani dengan tanggungjawab.
Kata sultan kepada Ratu Ageng." Akhirnya harus dikatakan, diajeng-lah yang ditentukan takdir untuk mengasuh Ontowiryo, membesarkannya, dan menjaganya baik baik agar menjadi manusia kamil. sebab, ketahuilah, aku mendapat petunjuk dari rohku sendiri, bahwa bayi itu kelak akan menjadi pemimpin bangsa yang paling dihormati di antara bangsa bangsa antero Nusantara. Dia akan menjadi orang besar yang diteladani pejuang-pejuang kebangsaan, mulai dari prajurit sampai perwira, sebagai lambang pembebab dari segala tekanan, penindasan, dan penjajahan bangsa terhadap bangsa, sesrta penghisapan manusia terhadap manusia. tapi juga, yang penting, menjadi panutan pribadi yang takwa, saleh, alim. Tidak sia-sia namanya adalah Ontowiryo; onto berarti yang terakhir, yang pengujunng, yang pamungkas, dan wiryo berarti keberanian, keberkuasaan, kesaktian, keluhuran jiwa. Aku ingin diajeng terus mengigat-ingat ini. Jangan lupa."
"Tentu, suamiku raja."
Ratu Ageng sadar, janjinya kepada raja, suaminya, adalah sumpah setia seorang istri. Demikian sepanjang hayat dia mesti melakukan semua ikhtiar, yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan Ontowiryo tersebut,


-pembelajaran Bahasa Indonesia  SMA-SMK  kelas   XII- Pelajaran kedua - Cerita  Sejarah-


Kamis, 25 Juli 2019

Siswa Lampung yang Akan Mengikuti Program Student Exchange ke AS

Fifi Afiyah Ramadita Hermawan dan Erisa Oksanda;  dua  Siswa  yang Akan Mengikuti Program Student Exchange ke AS

Fifi Afiyah Ramadita Hermawan, siswa SMAN 15 Bandar Lampung dan Erisa Oksanda, siswa SMA Al Azhar 3 Bandar Lampung merupakan dua siswa asal Lampung yang akan mengikuti program pertukaran pelajar ke Amerika Serikat tahun 2019.

Dihubungi reporter Lampung Geh pada Kamis petang (14/3) Erisa bercerita bahwa ada sekitar 80 siswa dari seluruh Indonesia yang terpilih untuk mengikuti program pertukaran pelajar yang diadakan oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat ini.

"Dari seluruh Indonesia yang mendaftar ada ribuan, tapi hanya dipilih 80 siswa. Dan alhamdulillah saya dan Fifi dua siswa yang terpilih dari Lampung," ujar pelajar kelas XI SMA Al Azhar 3 Balam itu.
Senada dengan Erisa, Fifi dihubungi di tempat yang berbeda pada Kamis (14/3) mengungkapkan hal serupa, "alhamdulillah, gak nyangka banget bisa terpilih untuk ikut student exchange ke Amerika. Bersyukur banget doa dan usaha Fifi selama ini dikabulkan sama Allah," imbuhnya.
Fifi yang saat ini duduk di bangku kelas XI IPA 1 mengungkapkan bahwa, ini kali pertama salah satu siswa sekolahnya mengikuti program pertukaran pelajar ke luar negeri.

Tahap seleksi Kennedy-Lugar Youth Exchange and Study (YES) sendiri sudah mereka ikuti prosesnya mulai dari tahap awal seleksi berkas hingga test wawancara sejak setahun silam.

Dilansir dari laman resmi yesprograms.org, Program Kennedy-Lugar Youth Exchange and Study (YES) merupakan program beasiswa penuh yang diberikan oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat kepada siswa SMA atau sederajat untuk tinggal dengan keluarga Amerika, dan bersekolah di SMA setempat selama satu tahun.

Program YES ini telah dilaksanakan sejak tahun 2003 silam yang saat ini diikuti oleh 40 negara muslim dunia, dan sudah mengirim lebih dari 700 siswa Indonesia yang kemudian menjadi duta perdamaian dan persahabatan antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Fifi sendiri merupakan salah satu siswa berprestasi SMAN 15 Bandar Lampung peraih ranking 1 kelas dan ranking 3 paralel seangkatannya, selain itu ia juga aktif di organisasi sekolah dan menjabat sebagai wakil ketua OSIS.

Prestasi cemerlang juga dimiliki oleh peserta pertukaran pelajar dari SMA Al Azhar 3 Bandar Lampung, Erisa yang merupakan ketua English Club sekolahnya kerap kali menjuarai kompetisi story telling dan speech baik di dalam maupun di luar daerah Lampung.

Menanggapi kesempatan untuk berinteraksi dan merasakan langsung kehidupan masyarakat Amerika oleh program YES ini, keduanya mengaku tengah mempersiapkan mental dan perlengkapan pribadi yang akan dibawa untuk tinggal mandiri dan jauh dari orang tua.
"Sejauh ini saya lagi belajar untuk jadi pribadi yang lebih toleran dengan dan lebih peka terhadap lingkungan. Juga terus mendalami kemampuan Bahasa Inggris dengan mengambil kelas di tempat kursus," ujar Erisa.


"Terus mengasah kemampuan bahasa Inggris sudah jelas, karena nanti itu modal utama untuk bisa berinteraksi. Di sisi lain saya juga terus berkomunikasi dan tanya-tanya dengan teman-teman yang sebelumnya sudah mengikuti program ini," kata Fifi.

Fifi juga menyebutkan bahwa beberapa siswa yang berasal dari daerah Indonesia bagian timur yang mengikuti Kennedy-Lugar Youth Exchange and Study, sudah mulai diberangkatkan ke Benua Paman Sam.
Fifi dan Erisa sendiri, dijadwalkan akan berangkat pada awal Agustus 2019, dan saat ini sedang menunggu pengumuman lokasi yang akan menjadi tempat tinggalnya selama satu tahun di Amerika Serikat itu.


Laporan reporter Lampung Geh Latifah Desti Lustikasari

Editor : M Adita Putra


Minggu, 21 Juli 2019

Surat Lamaran - sebuah contoh untuk dicermati

Mencermati  Sajian  Surat   Lamaran


Lampung Utara, 10 Oktober 2016
Hal                   : Lamaran pekerjaan
Lampiran         : Satu berkas

Yth.  Bagian Personalia PT Sinar Laut
Jalan Kartini 31  Rawalaut
Bandar Lampung

Dengan hormat,
Berdasarkan iklan harian Lampung Post edisi 2 Oktober 2016 yang menyebutkan bahwa PT Sinar Laut memerlukan tenaga teknisi mesin fotokopi, maka saya:
 nama
:  Alimudin Syahputra;

tempat dan tanggal lahir
:  Medan, 21 Februari 1999;

alamat
:  Dusun II Umbul Tempel  Desa Sawojajar Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara;

alamat surat
:  Jalan Serma Peturun 25 RT 03 RW 01 Kotabumi, Lampung Utara;

mengajukan lamaran sebagai tenaga teknisi mesin fotokopi pada perusahaan yang Tuan pimpin.
Sebagai bahan pertimbangan bersama surat ini saya lampirkan:
1)fotokopi surat tanda taman belajar SLTA;
2)fotokopi sertifikat pendidikan Teknisi Mesin Cetak media print;
3)surat keterangan catatan Kepolisian;
4)surat keterangan kesehatan dari Puskesmas;
5)surat keterangan tenaga kerja dari Dinas Sosial.
Demikian surat lamaran saya sampaikan dan terima kasih atas pertimbangan Tuan.

Hormat saya

Alimudin Syahputra

Kompetensi Dasar - Bahasa Indonesia - Kelas XII - SMA

Selamat  Belajar  Bahasa  Indonesia

Inilah  Kompetensi  Dasar  yang akan kita asah, kita latih pada peserta didik  SMA kelas XII
Kode awal  3 adalah Pengetahuan, kode awal 4 adalah Keterampilan, ada empat belas butir yang rinciannya sebagai berikut:

Pengetahuan

3.1  Mengidentifikasi isi dan sistematika surat lamaran pekerjaan yang dibaca
3.2   Mengidentifikasi unsur kebahasaan surat lamaran pekerjaan
3.3   Mengidentifikasi informasi, yang mencakup orientasi, rangkaian  kejadian yang saling berkaitan, komplikasi dan resolusi, dalam cerita sejarah lisan atau tulis
3.4   Menganalisis kebahasaan  cerita atau novel sejarah
3.5    Mengidentifikasi informasi (pendapat, alternatif solusi dan simpulan terhadap suatu isu) dalam teks editorial
3.6     Menganalisis  struktur dan kebahasaan teks editorial
3.7   Menilai isi dua buku fiksi (kumpulan cerita pendek atau kumpulan puisi) dan satu buku pengayaan (nonfiksi) yang dibaca
3.8   Menafsir pandangan pengarang terhadap kehidupan dalam novel yang dibaca
3.9    Menganalisis isi dan kebahasaan novel
3.10   Mengevaluasi informasi, baik fakta maupun opini, dalam sebuah artikel yang dibaca
3.11  Menganalisis kebahasaan artikel dan/atau buku ilmiah
3.12   Membandingkan kritik sastra dan esai dari aspek pengetahuan dan pandangan penulis
3.13   Menganalisis sistematika dan kebahasaan kritik dan esai
3.14  Mengidentifikasi nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah buku pengayaan (nonfiksi) dan satu buku drama (fiksi)

Keterampilan

4.   Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

4.1   Menyajikan simpulan sistematika dan unsur-unsur isi surat lamaran baik secara lisan maupun tulis
4.2   Menyusun surat  lamaran pekerjaan dengan memerhatikan isi, sistematika dan kebahasaan
4.3   Mengonstruksi nilai-nilai dari informasi cerita sejarah dalamsebuah teks eksplanasi
4.4   Menulis cerita sejarah pribadi dengan memerhatikan kebahasaan
4.5   Menyeleksi ragam informasi sebagai bahan teks editorial baik secara lisan maupun tulis
4.6   Merancang teks editorial dengan memerhatikan struktur dan kebahasaan baik secara lisan maupun tulis
4.7   Menyusun laporan hasil diskusi buku tentang satu topik baik secara lisan maupun tulis
4.8    Menyajikan hasil interpretasi terhadap pandangan pengarang baik secara lisan maupun tulis
4.9   Merancang novel atau novelet dengan memerhatikan isi dan kebahasaan baik secara lisan maupun tulis
4.10   Menyusun opini dalam bentuk artikel
4.11   Mengonstruksi sebuah artikel dengan memerhatikan fakta dan kebahasaan
4.12   Menyusun kritik dan esai dengan memerhatikan aspek pengetahuan dan pandangan penulis baik secara lisan maupun tulis
4.13   Mengonstruksi sebuah kritik atau esai dengan memerhatikan sistematika dan kebahasaan baik secara lisan maupun tulis
4.14   Menulis refleksi tentang nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah buku pengayaan (nonfiksi) dan satu buku drama (fiksi)

