berbasa basi dalam berbicara, adakah bermanfaat?
Mungkin kita pernah melihat seseorang dengan mudahnya mandapat kenalan baru, mudah diterima oleh orang yang belum dia kenal. Apa daya tarik dia hingga bisa seperti itu. Basa basi, omongan yang dilemparkan olehnya? ah kuno? ah tak bermutu? Jangan remehkan dulu!
Basa-basi adalah percakapan ringan yang biasanya digunakan untuk memulai atau mengisi keheningan dalam sebuah obrolan.
Ini adalah pembicaraan yang sepertinya tanpa tujuan tertentu, namun sesungguhnya ia menjadi semacam introduction bagi munculnya atmosfer yang nyaman antara dua individu atau lebih.
Kalo dalam tema public speaking, basa basi sering disebut sebagai 'ice breaking' atau memecah kebekuan.
Banyak orang kadang menganggap remeh urusan basa basi ini. Jika berpapasan dengan orang lain, terutama yang lebih tua, mereka tidak senyum, salam dan sapa. Walaupun mereka itu adalah tetangga atau orang tua yang dikenalnya.
Mereka baru menyadari betapa pentingnya masalah ini ketika sudah dewasa dan bekerja di satu tempat.
Kondite mereka bukan saja diukur dari kompetensi, tapi juga dari moral dan kemampuan mereka menerapkan sopan santun dan basa basi.
Basa basi adalah bagian dari sopan santun itu sendiri. Ia berada di area yang harus diperhatikan dalam membangun dan mengasah kemampuan sosialisasi di masyarakat.
Bagi bagi masyarakat Timur, termasuk di Indonesia, basa basi menjadi penting. Kultur masyarakat yang guyup dan lekat masih terasa kuat. Orang yang kaku dalam basa basi sering melahirkan sikap yang tidak simpatik. Generasi millennial dan gen Z menyebutnya sebagai orang gak asyik.
Beda dengan budaya Barat yang minim basa basi. Mereka adalah masyarakat yang umumnya cuek terhadap orang lain dan berperilaku induvidualistik. Bagi mereka itu bukan sesuatu yang urgen, tidak produktif dan hanya buang-buang waktu saja.
Dengan basa basi, sebetulnya kita sedang belajar menghargai dan mengakrabkan diri dengan orang lain dan lingkungan sekitar.
Bukan untuk ikut dalam kemungkaran yang ada dan melarut di dalamnya. Namun lebih untuk mengenali dan memahami apa yang terjadi agar tidak lahir sikap emosi dan memusuhi. Bahkan memberi solusi.
Di samping itu semua, kita diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sosial. Sebagai makhkuk sosial, kemampuan kita terbatas dan sektoral sementara kebutuhan bersifat integral dan menyeluruh. Hal ini juga berlaku pada orang lain di sekitar kita.
Karenanya dengan basa basi diharapkan menjadi awal interaksi untuk selanjutnya terjalin komunikasi dan sikap saling peduli, tolong menolong dan bekerja sama. Dari sini, dapatlah kiranya kebutuhan yang ada pada masing-masing pihak itu terpenuhi.
Suatu saat, kita pasti membutuhkan bantuan orang lain. Bisa jadi pertolongan itu datang dari orang yang selama ini kita selalu berbasa basi dengannya walau tak begitu kenal secara mendalam dan dekat.
Demikian pentingnya perkara ini sehingga kalau kita belum terbiasa melakukan basa basi secara verbal, maka bisa dengan cara non verbal. Rasulullah saw menyarankan basa basi dengan satu senyuman yang paling manis:
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيْكَ صَدَقَةٌ
"Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah bagimu” (HR Tirmidzi).
Betapa indahnya hidup ini jika sopan santun dan basa basi bisa diterapkan dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari. Apalagi disertai dengan senyuman.
