Senin, 20 November 2023

Tadabbur surat Yasin ayat 1 sampai 12

 komitmen hidup bersama dakwah

Tadabbur surat Yasin ayat 1-12


Dakwah adalah warisan para nabi. Menjadi da'i adalah sebuah perintah yang harus dikomitmeni dengan kesabaran sekaligus kemuliaan dan kehormatan yang diberikan oleh Alloh SWT yang harus diraih dengan semangat.

Memposisikan diri sebagai da'i sebelum yang lainnya adalah hal pertama yang harus dilakukan, sebagaimana Rasululloh Saw juga diposisikan sebagai Rasul sebelum posisi² yang lainnya.  Alloh SWT menegaskannya dalam surat Yasin 1-12.


Da'i adalah da'i apapun respon orang yang didakwahi, predikat ini tidak boleh berubah dan diubah meskipun dakwah tidak disambut dengan baik baik saja. Karena itu memposisikan diri sebagai da'i dan tetap menjadi da'i sampai kapanpun adalah sebuah bukti komitmen bahwa dakwah adalah perintah dan hukum yang sudah ditetapkan Alloh kepada kita yang harus disabari.

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُن كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَىٰ وَهُوَ مَكْظُومٌ [القلم : 48]

"Maka bersabarlah terhadap hukum Tuhanmu ( perintah dakwah) dan janganlah kamu seperti orang yang (berada dalam perut) ikan paus ( nabi Yunus) ketika ia berdoa dalam kondisi marah" (Al qolam: 48)


Da'i harus tetap dalam posisinya, meskipun kondisi tidak berubah baik, tetap pada keburukannya, kegelapannya dan ksesatannya. atau kondisi menjadi sangat baik, makmur, sejahtera, nyaman, menyenangkan bahkan cenderung melalaikan karena saking nyamannya.


بسم الله الرحمن الرحيم

يس [يس : 1]

(Yaa siin)

وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ [يس : 2]

(Demi Alquran yang penuh hikmah) yang padat dengan hikmah-hikmah, susunan kata-katanya amat mengagumkan dan makna-maknanya sangat indah lagi memukau، serta sempurna dan tidak bisa dicampuri kebathilan dari arah manapun.


Setelah dimulai dengan huruf muqoththo'ah diawal surat surat ini disambung dengan sumpah yang menunjukkan keagungan dan kesempurnaan Al Qur'an sebagai kalamulloh yang menjadi pedoman dan panduan bagi para utusan Alloh dan para da'i pewaris dakwah.

إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ [يس : 3]

(Sesungguhnya kamu) hai Muhammad adalah benar benar (salah seorang dari rasul-rasul.).

عَلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ [يس : 4]

(Yang berada di atas) (jalan yang lurus)


Ayat ini menegaskan kedudukan dan tugas nabi Muhammad Saw Dengan pedoman dan panduan Al Qur'an bahwa beliau adalah utusan Alloh yang tak pernah berubah statusnya sampai kapanpun. Maka para da'i pewaris dakwahnya harus sama, mereka adalah da'i sebelum yang lainnya, tidak pernah berubah status dan posisi itu apapun kondisinya dan kapanpun waktunya

تَنزِيلَ الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ [يس : 5]

(Sebagai wahyu yang diturunkan oleh Yang Maha Perkasa) di dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Penyayang) kepada makhluk-Nya.

لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّا أُنذِرَ آبَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُونَ [يس : 6]

(Agar kamu memberi peringatan) dengan Alquran itu (kepada kaum) (yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan) mereka belum pernah diberi peringatan karena hidup di zaman fatrah atau zaman kekosongan nabi dan rasul (karena itu mereka) yakni kaum itu (dalam keadaan lalai) lalai dari iman dan petunjuk.