Kamis, 04 Juli 2019

Mencermati Perilaku Keluarga : Tangga berjenjang menuju kebahagiaan

LIMA TAHAP KEHIDUPAN PERNIKAHAN

Menikah dan hidup berumah tangga telah menjadi salah satu disiplin keilmuan tersendiri yang dikaji dan dipelajari secara sangat luas dan mendalam. Mengamati perilaku pasangan suami istri dalam rentang waktu panjang, sejak awal pernikahan hingga mereka menjadi tua, sebagian di antara mereka bertahan dalam hidup berumah tangga, sebagian lainnya memilih jalan berpisah. Perilaku ini telah mendapat pencermatan tersendiri oleh banyak psikolog dan konselor pernikahan.
Salah satu pakar itu adalah Dawn J Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan marriage and relatonship educator dan coach, yang menyatakan ada lima tahap perkembangan dalam kehidupan pernikahan, Dawn mengamati kehidupan pernikah berkembang dalam tahapan yang bisa diprediksikan sebelumnya. Namun perubahan dan satu tahap ke tahap berikut tidak memiliki batas waktu yang pasti. Memahami adanya tahapan dalam hidup berumah tangga itu bisa membuat pasangan suami istri melakukan evaluasi bersama dan mengusahakan hal terbaik agar bisa melampaui  berbagai tahapan dengan sebaik-baiknya.


Tahap pertama: Romantic Love
Pada tahap ini pasutri sama sama merasakan gelora cinta yang menggebu. Hal ini terjadi di saat awal masa pernikahan, yang banyak disebut orang sebagai bulan madu. Suami dan istri berada dalam suasana kegairahan cinta yang membara, ingin selalu bersama, merasakan ikatan yang sangat kuat di antara mereka, tidak mau ada yang memisahkan mereka. Pasutri selalu ingin melakukan kegiatan bersama sama dalam situasi romantis dan penuh cinta. Makan bersama, olahraga bersama, jalan-jalan, belanja, membersihkan rumah, tidur, bahkan mandi bersama. Mereka berdua seakan menikmati surga dunia yang sangat  indah dan serba menyenangkan. Istilah ‘mawaddah’ tepat untuk menggambarkan situasi  asmara yang menggebu ini.

Tahap kedua: Dissapointment  or  Distress
Jika romantic love membuat pasutri serasa berada di atas awan indah maka pada tahap dissapointment   ini mereka merasa mulai turun ke bumi. Mulai melihat realitas- realitas hidup yang sesungguhnya dan mulai melihat adanya cela pada pasangan. Saat mengalami tahap romantic love, berbagai kesalahan kecil bahkan tampak sebagai kelucuan yang menggemaskan dan ditertawakan bersama. Berbeda dengan saat memasuki tahap kedua ini.
Pada tahap kedua, pasutri mulai saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa terhadap pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Kadang suami atau istri berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak akibat konflik dengan pasangan ini dengan curhat kepada orang lain. Bahkan kembali menjalin hubungan dengan mantan, atau mencurahkan perhatian ke pekerjaan. Hobi, anak, organisasi, atau hal lain sesuai minat masing- masing. Jika tidak dikelola dengan baik, tahapan ini bisa membawa pasutri ke dalam situasi yang negatif dalam hubungan dengan pasangannya. Beberapa orang yang gagal melalui tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.


Tahap ketiga: knowledge dan awareness
Tahap ketiga ini bercorak dewasa. Ada perenungan  dan kesadaran pada diri suami dan istri untuk memiliki kualitas hidup berumah tangga yang lebih baik.
Pasutri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi diri dan pasangannya. Mereka sibuk mencari informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu  terjadi. Biasanya mereka lakukan dengan berdiskusi, membaca artikel, meminta kiat -kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seninar- seminar dan bahkan konsultasi perkawinan.


Tahap keempat: transformation
Tahap keempat bercorak kematangan hubungan. Jika pencarian informasi tentang kebahagiaan pernikahan itu berhasil mereka dapatkan maka akan membuat mereka semakin menghayati makna kehidupan berumah tangga. Mulai tumbuh penghormatan dan pemuliaan yang tulus kepada pasangan.
Suami dan istri pada tahap ini akan berusaha melakukan perbuatan yang mampu membahagiakan hati pasangannya. Suami dan istri akan berusaha membuktikan bahwa dirinya adalah sahabat yang tepat bagi pasangannya.  Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara satu dengan yang lainnya dalam menyikapi perbedaan dan konflik yang terjadi. Saat itu, suami dan istri akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang bahagia.


