Selasa, 29 Oktober 2024

Tolong menolong meringankan beban orang lain

 Anjuran melakukan tolong menolong

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: «مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ القِيَامَةِ. وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ. وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ. وَاللهُ في عَوْنِ العَبْدِ مَا كَانَ العَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ.


وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الجَنَّةِ.


وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بهِ نَسَبُهُ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ بِهَذَا اللَّفْظِ.


Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwasanya beliau bersabda: “Barangsiapa yang meringankan kesulitan besar seorang muslim di dunia, maka Allah akan meringankan kesulitan besarnya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan orang yang kesulitan, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memudahkan untuknya kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan, maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menolong seorang hamba selagi hamba tersebut menolong saudaranya.


Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.


Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah di antara rumah-rumah Allah (masjid), mereka membaca Al-Qur’an di situ, saling mudzakarah di antara mereka tentang ayat-ayat itu, kecuali rahmat akan memenuhi majelis mereka, para malaikat akan mengiringi mereka, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memuji mereka di antara para malaikat yang ada disisiNya. Dan barangsiapa yang tertinggal karena amalannya, maka dia tidak bisa mengejar dengan nasabnya.” (HR. Muslim)


Hadits ini senada dengan hadits Ibnu ‘Umar yang diriwayatkan dalam Bukhari dan Muslim, dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda:


الْمُسْلِمُ أخُو المُسْلِمِ، لا يَظْلِمُهُ ولا يُسْلِمُهُ، مَن كانَ في حاجَةِ أخِيهِ كانَ اللَّهُ في حاجَتِهِ، ومَن فَرَّجَ عن مُسْلِمٍ كُرْبَةً، فَرَّجَ اللَّهُ عنْه بها كُرْبَةً مِن كُرَبِ يَومِ القِيامَةِ، ومَن سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَومَ القِيامَةِ


“Seorang muslim itu saudara untuk muslim yang lain, jangan dia mendzaliminya, jangan juga menyerahkannya kepada musuh. Barangsiapa yang memenuhi hajat seorang saudaranya, Allah akan penuhi hajatnya. Barangsiapa yang ia melepaskan kesulitan seorang muslim, maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Mengangkat kesulitan orang lain

Menit ke-8:34 Kurbah adalah kesulitan yang sangat luar biasa, posisi terjepit. Tentunya ketika sedang menghadapi kondisi seperti itu kita sangat butuh bantuan orang lain.


Kondisi terjepit ini diumpamakan seperti orang yang sedang tercekik. Maka kalau orang yang mencekiknya memberikan kesempatan untuk bernafas dinamakan tanfis (تنفيس) atau memberikan nafas. Oleh karena itu barangsiapa yang memberi nafas (meringankan kesulitan besar) seorang muslim, maka Allah akan meringankan kesulitan besarnya pada hari kiamat kelak.


Ini adalah contoh dari kaidah:


الجزاء من جنس العمل


“Pahala itu sejenis dengan amalannya.”


Di sini, orang yang meringankan kesulitan orang lain dijanjikan akan mendapatkan kemudahan ketika menghadapi kesulitan pada hari kiamat.


Saat orang menghadapi kesulitan, maka kita dituntut untuk membantunya dengan satu dari dua hal; yang pertama yaitu dengan meringankan kesulitan itu, yang kedua dengan menghilangkan semua kesulitan itu. Kalau kita bisa mengangkat kesulitan itu dengan paripurna, maka itu yang terbaik. Tapi kalau tidak bisa maka kita berusaha untuk meringankan kesulitan orang tersebut.


Yang pertama, meringankan kesulitan disebutkan oleh hadits Abu Hurairah (yang sedang kita bahas ini). Sedangkan yang mengangkat kesulitan secara tuntas, ini disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Umar:


ومَن فَرَّجَ عن مُسْلِمٍ كُرْبَةً، فَرَّجَ اللَّهُ عنْه بها كُرْبَةً مِن كُرَبِ يَومِ القِيامَةِ


“Barangsiapa yang mengangkat kesulitan seorang muslim, maka Allah akan mengangkat kesulitannya pada hari kiamat kelak.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Memudahkan urusan orang lain

Menit ke-14:31 Selanjutnya Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan: “Dan barangsiapa yang memudahkan urusan orang yang sedang kesulitan, maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat.”