Atau bermakna kaum yang bapak bapak mereka juga diberi peringatan yang semisal dan mereka tidak menerima petunjuk /peringatan itu dan mereka lalai. ( tafsir jalalain, Ibnu Katsir, Al qurtubi)


لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلَىٰ أَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ [يس : 7]

"(Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan) yakni ketentuan Allah telah pasti (terhadap kebanyakan mereka) yakni azab-Nya telah pasti atas mereka (karena mereka tidak beriman) kebanyakan dari mereka tidak beriman"

Ayat 6 dan ayat 7  menjelaskan kepada kita tentang sikap penentang dakwah. Orang2 terdahulu yang pernah didakwahi para nabi juga banyak yang tidak tidak mau menerima dakwah, tidak mau beriman terhadap Islam. Meskipun demikian hal itu tidak merubah sikap para nabi sebagai pembawa dakwah, mereka tetap dengan sabar berdakwah tanpa putus asa dan bersedih hati, karena mereka memahami bahwa dakwah adalah tugas dan penghormatan dari Alloh yang harus dikerjakan sampai waktu hidup berakhir. Sikap menentang, memusuhi dan tidak mau beriman adalah hal biasa dihadapi dalam dakwah. Maka seorang da'i tidak perlu bersedih apalagi putus asa.

Ketentuan Alloh pasti berlaku terhadap para penentang dakwah bahwa mereka akan di siksa. Hal ini juga mengisyaratkan adanya pertolongan Alloh kepada para da'i.


إِنَّا جَعَلْنَا فِي أَعْنَاقِهِمْ أَغْلَالًا فَهِيَ إِلَى الْأَذْقَانِ فَهُم مُّقْمَحُونَ [يس : 8]

(Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka) tangan mereka disatukan dengan leher mereka dalam satu belenggu, karena pengertian lafal Al-Ghillu ialah mengikatkan kedua tangan ke leher (lalu tangan mereka) yaitu tangan-tangan mereka diangkat dan disatukan (ke dagu) mereka, lafal Adzqaan bentuk jamak dari lafal Dzaqanun yaitu tempat tumbuh janggut (maka karena itu mereka tertengadah) kepala mereka terangkat dan tidak dapat ditundukkan. Ini merupakan tamtsil, yang dimaksud ialah mereka tidak mau taat untuk beriman, dan mereka sama sekali tidak mau menundukkan kepalanya dalam arti kata tidak mau beriman.


وَجَعَلْنَا مِن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ [يس : 9]

(Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding) lafal Saddan dalam dua tempat tadi boleh dibaca Suddan (dan Kami tutup -mata- mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.) Ini merupakan tamtsil yang menggambarkan tertutupnya jalan iman bagi mereka.


وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ [يس : 10]

(Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka) dapat dibaca Tahqiq dan dapat pula dibaca Tas-hil (ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.)


Ayat 8, 9, dan 10 menguatkan ayat 6 dan 7 bahwa para penentang dakwah yg tidak mau beriman memang sudah dijadikan tertutup dari pintu hidayah, tertutup matanya untuk bisa melihat cahaya kebenaran, dan itu tidak perlu membuat para da'i resah karena tugas dai hanyalah menyampaikan selebihnya adalah hak Alloh untuk menjadikan manusia beriman atau tidak.


إِنَّمَا تُنذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَٰنَ بِالْغَيْبِ ۖ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ [يس : 11]

(Sesungguhnya Kamu hanya dapat memperingati) yakni akan dapat mengambil manfaat dari peringatanmu (orang yang mau mengikuti peringatan) petunjuk Alquran (dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun Dia tidak melihat-Nya) yakni ia tetap takut kepada-Nya sekalipun ia tidak melihat-Nya. (Maka berilah ia kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia) yaitu mendapat surga.


Yang menerima dakwah itu kriterianya jelas, dan selebihnya tidak beriman.

Mereka yang mau menerima adalah yang mengikuti peringatan Al Qur'an dan punya rasa takut kepada Alloh  yang telah memberi peringatan karena kasih sayang Nya meski dalam keadaan sendiri tanpa ada yang mengawasi dan meskipun mereka tidak melihat Alloh SWT.

orang² yang takut kepada Alloh dan mengikuti peringatan akan mendapat ampunan dan pahala yang mulia dari Alloh SWT.


إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُّبِينٍ [يس : 12]

(Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati) yakni menghidupkannya kembali (dan Kami menuliskan) di Lohmahfuz (apa yang telah mereka kerjakan) selama hidup di dunia berupa kebaikan dan keburukan, lalu Kami membalasnya kepada mereka (dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan) hal-hal yang dijadikan panutan dari perbuatan mereka sesudah mereka tiada (serta segala sesuatu) dinashabkannya lafal Kulla oleh pengaruh Fiil atau kata kerja yang menjelaskannya, yaitu kalimat berikutnya (Kami catat) Kami kumpulkan satu persatu secara mendetail (di dalam kitab induk yang nyata) yaitu di Lohmahfuz.


Alloh maha tahu dan melihat setiap amal dan prosesnya. Para malaikat mencatat dengan sangat detail dalam lembaran yang sangat jelas setiap yang kita kerjakan bahkan setiap efek amal kita yang baik atau yang buruk.

Tidak dibiarkan sedikitpun prestasi atau pelanggaran tanpa balasan, tidak hanya Didunia tapi juga di kehidupan setelah mati.

Alloh hidupkan kembali kita dari kematian untuk mendapatkan itu semua. 


Rabu, 01 November 2023

Menyiapkan Calon Pemimpin Nasional

 Bagaimana menilai kualitas seorang pemimpin?

Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI sebagai lembaga resmi negara yang menyiapkan calon pemimpin nasional, sesungguhnya telah menawarkan sebuah cara menilai kualitas dan kapasitas kepemimpinan. Sebagaimana diketahui, salah satu fungsi Lemhannas RI adalah mendidik, menyiapkan kader dan memantapkan pimpinan tingkat nasional melalui berbagai kegiatan seperti program pendidikan, penyiapan materi pendidikan, operasional pendidikan dan pembinaan peserta dan alumni serta evaluasi.

Lemhannas RI telah mengkristalkan kualitas kepemimpinan dalam bentuk Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia (IKNI), yang bisa digunakan sebagai acuan dalam menyiapkan pemimpin dan menjadi kriteria dalam memilih calon pemimpin. Indeks ini memuat sejumlah kriteria kepemimpinan, yang meliputi aspek moralitas dan akuntabilitas kepemimpinan.

Nilai-nilai atau parameter moralitas dan akuntabilitas kepemimpinan nasional Indonesia, dalam IKNI tersebut, diperinci atas dasar 4 (empat) macam kategori yaitu:

Pertama, Indeks Moralitas dan Akuntabilitas Individual

a.Taqwa kepada Tuhan YME dan berwawasan Iptek (imtaq dan iptek); 

b.Memiliki etika dan nilai-nilai personal yang jelas (tentang adil-tidak adil; baik-buruk; dan sebagainya);

c.Memiliki kondisi kesehatan prima baik jasmaniah maupun  rohaniah;

d.Memiliki nilai kejujuran dan integritas yang tinggi termasuk integritas dan kejujuran intelektual yang selalu berusaha menyampaikan  kebenaran dan bukan pembenaran;

e.Dapat dipercaya, memiliki kecakapan dan kemampuan serta berani secara terukur;

f.Memiliki tingkat kecerdasan yang memadai dan berpendidikan yang cukup, sehingga mampu dan yakin untuk berpikir strategis dalam pengambilan keputusan;

g.Mampu menyampaikan pemikiran-pemikirannya secara jernih dan mampu memperdebatkannya secara elegan dengan orang lain dan menghormati pendapat yang berbeda;

h.Kualitas penampilan yang menonjol dalam kampanye dan pidato;

i.Dapat memadukan secara serasi hard and soft power. Hard power bersifat koersif (mengutamakan paksaan), ancaman terhadap perilaku orang dan soft power yang bersifat tidak langsung dengan pendekatan budaya dan ideologis, dengan mendayagunakan daya tarik, kooptasi dan komunikasi baik dalam kehidupan nasional maupun internasional;

j.Memiliki keluarga yang harmonis;

k.Selalu bersikap merendahkan diri dan santun.