Tahap kelima: real love
Tahap kelima ini bercorak kesejiwaan antara suami dan istri. Istilah ‘rahmah’ tepat untuk menggambarkan situasi hubungan pasutri pada tahap real love ini.
Pada tahap kelima ini, pasutri akan kembali dipenuhi dengan  keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan. Waktu yang tersisa akan mereka habiskan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. Inilah cinta yang dewasa, cinta yang penuh makna dan kesungguhan jiwa.
Untuk mencapai tahap ini tidaklah sulit, sepanjang ada usaha bersama. “Real love  sangatlah mungkin untuk Anda dapatkan bersama pasangan  jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa usaha dari Anda berdua,” ungkap Dawn.

Sumber: Wonderful Couple, Menjadi Pasangan Paling Bahagia, Cahyadi Takariawan,Penerbit   PT Era Adicitra Intermedia, Cetakan keempat, halaman 20-23, diketik ulang oleh Agus Ahmad Hidayat



Selasa, 18 Juni 2019

Kuda bisa merusak rumah tangga

Konflik Karena Kebohongan

Kebohongan itu tidak akan bisa bertahan lama. Pasti akan terbongkar juga nanti pada waktunya. Sepandai apa pun suami atau istri menyimpan kebohongan, pada saatnya akan ketahuan. Kisah Bagus dan Ayu berikut ini sudah sering kita baca karena sudah banyak di posting di berbagai media. Saya ingin menghadirkannya kembali untuk menjadi pengantar tema bahasan kali ini bahwa seekor kuda bisa merusak kebahagiaan keluarga.

Pada suatu pagi, Bagus tengah duduk bersantai di teras depan rumahnya sambil membaca koran. Tiba-tiba Ayu, istrinya, datang dan memukul kepala Bagus dengan panci. Tentu Bagus kaget dan marah.

Bagus: “Kenapa kamu memukulku?”
Ayu: ”Tadi ada kertas dengan tulisan Julia di saku bajumu.”
Bagus: “Oh, itu waktu nonton pacuan kuda, ada kuda namanya Julia, Indah sekali kudanya. Supaya enggak lupa, aku tulis namanya.”
Ayu : “Aduh, maaf ya, Bang. Aku salah paham.”

Hari berikutnya, saat Bagus sedang menonton TV tiba-tiba Ayu muncul dan kembali memukul Bagus dengan panci.

Bagus: “Kenapa kamu memukulku lagi.”
Ayu : “Tuh kudamu tadi nelepon.”

Nah, tuh, jangan suka bohong ya ... Membohongi kuda saja tercela, apalagi membohongi pasangan kita.

Sebuah kebohongan selalu menuntut adanya kebohongan berikutnya demi menutupi kebohongan yang pertama. Hal seperti ini kalau dituruti tidak akan pernah selesai. Seseorang yang berbohong harus menyediakan diri untuk terus-menerus berbohong agar kebohongannya itu tidak terungkap. Justru karena itulah maka kebohongan pasti ada batasnya. Kebenaran akan terungkap pada masanya karena orang tidak akan bisa konsisten dalam kebohongannya.

Coba jika kita panjangkan kisah kebohongan Bagus dan Ayu di atas. Ketika Ayu penasaran ingin mengetahui siapa Julia

Ayu: “Siapa itu Julia?”
Bagus: “Sudah aku bilang tadi. Julia adalah nama kuda yang bentuknya sangat indah ( bohong 1 karena Julia adalah nama perempuan). Aku terkagum dengan keelokan kuda tersebut. ( bohong 2, karena memang bukan kuda).”
Ayu: “Memang Julia itu kuda punya siapa?”
Bagus: “Kata temanku, (bohong 3)  itu kuda milik keluarga sultan  (bohong 4)  makanya bagus banget (bohong 5)”
Ayu: “Apa memang Julia sering ikut pacuan kuda?”
Bagus:”Iya  ( bohong 6)  setiap  kali ada lomba pacuan kuda di stadion, Julia selalu diikutkan (bohong 7)”
Ayu : “Berarti sering jadi juara dong.”
Bagus: “Iya (bohong 8), beberapa kali Julia berhasil menjadi juara (bohong 9).”

Dalam suatu kebohongan, ada kebohongan lain yang harus dilakukan demi menutupi kebohongan pertama. Maka ketika Ayu kembali marah di hari kedua, Bagus memiliki pilihan untuk mengakui saja kebohongannya yang kemarin atau menambah kebohongan baru.

Ayu: “Kamu bilang Julia itu nama kuda, tapi tadi menelepon melalui HP-mu.”
Bagus: “Oh, itu Julia yang lain, bukan yang aku ceritakan kemarin (bohong 10)”
Ayu: “ Memang kuda zaman sekarang bisa menelepon ya?”
Bagus : “Sudah aku bilang, ini Julia yang berbeda (bohong 11).  Ini teman kerjaku (bohong 12)”
Ayu: “Awas ya Bang, kalau kamu bohong!”
Bagus: “Aku tidak bohong, Dik  ( bohong 13). Aku katakan apa adanya (bohong 14)”

Nah jika Bagus bertahan dengan kebohongannya maka ia akan selalu bergelut dengan aneka kebohongan baru agar kebohongan awal tidak terkuak. Tetapi  sampai berapa lama Bagus bisa bertahan dalam kebohongan? Pasti tidak lama. Ada masa di mana kebohongan akan terungkap.

