Mengapa aku ogah ogahan membina?
Kita sering bertanya, “Apa yang menyebabkan spirit membina dan mentarbiyah surut, bahkan hilang tak berbekas?” Pertanyaan itu boleh jadi mewakili suara hati setiap kita, terutama yang sebelumnya sangat produktif membina, lalu lambat laun “daya membina” itu serasa sirna.
Pertanyaan itu saya temukan jawabannya pada Mei 2024, tepat di hari keduapuluh. Hari itu, saat peluncuran “Gerakan Indonesia Membina” di Pendopo Museum Pangeran Diponegoro, Yogyakarta, Gurunda Ustadz Aunur Rofiq Saleh Tamhid, Lc. mengurai jawabannya. Saya bersyukur hadir bersama 1.500 orang dalam majelis itu.
"Salah satu yang menjadikan seseorang tak lagi membina adalah bergesernya orientasi para murabbi pada dunia," ungkap Ustadz Aun. Menurut beliau, Alquran telah mengingatkan kecenderungan pergeseran orientasi yang perlu diwaspadai ini.
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الْآخِرَةِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
_Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir_. (Q.s. An-Nahl: 107).
Yang melemahkan "daya membina" dalam diri murabbi dan para dai adalah kecenderungan untuk mengutamakan dunia daripada akhirat. _istahabbul hayatad-dunya 'alal akhirah_. Menurut Ustadz Aun, ini penyakit. Bergesernya orientasi bukan perkara sederhana, sesungguhnya ia adalah toksik. Sayangnya, pergeseran orientasi ini berjalan halus dan pelan sehingga seseorang yang telah teracuni terkesan tak menyadari, bahkan ia malah menikmati.
Adakah gejala yang dapat mendeteksinya? Ada, yaitu gampang berdalih untuk meninggalkan amal dakwah dan pembinaan. Sekali lagi, gampang berdalih. Salah satu dalih yang banyak menyelubungi seseorang sehingga merasa asyik dalam cengkeraman orientasi toksik adalah pikiran "ini juga dakwah". Saking luasnya cakupan dakwah, tanpa disadari, saat kita berdalih meninggalkan kelas-kelas pembinaan seakan tak lagi ada beban.
Sekali lagi, dalih "ini juga dakwah" menjadikan kita enteng menempatkan kelas pembinaan di prioritas ke sekian. Kita mulai ringan untuk menabrak jadwal-jadwal kelas pembinaan, dan tak lagi punya beban saat meninggalkannya. Toh kita bisa menerapkan teknik "nggaduhke", mutarabbi bisa kita titipkan ke kelas yang lain. Lama kelamaan kita merasa nyaman dengan cara demikian. Akibatnya, kelas pembinaan menjadi terabaikan. Hubungan antara murabbi dan mutarabbi tak lagi terbangun kuat. Ketika satu persatu mutarabbi lepas, dengan gampang kita melakukan "blaming the victim": anaknya sulit dikontak, memang mereka tidak militan.
Perihal kecenderungan gampang berdalih, Alquran telah mengsiyaratkannya. Betapa gampang seseorang menjadikan bisnis, kerja, tugas kuliah, keluarga, atau apapun sebagai dalih untuk abai terhadap kerja-kerja pembinaan.
سَيَقُولُ لَكَ الْمُخَلَّفُونَ مِنَ الْأَعْرَابِ شَغَلَتْنَا أَمْوَالُنَا وَأَهْلُونَا فَاسْتَغْفِرْ لَنَا ۚ يَقُولُونَ بِأَلْسِنَتِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ ۚ قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ بِكُمْ ضَرًّا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ نَفْعًا ۚ بَلْ كَانَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
_Orang-orang Badwi yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: "Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami"; mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan._ (Q.s. Al-Fath: 11).
Dalih-dalih itu terkesan logis. Tapi Alquran menyingkap motif di balik semua dalih itu, yaitu orientasi yang lebih mengutamakan dunia daripada akhirat. _Yaquuluna bi alsinatihim maa laisa fii quluubihim_.
Omongan di lisannya tak sama dengan motif yang tersembunyi di dalam hatinya. Dalih meninggalkan kelas pembinaan itu memang terkesan logis dan seakan dapat dibenarkan, tapi kita perlu menelisik lebih dalam; jangan-jangan ia indikasi dari bergesernya orientasi kepada dunia daripada mengedepankan akhirat. Sekali lagi dalihnya begitu manis: ini juga dakwah.
Maka mari kita tinjau ulang motif, pikiran, dan perasaan kita tentang dakwah dan tugas-tugas pembinaannya. Mulai tumbuhkah lintasan pikiran untuk enteng menempatkan tugas pembinaan di nomor kesekian, dibandingkan dengan tarikan-tarikan yang lain.
Mulaikah ada pikiran, _"Wah, kelompokku lebih progresif. Sekarang kami tidak lagi membicarakan rekrutmen dan pembinaan. Topik-topik kami sekarang mulai fokus pada pengembangan karir, membangun jejaring ke luar negeri, dan menggarap proyek-proyek bernilai tinggi."
Mulaikah kita menempatkan karir profesi lebih patut dipuji-puji, sementara karir membina seakan tugas rendahaan? Mulaikah kita menjadikan gairah mengejar posisi lebih utama daripada tugas-tugas membina? Mulaikah kita menganggap pendekatan "bitingan" dalam meraih dukungan politik lebih penting daripada menekuni kebersamaan dengan binaan?
Mari kita menelisik ke dalam diri kita masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar