Senin, 19 Februari 2024

Pemabuk, Pemburu Syahid

 Pemabuk, Pemburu Syahid 

Sebagai sahabat nabi namanya tidak populer. Bukan saja karena dia baru masuk Islam setelah futuh mekah, tepatnya setelah perang Hunain, dia juga tidak meriwayatkan hadits, bahkan reputasinya dikenal sebagai pemabuk. Dialah Abu Mihjan Al- Tsaqafi. Nama yang terdengar tidak familiar 

Beliau merupakan sahabat nabi Saw yang tidak bisa meninggalkan khamr, dari saat masih jahiliah hingga setelah masuk Islam. Dari masa Rasulullah hingga Khalifah Abu Bakar berlanjut ke masa kekhalifahan Umar bin Khattab, namanya selalu menjadi langganan  hukum cambuk karena meminum khamr.

Tetapi soal pengorbanan dan  keberanian, Abu Mihjan tidak perlu diragukan lagi, sejak masuk Islam dia tidak pernah absen dalam setiap peperangan. Keberanian dan cita cita syahidnya menjadikan dia seorang ksatria yang pilih tanding, gagah berani dan ditakuti. Hingga kehadirannya di medan pertempuran merupakan mimpi buruk bagi musuhnya.

Menjelang perang Qadisiyah, dia kedapat mabuk lagi. Karena sudah keseringan diberikan hukuman cambuk maka Khalifah Umar menambah dengan hukuman pengasingan. Tentu saja dia merasa sedih, bukan karena dihukum, tetapi karena tidak bisa turut serta dalam perang Qadisiyah yang juga baru diberangkatkan dibawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqas, ra.

Kuatnya keinginan untuk turut berjihad mendorong Abu Mihjan mencari cara untuk kabur dari perjalanan ke pengasingan. Akhirnya dia berhasil kabur dan menyusul pasukan muslim yang dipimpin Sa’ad bin Abi Waqqash ke medan tempur Qadisiyah. Sesampainya di Qadisiyah, Abu Mihjan pun langsung menemui Sa’ad bin Abi Waqash dan meminta izin untuk ikut berperang dan dia pun diizinkan.

Pada saat itu Sa’ad bin Waqash sendiri tidak bisa turun ke medan tempur secara langsung karena sedang sakit bisulan hampir di sekujur tubuhnya dan hanya bisa memberikan komando kepada pasukan dari sebuah menara. Dan dari tempat ketinggian ini panglima Sa'ad bisa melakukan pemantauan dan memberikan arahan kepada pasukan kaum muslimin sesuai dengan pergerakan musuhnya.

Saat awal perang dimulai, jalannya pertempuran berlangsung tidak seimbang. Disamping njomlangnya  jumlah pasukan, 36. 000: 130.000, pasukan Persia juga dilengkapi dengan pasukan gajah yang membuat kuda dan onta pasukan muslimin takut dan tidak berani maju.

Setelah berlarut dalam pertempuran yang sengit, kedua belah pihak menarik mundur pasukannya untuk beristirahat dan mengatur ulang strategi. Di saat inilah godaan khamr menghampiri diri Abu Mihjan, karena tak kuasa menahan keinginan yang sudah nyandu tersebut, maka iapun meminumnya.

Mengetahui hal itu, Sa’ad bin Abi Waqash pun menyuruh agar Abu Mihjan di kurung dan tidak diperkenankan ikut berperang. Di dalam kurungannya itu pun ia menyesali perbuatannya, sehingga untuk menutupi kesedihannya dua bersyair:

Sedih menyelimuti hatiku,

karena aku terbelenggu di balik jeruji besi,

Bila engkau melepaskan besi yang membelenggu diriku ini,

Niscaya akan aku raih syahid dalam perang,

Dulu diriku kaya akan harta dan kawan,

Namun kini mereka meninggalkan ku sebatang kara,

Tubuhku kering karena sengatan matahari,

Kuperbaiki timbangan yang rusak,

Hanya ampunan Allah yang kuharapkan,

Syairnya itupun didengar oleh istri Sa’ad bin Waqqash. Abu Mihjan pun memohon agar istri Sa’ad bin Waqash itu mau melepaskan dirinya agar bisa ikut berperang bersama pasukan muslim dan dia berjanji jika tidak mendapatkan mati syahid di medan perang, maka ia akan kembali lagi ke dalam kurungannya tersebut.

Mendengar kesungguhan dan kesedihan Abu Mihjan, ditambah dengan kondisi pasukan kaum muslimin yang sedang terdesak, maka istri Sa'ad melepas belenggu nya dan meminjamkan Balqa', kuda hitam milik panglima. Kemudian setelah menutup kepala dan wajahnya sehingga tinggal matanya yang kelihatan, doa memacu kudanya ke medan perang. 

Kemunculannya tidak dikenali. Tetapi terlihat jelas tidak ada rasa takut sedikitpun dari orang itu. Seluruh mata kaum muslimin yang ada di medan perang itupun memandangnya dengan penuh kagum dan bertanya-tanya, siapakah orang tersebut. Dia adalah Abu Mihjan Al-Tsaqafi, ksatria pemabuk pengejar syahid.

Sa’ad bin Waqqash yang melihat hal itu pun sangat senang karena datangnya bantuan, walaupun hanya satu orang saja, namun kekuatannya sebanding dengan seribu orang. Sa’ad bin Waqash pun bergumam, “Jika Abu Mihjan tidak ada di dalam jeruji kurungannya, maka aku sangat yakin bahwa orang itu adalah dia, dan apabila Balqa’ tidak ada di kandangnya, maka aku sangat yakin bahwa kuda yang ditungganginya itu adalah Balqa’. “

Barisan musuh pun mulai kocar-kacir, dan memacu kembali semangat untuk menggempur habis-habisan pasukan Persia. Hingga akhirnya pimpinan pasukan Persia panglima Rustum berhasil dibunuh oleh seorang prajurit muslim, Hilal bin Ullafah.

Ajaibnya, setelah perang Qadisiyah ini kebiasaan minum arak Abu Mihjan pun berhenti. Padahal Sa'ad bin Abi Waqash sempat berpikir, bila Abu Mihjan minum lagi akan dibiarkan...

Kasus seperti ini, pertolongan Allah melalui orang fajir, ahli maksiat sudah pernah didawuhkan nabi. Nabi Saw pun bersabda, “Berdirilah wahai fulan (yakni Bilal), serukanlah: Tidak akan masuk surga melainkan seorang mukmin. Allah mungkin saja menolong agama ini melalui laki-laki fajir (ahli maksiat).” 

(HR. Bukhari dan Muslim).

Kasus ini mungkin terjadi ketika orang orang shalih dan yang sudah berjanji setia (berbaiat) tidak serius dalam berjuang. Sedang leyeh-leyeh menikmati gemerlapnya dunia, sehingga tidak sur'atul istijabah tapi otw, oke tunggu wae.

Wallahua'lam bi shawab


Tidak ada komentar:

Posting Komentar