Dikutip dari buku berjudul Wonderful  Couple – Menjadi Pasangan Paling Bahagia – karya Cahyadi Takariawan, catatan ketiga,   Bijak Menyikapi Konflik, halaman 119-122, dikutip ulang oleh Agus Ahmad Hidayat- SMAN 2  Kotabumi Lampung Utara -  18 Juni 2019 -


Selasa, 11 Juni 2019

SEPARUH JIWA PERGI - renungan ketika pasangan kita meninggal lebih dahulu

SEPARUH JIWA PERGI

ditulis
oleh  Satria hadi lubis

Saya terharu melihat foto-foto dan video yang beredar di medsos tentang Pak SBY yang sangat sedih kehilangan istri tercintanya, Ibu Ani Yudhoyono. Seakan separuh jiwanya pergi bersama dengan pulangnya ibu Ani ke haribaan-Nya (Allahummaghfirlaha...).

Kejadian serupa juga saya lihat ketika Bapak Habibie ditinggal pergi istrinya, ibu Ainun Habibie. Bahkan beliau sampai membuat buku yang kemudian difilmkan dan menjadi box office beberapa tahun yang lalu untuk mengabadikan kisah cinta sejatinya dengan Ibu Ainun.

Panutan kita, Nabi Muhammad saw juga sangat sedih ketika ditinggalkan istri tercintanya, Khadijah ra. Beliau selalu mengenang kebaikan Khadijah jauh setelah istrinya itu meninggal, sampai-sampai istri beliau yang lain, Aisyah ra menjadi cemburu. "Dia beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkariku. Dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku. Dia menyokongku dengan hartanya ketika orang-orang memboikotku. Dan Allah mengaruniakan anak bagiku dari (rahim)-nya. Padahal dengan (istri-istriku) yang lain, aku tak mendapatkannya”(HR. Ahmad), ujar beliau saw mengenang kebaikan Khadijah ra.

Beberapa orang yang saya kenal juga mengalami hal serupa, sangat sedih ketika kehilangan istri atau suaminya. Diantara mereka ada yang tak kuat dengan kesendiriannya. Lalu dalam waktu berdekatan meninggal dunia juga menyusul separuh jiwanya yang telah pergi lebih dulu.

Walau kita mengetahui takdir kematian adalah hal yang pasti dan cepat atau lambat kita akan berpisah dengan pasangan kita, namun jika mengalaminya sendiri belum tentu kita bisa setegar mereka yang belum mengalaminya.

Disini kita bisa mengambil hikmah, betapa penting dan berharganya waktu-waktu yang kita lalui bersama pasangan kita. Seringkali ketika pasangan masih hidup dan ada di sisi kita, yang kita lihat darinya hanya hal yang biasa-biasa saja, yang rutin, bahkan menjemukan.

Bahkan sebagian suami atau istri malah teliti melihat dan MEMBESAR-BESARKAN kekurangan pasangan. Lupa untuk bersyukur dengan kebaikan dan kelebihan pasangannya.

Padahal boleh jadi kekurangannya yang "kecil" itulah yang nanti akan membuat kita kangen ketika suami atau istri kita pergi. Seorang suami mungkin akan kangen dengan kecerewetan istrinya yang selalu mengingatkannya tentang berbagai hal-hal kecil, misalnya. Rumah terasa sepi tanpa suara istrinya yang cerewet yang kini telah tiada.

Sebaliknya, boleh jadi seorang istri akan rindu dengan bau "gas" atau bau badan suaminya yang telah tiada. Yang sewaktu hidupnya selalu dikeluhkannya karena baunya yang luar biasa. Saya pernah mendengar ada seorang istri yang suka tidur sambil memeluk dan menciumi baju suaminya yang telah tiada saking kangennya dengan suaminya.

Akhirnya, kematian adalah pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Sebelum separuh jiwa kita pergi selamanya, mari kita nikmati dan syukuri kebersamaan kita dengan pasangan. Jadilah pecinta sejati yang pandai melihat kelebihan pasangan, bukan kekurangannya.

"Ketidaksempurnaan (kecil) pasangan yang justru membuat ia menjadi sempurna di mata kita".

Rabu, 22 Mei 2019

Pencermatan Taufik Ismail terhadap Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia

Membaca sindiran  Taufik  Ismail  dalam pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia melalui puisi

KOTAK SUARA

di sebuah kerajaan dilangsungkan pemilihan
di sebuah pemilihan dilakukan penghitungan
di sebuah penghitungan berlangsung keajaiban
di sebuah keajaiban semua mata ditutupkan

berbagai ilmu diterapkan mentabulasinya
matematika, statistika dan retorika
berbagai aplikasi adalah bukti sofistikasi
komputerisasi, telekomunikasi dan stikerisasi

inilah kisah tentang sebuah pohon misteri


di akarnya ada angka sejuta
naik ke batang jadi setengah juta
terus ke ranting jadi seratus ribu
sampai di puncak tinggal seribu saja
ajaib, kemana menguap itu angka


di akarnya ada angka seribu
naik ke batang jadi seratus ribu
terus ke ranting  jadi setengah juta
sampai di puncak jadi sejuta
ajaib, angka-angka beranaknya luar biasa


di dalam kotak suara
angka-angka saling bertanya asal-usul satu dan lainnya
mereka berselisih pendapat, dan berkelahi sesamanya
angka-angka sikut menyikut, pukul-memukul
angka-angka tampar-menampar, gebuk-menggebuk


mereka berkelahi berhari-hari
kotak itu bergoyang ke kanan dan ke kiri
angka-angka capek, tergeletak kini