Amalan yang dilakukan adalah memudahkan orang yang sedang susah, pahala yang diraih adalah dimudahkan urusannya di dunia dan di akhirat. Sementara kita mengetahui bahwasanya urusan akhirat adalah urusan yang berat. Hari kiamat disebut sebagai يوم عسير (hari yang sulit). Maka pada hari kiamat kelak kita membutuhkan bantuan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau kita ingin kesulitan kita di akhirat dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka hendaknya kita banyak-banyak membantu urusan orang lain, memudahkan urusan mereka sebagaimana dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.


Memudahkan/membantu urusan orang yang sedang kesulitan ini bentuknya bisa bermacam-macam. Salah satu contohnya adalah dengan memberikan tempo yang lebih panjang bagi mereka untuk membayar utang yang kita berikan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ…


“Dan jika si peminjam uang adalah orang yang memiliki kesulitan, maka hendaklah si pemberi pinjaman memberikan tambahan tempo sampai si peminjam lepas dari kesulitannya…” (QS. Al-Baqarah[2]: 280)


Bisa juga dengan memaafkannya dengan menggugurkan tanggungan dia (baik sebagian atau seluruhnya). Ini juga adalah salah satu contoh memberikan kemudahan kepada orang yang sedang kesulitan. Atau bisa juga dengan memberikan bantuan kepada orang tersebut berupa makanan, pakaian, atau barang yang bisa membuat dia terlepas dari kesulitan yang sedang dihadapi.


Dan perintah untuk memberikan kemudahan kepada orang lain ini juga dianjurkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sebuah hadits:


كَانَ تَاجِرٌ يُدَايِنُ النَّاسَ فَإِذَا رَأَى مُعْسِرًا قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَجَاوَزُوا عَنْهُ لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَتَجَاوَزَ عَنَّا فَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهُ


“Dahulu ada seorang pedagang yang biasa memberikan pinjaman kepada orang-orang fakir. Dan jika ada orang yang kesulitan untuk membayar, maka dia mengatakan kepada anak-anaknya: ‘Maafkanlah mereka (gugurkanlah kewajiban utang mereka), barangkali dengan begitu Allah Subhanahu wa Ta’ala memaafkan dan mengampuni kita.’ Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni pedagang yang baik ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Ini menunjukkan bahwasanya berbuat baik kepada orang lain bisa menjadi penggugur dosa-dosa kita. Kita semuanya memiliki banyak dosa dan kita semuanya harus memiliki sebab-sebab dan amalan-amalan yang bisa menggugurkan dosa-dosa, salah satunya adalah dengan membantu/memudahkan orang yang sedang kesulitan.


Menutupi aib seorang muslim

Menit ke-22:06 Potongan hadits yang ketiga adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Barangsiapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat.”


Kita semuanya punya aib, kita semuanya punya dosa-dosa yang kita tidak ingin orang lain mengetahuinya. Kalau kita adalah orang yang khawatir aib kita terbongkar, maka salah satu kiatnya adalah dengan menutup aib orang lain. karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjanjikan “barangsiapa yang menutupi orang lain, maka Allah akan menutup aib kita.”


Hadits ini diperkuat oleh hadits Abu Barzah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:


يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الإِيمَانُ قَلْبَهُ لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ


“Wahai sekalian orang yang telah beriman dengan lisannya namun iman belum masuk ke hatinya, jangan kalian mengghibah orang-orang Islam, dan jangan kalian cari-cari kesalahan mereka. Karena barangsiapa yang mencari-cari kesalahan orang-orang Islam, maka Allah akan mencari-cari kesalahan-kesalahannya. Dan barangsiapa yang Allah cari-cari kesalahannya, maka Allah akan bongkar kesalahan-kesalahan itu di rumahnya sendiri.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)


Ini adalah sebuah ancaman yang menakutkan bagi mereka yang suka membongkar aib orang lain dan mencari-cari kesalahan mereka. Kalau kita melakukan hal itu, maka Allah yang akan membongkar aib dan kesalahan kita.