Kedua, Indeks Moralitas dan  Akuntabilitas Sosial


a.Mampu berkomunikasi dan berinteraksi secara baik dengan lingkungan sekitarnya, dalam rangka penyerapan aspirasi;

b.Dapat membangun simpati dan dapat diterima oleh masyarakat yang dipimpinnya;

c.Selalu bertanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukannya;

d.Professional atas dasar ekspertis, rasa tanggung jawab sosial dan kebersamaan atas dasar kode etik yang berlaku;

e.Dapat membangun solidaritas dan menumbuhkan harapan baru untuk kemajuan yang lebih baik;

f.Memiliki semangat dan kemampuan untuk men-ciptakan kader;

g.Kehadirannya selalu lebih bersifat fungsional dari semata-mata simbolik;

h.Mampu menggali karakter kepemimpinan yang bersumber dari nilai-nilai agama dan budaya atau kapital sosial bangsa Indonesia;

i.Kedudukannnya yang menonjol dalam survei akseptabilitas;

j.Tingkat dukungan lintas partai/golongan dalam rangka membangun kualisi yang signifikan.


Ketiga, Indeks Moralitas dan Akuntabilitas Institusional

a.Selalu taat pada konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku;

b.Bersifat transparan, akuntabel, dan responsif;

c.Setia pada Ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sesanti Bhinneka Tunggal Ika;

d.Konsisten terhadap cita-cita dan tujuan nasional yang berwawasan nusantara, dan sadar terhadap konsep ketahanan nasional, atas dasar pemikiran yang sistemik dan komprehensif-integral;

e.Selalu peduli dan menghormati nilai-nilai dasar demokrasi;

f.Tidak berpikir dan bertindak feodalistik (hubungan patron-klien dengan rakyat);

g.Selalu sadar terhadap dinamika politik bangsa serta menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM (termasuk kesetaraan gender);

h.Imaginative dan visioner dengan konsep dan pemikiran baru.

i.Mampu meningkatkan kinerja dalam kondisi krisis dan kritis dengan keputusan yang tegas dan tepat waktu serta konsisten;

j.Rekam jejak yang positif pada jabatan politik sebelumnya;

k.Mampu mengembangkan keunggulan pribadi untuk melakukan terobosan atau kemampuan untuk melakukan sesuatu yang tidak terduga dalam kondisi krisis dan kritis;

l.Mampu berpikir transformasional dengan visi yang jelas;

m.Mampu memberikan inspirasi, stimulasi, dan selalu  membangun serta mengarahkan subsistem kepemimpinan yang mendukungnya.


Keempat, Indeks Moralitas dan Akuntabilitas Global

a.Memiliki wawasan regional dan global dengan semangat membangun kepemimpinan bersama;

b.Selalu menjaga semangat kemitraan dengan meng-hormati keragaman budaya;

c.Pemahaman dan konsistensi wawasannya dalam politik luar negeri yang bebas aktif;

d.Memiliki karakter negarawan yang karya dan kepribadiannya dihormati oleh negara lain;

e.Mampu meningkatkan kedudukan Indonesia di mata internasional dengan tidak mengorbankan jatidiri nasional dalam menghadapi proses globalisasi;

f.Memiliki kesadaran terhadap bahaya keamanan yang komprehensif, baik bahaya tradisional yang membahayakan negara maupun bahaya non-tradisional yang membahayakan umat manusia.

IKNI; Indeks Kepemimpinan Nasional  Indonesia

Demikianlah upaya Lemhannas RI dalam menjaga kebaikan dan kekokohan kepemimpinan melalui pemunculan IKNI . Sayang sekali, IKNI belum menjadi rujukan banyak pihak dalam menyiapkan dan memunculkan kepemimpinan. 


Dalam proses pilkada langsung, kepemimpinan adalah pasar bebas yang terikat oleh hukum-hukum pasar yang praktis dan pragmatis. Tidak terikat oleh hukum nilai yang bertanggung jawab.  Maka lahilrlah para pemimpin yang baru sebentar menjabat kekuasaan sudah tersandung perkara. Setelah mendapatkan banyak kepala daerah bermasalah, kita ramai ramai mencaci, padahal kita pula yang memilih dan mengangkatnya.


sumber : Cahyadi Takariawan

-ditulis ulang dengan penataan paragraf - agus ahmad hidayat-