Sumber :buku Kumpulan Puisi Malu Aku Jadi Orang Indonesia, halaman 12-13, judul Kotak Suara

Rabu, 15 Mei 2019

Membaca puisi religius

Membandingkan dua karya puisi 

Membahas tentang puisi sama halnya dengan membahas tentang bait-bait indah yang ditulis pengarang untuk mengungkapkan perasaannya. Perasaan tersebut dapat berupa ungkapan suka ataupun duka. Sebagai seorang pengarang mampu mengekspresikan dan mengungkapkan makna yang tersembunyi melalui bait-bait yang telah ia tulis. Puisi ditulis seindah mungkin agar seorang pembaca dapat terjerumus ke dalam suasana yang ada dalam setiap barisnya.

Puisi yang indah adalah puisi yang memiliki makna. Begitupun juga puisi yang ditulis oleh sastrawan-sastrawan terkenal yang ada di Indonesia. Banyak makna yang dapat dipetik dari karya yang mereka tulis. Mungkin sebagian orang awan menghiraukan tulisan puisi-puisi telah diciptakan. Karena sebagian dari mereka yang tidak menyukai sajak ataupun sejenisnya beranggapan bahwa tidak penting untuk membacanya. Namun, jika ditelusuri secara mendalam puisi sangat penting bagi semua kalangan masyarakat baik kalangan muda ataupun tua. Puisi mampu berkontribusi dalam membuat perasaan pembaca menjadi campur aduk.

Seperti halnya dengan puisi bertema religi atau keagamaan. Puisi bertemakan agama mampu membangkitkan seorang pembaca dalam mencintai Tuhannya. Seseorang yang menganggap bahwa mencintai hanya bisa dilakukan oleh seseorang kepada kekasihnya saja. Namun, ketika membaca puisi bertema agama mampu mengubah pemikiran seseorang lewat sajak baris demi baris untuk lebih mencintai Tuhannya. Sama halnya dengan puisi Amir Hamzah dan Taufik Ismail yang salah satu puisinya bertema religi. Amir Hamzah dan Taufik Ismail adalah salah satu sastrawan yang berbeda angkatan namun memiliki karya yang luar biasa. Karya mereka mampu mengubah dunia sastra menjadi berwarna dari zaman ke zaman.
Kutipan Puisi Amir Hamzah yang berjudul Padamu Jua yang berbunyi

Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dalam lepas
Nanar aku hilang sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai

Puisi Padamu jua adalah puisi Amir Hamzah yang salah satu puisinya bertema keagamaan atau kecintaan, penasaran, dan kemarahan pada Tuhannya. Karena dalam puisi tersebut mengandung makna bahwa pengarang merasakan perasaan yang banyak secara tersirat pada puisi yang ditulis. Pengarang memiliki perasaan kecintaan pada Tuhannya yang telah melindunginya dari lahir hingga ia hidup di dunia. Namun tidak hanya itu, pengarang juga merasakan perasaan penasaran terhadap Tuhannya. Penasaran akan rupa Tuhannya dan juga penasaran keberadaan Tuhannya yang tidak ia ketahui. Perasaan kemarahan juga ditulis dalam puisi tersebut. Pengarang menulis perasaan kemarahan karena selalu dicengkram. Berbagai perasaan yang dituangkan pengarang ke dalam puisi menggambarkan bahwa sebuah puisi menjadi wadah untuk selalu mengeskpresikan perasaannya yang hendak pengarang utarakan.

Di samping itu, sastrawan terkenal Taufik Ismail juga memiliki segudang karya yang dapat mengharumkan citra dunia sastra. Salah satu puisi milik sastrawan Taufik Ismail yang sama bertema ketuhanan adalah kutipan puisi yang berjudul sajadah panjang.

Ada sajadah panjang terbentang
Dari kaki buaian
Sampai ke tepi kuburan hamba
Kuburan hamba bila mati
Ada sajadah panjang terbentang
Hamba tunduk dan sujud
Di atas sajadah yang panjang ini
Diselingi sekedar intrupsi
Mencari rezeki, mencari ilmu
Mengukur jalanan seharian
Begitu terdengar suara adzan
Kembali tersungkur hamba

Puisi yang ditulis Taufik Ismail ini adalah salah satu puisi yang bertema ketuhanan. Dalam puisi tersebut penyair menggunakan kata sajadah sebagai judul yang melambangkan bahwa kecintaan kepada Tuhan adalah tunduk dan selalu melaksanakan ibadah. Penyair juga menyinggung tentang kematian dalam puisi tersebut sebagai pengingatnya dan pengingat semua manusia bahwa tanpa Tuhan manusia bukan apa-apa. Kecintaan terhadap Tuhan ditulis penyair baris demi baris untuk menyadarkan manusia bahwa kasih sayang Tuhan lebih berarti dalam hidup manusia. Penyair tidak lupa untuk menuliskan puisi sajadah panjang ini dengan pengalaman yang ada dihidup masyarakat sekitar agar mereka menyadari pentingnya beribadah kepada Tuhan.