Dengan basa basi, kita saling berbalas dengan keikhlasan dan hati yang lapang, sebagaimana firman Allah SWT :
وَإِذَا حُیِّیتُم بِتَحِیَّةࣲ فَحَیُّوا۟ بِأَحۡسَنَ مِنۡهَاۤ أَوۡ رُدُّوهَاۤۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَیۡءٍ حَسِیبًا
"Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya atau balaslah penghormatan itu (dengan serupa dengannya)" (QS. An Nisa: 86).
Mari kita tingkatkan kecerdasan dan skill berbasa basi dan sopan santun. Terutama bagi anak-anak muda yang makin tergerus dengan gaya hidup hedonistik dan induvidualistik. Sikap cuek dan acuh baybeh janganlah sampai menjadi life style.
Ketahuilah bahwa basi basi tidak pernah basi. Hanya saja memang jangan sampai berlebihan porsi.
Basa basi yang over loud hanya akan melahirkan sikap imitasi dan pseudo loyalis. Ia jadi sekedar gimik dan akting. Ujung-ujungnya hanya mencari muka dan asal bapak senang. Ini sangat tidak etis karena berujung pada lahirnya budaya hipokrit.
Basa basi model gini akhirnya jatuh pada puja puji pribadi yang melahirkan komitmen personal atau intima fardi. Padahal komitmen yang harus dibangun adalah secara manhaji. Simaklah firman Allah di bawah ini:
قُلۡ هَـٰذِهِۦ سَبِیلِیۤ أَدۡعُوۤا۟ إِلَى ٱللَّهِۚ عَلَىٰ بَصِیرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِیۖ وَسُبۡحَـٰنَ ٱللَّهِ وَمَاۤ أَنَا۠ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِینَ
"Katakanlah (Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108]
Basa basi yang berlebih mendorong lahirnya sikap arogansi dan menyebabkan lupa diri bagi orang yang dipuji.
Basa basi model gini bukanlah apa kita maksud. Ini berakibat lahirnya kultur dinasti feodalistik dan perasaan in group yang kuat
Dari sini muncullah sikap resistensi terhadap orang lain yang tidak sepaham dengannya karena ananiyah dan sombong.
Akibatnya juga jurit dan julid terhadap ide-ide baru walaupun itu keren dan brilliant yang dapat membawa perbaikan dan kemajuan. Ujungnya jumud sampe mati.
Karena itulah basa basi haruslah secara wajar dan tidak berlebihan sehingga kultus individu dapat dihindari. Rasulullah Saw bersabda:
لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ.
“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagai-mana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ‘Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka kata-kanlah, ‘‘Abdullaah wa Rasuuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya).” (HR, Bukhari, Turmudzi dan Ahmad)
Dengan kata lain, janganlah kalian memujiku secara bathil dan janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku.
Hal itu sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang Nasrani terhadap ‘Isa Alaihissallam, sehingga mereka menganggapnya memiliki sifat Ilahiyyah.
Karenanya, sifatilah aku sebagaimana Rabb-ku memberi sifat kepadaku, maka katakanlah: “Hamba Allah dan Rasul (utusan)-Nya.”
‘Abdullah bin asy-Syikhkhir Radhiyallahu anhu berkata,
“Ketika aku pergi bersama delegasi Bani ‘Amir untuk menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami berkata kepada beliau,
“Engkau adalah sayyid (penguasa) kami!” Spontan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
اَلسَّيِّدُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى.
“Sayyid (penguasa) kita adalah Allah Tabaaraka wa Ta’aala!”
Lalu kami berkata, “Dan engkau adalah orang yang paling utama dan paling agung kebaikannya.” Serta merta beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
قُوْلُوْا بِقَوْلِكُمْ أَو بَعْضِ قَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَجْرِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ.
“Katakanlah sesuai dengan apa yang biasa (wajar) kalian katakan, atau seperti sebagian ucapan kalian dan janganlah sampai kalian terseret oleh syaithan.” (HR Abu Dawud dan Bukhari) wallahu a'lam[] Shl
Tidak ada komentar:
Posting Komentar