Kesamaan puisi Taufik Ismail dan Amir Hamzah sama-sama menjadi renungan bagi semua manusia bahwa kecintaan kepada Tuhan tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Kecintaan yang terikat bahwa pentingnya mendekatkan diri pada Tuhan adalah cara manusia mencintai Tuhannya. Tuhan yang selalu memberi ruang dan waktu untuk selalu dekat dengan manusia. Hanya seberapa pintar manusia dapat mengatur ruang dan waktu tersebut agar bisa bercengkrama dengan Tuhan. Melalui baris demi baris yang ditulis pengarang dapat menyadarkan manusia dalam bermuhasabah diri. Puisi tema keagamaan selalu memiliki makna yang dalam disetiap bait yang terkandung. Hanya saja sebagian orang awan tidak telaten untuk membaca baris demi baris puisi yang ditulis. Orang awam menganggap untuk membaca puisi dan memaknainya membutuhkan waktu luang. Padahal membaca puisi ataupun menciptakan puisi memberikan ekspresi ketenangan dalam mengungkapkan sebuah perasaan. Baik perasaan senang ataupun duka. Mengagungkan karya sastrawan juga menjadi pokok penting bagi
kehidupan bangsa. Karena sastrawan dapat memberikan karya yang luar biasa yang harus diapresiasikan seluruh generasi untuk terus berkarya.

Selain itu, perbedaan yang tipis antara kedua puisi karangan Taufik Ismail dan Amir Hamzah dapat menjadikan tolak ukur bahwa perbedaan diksi yang digunakan pengarang tidak dapat mempengaruhi persamaan makna yang terkandung dalam puisi yang tulis. Perbedaan zaman dan angkatan juga tidak mempengaruhi keindahan makna yang ada dalam puisi tersebut. Amir hamzah dan Taufik Ismail adalah sastrawan yang lahir dizaman yang berbeda namun karya yang diciptakan sama-sama dapat memberikan peluang bagi pembaca dalam mengintropeksi diri. Sedangkan bagi para penulis pemula juga memberikan wadah agar dapat menciptakan karya yang luar biasa seperti sastrawan terkenal.

Kesamaan dan perbedaan tidak menjadi penghalang dalam menciptakan sebuah karya yang luar biasa. Zaman tidak menjadi penentu bagi seorang sastrawan dalam mengharumkan citra dunia sastra. Karena menciptakan karya yang luar biasa seperti halnya puisi dapat memberikan makna yang mendalam bagi kehidupan masyarakat dari zaman ke zaman. Karena berkarya tidak memandang dari segi manapun mereka berada.

dikutip dari tulisan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang bernama  Iim  Khoiria


Mari bersatu! Jangan sampai "VOC baru" menjajah Indonesia


Selamat pagi,
Saat ini saya berada di Holand, dan di belakang saya adalah replika kapal VOC yang dulu  pernah datang ke Indonesia yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen, lalu dijajahlah indonesia 350 tahun,  anda tahu hanya 15 kapal yang datang untuk menguasai Indonesia, mengapa karena kita terpecah belah, karena kita tidak bersatu, devide et impera. Inilah pelajaran besar!  Kalau bangsa kita tidak bersatu, bangsa kita terpecah belah lagi, maka VOC-  VOC dalam tanda kutip, kompeni-kompeni dalam tanda kutip akan datang kembali menguasai Indonesia, maka bersatulah, ingatlah pelajaran besar, supaya penjajahan -   tidak lagi terjadi kepada bangsa kita. Merdeka ! 


Membaca kisah Jan Pieterszoon Coen


Versi lain kematian Gubernur Jenderal VOC pertama, Jan Pieterszoon Coen.

MAKAM bermarmer merah muda terpuruk di tengah makam-makam kecil. Beringin raksasa melindunginya dari matahari dan hujan. Helaian daun kering dan batu-batu hitam memenuhi bagian tengah tempat peristirahatan terakhir itu. Warga Desa Keramat, Tapos (perbatasan Bogor-Depok) mengenalnya sebagai makam Nyimas Utari Sanjaya Ningrum.

“Sebenarnya nama beliau adalah Nyimas Utari Sandijayaningsih,” ujar Ustad Sukandi (42 tahun), tokoh masyarakat Desa Keramat.

Sukandi mendengar kisah dari orang-orang tua di Desa Keramat bahwa Nyimas Utari merupakan agen intelijen Kerajaan Mataram. Sultan Agung Hanyokrokusumo menugaskan dia untuk membunuh Gubernur Jenderal VOC pertama, Jan Pieterszoon Coen dalam penyerangan kedua Mataram ke Batavia.
“Tugas itu berhasil dia jalani. Leher Coen berhasil dipenggalnya dengan golok Aceh,” ungkapnya.
Keterangan Sukandi dibenarkan Ki Herman Janutama. Sembari mengutip Babad Jawa, sejarawan asal Yogyakarta itu menyebut bahwa pemenggalan kepala Coen merupakan misi rahasia yang sudah lama direncanakan dengan melibatkan grup intelijen Mataram, Dom Sumuruping Mbanyu (Jarum yang Dimasukan Air).

“Orang sekarang mungkin akan kaget kalau dikatakan militer Mataram memilik kesatuan telik sandi sendiri, tapi bagi kami yang akrab dengan manuskrip-manuskrip tua dan cerita-cerita lisan yang diwariskan dari generasi ke generasi, hal ini tidak aneh,” ujar Ki Herman.

Infiltrasi telik sandi Mataram ke Batavia sudah dirancang sejak 1627. Dengan mengerahkan orang-orang Tumenggung Kertiwongso dari Tegal, komandan kelompok intel Mataram Raden Bagus Wonoboyo membangun basis di wilayah bantaran Kali Sunter di daerah Tapos. Untuk melengkapi kerja-kerja rahasia tersebut, Wonoboyo mengirimkan putrinya yang memiliki kemampuan telik sandi mumpuni, Nyimas Utari, untuk bergabung dengan agen telik sandi asal Samudera Pasai, Mahmuddin.
“Dia memiliki nama sandi: Wong Agung Aceh. Dia kemudian menikahi Nyimas Utari,” kata Ki Herman.

Dari Aceh, kedua agen intelijen itu memasuki benteng VOC di Batavia dengan kamuflase sebagai pebisnis. Mereka memiliki kapal dagang yang disewa VOC untuk mengangkut meriam dari Madagaskar. Mereka lantas dipercaya Coen sebagai mitra bisnis VOC. Begitu dekatnya, hingga mereka memiliki akses ke kastil dan bergaul dengan Eva Ment, isteri Coen, dan anak-anaknya.
Pada 1629, balatentara Mataram menyerbu Batavia. Di tengah kekacauan dan kepanikan, Nyimas Utari membunuh Eva dan anak-anaknya dengan racun lewat minuman. Mahmuddin berhasil menyelinap ke ruangan Coen dan membunuhnya.
“Guna bukti kesuksesan misi mereka ke Sultan Agung, Nyimas Utari dengan menggunakan golok kepunyaan Mahmuddin memenggal kepala Coen,” ujar Ki Herman.

Sambil membawa kepala Coen, Mahmuddin dan Nyimas Utari diloloskan pasukan penyelundup Mataram dari dalam benteng VOC. Namun, saat pelarian tersebut mereka dihujani tembakan meriam yang menewaskan Nyimas Utari. Mahmuddin membopong jasad istrinya hingga wilayah Desa Keramat, tempat dia dimakamkan.

Kepala Coen diambil oleh Wonoboyo. Secara estafet, kepala itu dibawa lewat jalur Pantai Utara oleh tentara Mataram di bawah komandan Tumenggung Surotani. Sultan Agung memerintahkan untuk menanam kepala itu di baris ke-716 tangga menuju makam raja-raja Jawa di Imogiri.

“Hingga kini, para peziarah yang paham cerita ini akan melangsungkan ritual pengutukan terhadap jiwa Coen dengan cara menginjak-injak tangga ke-716 seraya mengeluarkan sumpah serapah dari mulut mereka,” ujar Ki Herman.
Kendati kematian Coen terkesan mendadak, namun secara resmi kalangan sejarawan Belanda meyakini kematiannya karena penyakit kolera. Menurut H.J. De Graaf dalam Puncak Kekuasaan Mataram, pada 17 September 1629, Coen masih terlihat segar bugar saat memeriksa kesiapsiagaan tentaranya untuk mempertahankan Batavia.

“Pada 20 September malam dia mendadak jatuh sakit dan sekitar jam satu malam dia meninggal dunia,” tulis De Graaf.

Dalam Kisah Betawi Tempo Doeloe: Robin Hood Betawi, sejarawan Alwi Shahab mengutip versi Belanda yang menyebut jasad Coen kemudian dimakamkan di Balai Kota (kini Museum Sejarah DKI di Taman Fatahillah) dan kemudian dipindahkan ke De Oude Hollandsche Kerk (Gereja Tua Belanda yang kini menjadi Museum Wayang). Namun, sejarawan Sugiman MD dalam Jakarta dari Tepian Air ke Kota Proklamasi, meragukan bahwa makam itu berisi jasad Coen.
Terlebih menurut arkeolog Chandrian Attahiyyat, para arkeolog Belanda memastikan bahwa di makam itu tidak ditemukan jasad berupa tulang belulang saat mereka melakukan penggalian pada 1939. Supaya komprehensif, seharusnya penggalian pun dilakukan di Imogiri.

Membaca Puisi karya Amir Hamzah

Bahan bacaan puisi:


Amir  Hamzah

PADAMU JUA

Habis kikis
Segera cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu

Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu

Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa

Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati

Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas

Nanar aku, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai

Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu - bukan giliranku
Matahari - bukan kawanku.





















HANYA SATU

Timbul niat dalam kalbumu:
Terban hujan, ungkai badai
Terendam karam
Runtuh ripuk tamanmu rampak

Manusia kecil lintang pukang
Lari terbang jatuh duduk
Air naik tetap terus
Tumbang bungkar pokok purba

Teriak riuh redam terbelam
Dalam gagap gempita guruh
Kilau kilat membelah gelap
Lidah api menjulang tinggi

Terapung naik jung bertudung
Tempat berteduh nuh kekasihmu
Bebas lepas lelang lapang
Ditengah gelisah, swara sentosa
                               
Bersemayam sempana di jemala gembala
Juriat jelita bapaku iberahim
Keturunan intan dua cahaya
Pancaran putera berlainan bonda.

Kini kami bertikai pangkai
Diantara dua, mana mutiara
Jauhari ahli lalai menilai
Lengah langsung melewat abad

Aduh kekasihku
Padaku semua tiada berguna
Hanya satu kutunggu hasrat
Merasa dikau dekat rapat
Serupa musa dipuncak tursina.