Sebaliknya, kalau kita menutup aib orang lain, maka Allah yang akan mengamankan aib-aib kita dan menutupnya dari orang lain baik di dunia maupun di akhirat.


Ibnu Rajab Al-Hambali meriwayatkan dari sebagian ulama Salaf, bahwasanya mereka mengatakan: “Kami telah mendapati orang-orang yang tidak memiliki aib, tapi mereka suka menyebar aib orang lain. Maka kemudian setelah itu orang-orang menyebutkan aib mereka. Sebaliknya, kami mendapati orang-orang yang punya banyak aib, tapi mereka diam dan tidak mau membongkar aib orang lain. Maka aib mereka dilupakan oleh manusia.”

Menolong orang lain

Menit ke-27:37 Potongan hadits yang keempat, “Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolong seorang hamba selagi dia menolong hamba yang lain.” Ini senada dengan hadits Ibnu ‘Umar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:


مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ


“Barangsiapa yang memenuhi hajat seorang muslim, maka Allah akan memenuhi hajatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Sebagian salafush shalih mensyaratkan kepada teman seperjalanan dengan mengatakan: “Aku mau safar denganmu tapi dengan syarat aku yang menjadi pelayanmu.” MasyaAllah ini adalah sebuah teladan agung yang dilakukan oleh generasi awal umat Islam. Ini semuanya terinspirasi dari sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:


وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ


“Allah akan memenuhi hajat seorang hamba selagi orang tersebut memenuhi hajat orang lain.”


Sehingga para ulama kita menyimpulkan bahwasanya ibadah sosial seperti membantu orang lain, memenuhi hajat mereka, ini adalah amal shalih yang mereka pandang lebih utama dari i’tikaf, lebih utama daripada haji, umroh dan shalat. Karenanya para ulama membuat sebuah kaidah fiqih:


الخير المتعدي افضل من القاصر


“Kebaikan yang manfaatnya menular kepada orang lain, itu lebih utama daripada kebaikan yang manfaatnya hanya untuk diri kita sendiri.”

Selasa, 22 Oktober 2024

Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya

 Hadits Al-Arbain An-Nawawiyah 35

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «لاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَتَنَاجَشُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخوَاناً. المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخذُلُهُ، وَلَا يَكْذِبُهُ، وَلَايَحْقِرُهُ. التَّقْوَى هَاهُنَا -وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ- بِحَسْبِ امْرِىءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ المُسْلِمَ. كُلُّ المُسْلِمِ عَلَى المُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling tanajusy (menyakiti dalam jual beli), janganlah saling benci, janganlah saling membelakangi (mendiamkan), dan janganlah menjual di atas jualan saudaranya. Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina yang lain. Takwa itu di sini–beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali–. Cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.’” (HR. Muslim) [HR. Muslim no. 2564]


 


Keterangan hadits

– Hasad menurut Ibnu Taimiyah adalah,


الْحَسَدَ هُوَ الْبُغْضُ وَالْكَرَاهَةُ لِمَا يَرَاهُ مِنْ حُسْنِ حَالِ الْمَحْسُودِ


“Hasad adalah membenci dan tidak suka terhadap keadaan baik yang ada pada orang yang dihasad.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:111).


Sedangkan menurut jumhur ulama, hasad adalah berharap hilangnya nikmat Allah pada orang lain. Nikmat ini bisa berupa nikmat harta, kedudukan, ilmu, dan lainnya. Demikian penjelasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, hlm. 368.


– Laa tanaaja-syuu: janganlah melakukan najsy, yaitu sengaja membuat harga barang naik, padahal ia tidak bermaksud membelinya. Najsy ini ingin memberikan mudarat pada pembeli, atau memberi manfaat pada penjual, atau bisa kedua-duanya sekaligus.


– Laa tabaa-ghoduu: janganlah saling benci, yaitu jangan sampai membuat sebab-sebab benci itu muncul.


– Laa tadaa-baruu: janganlah saling membelakangi, ada yang memandang ke arah yang satu, dan yang lain memandang ke arah lainnya. Maksudnya, jangan saling membelakangi (memboikot atau mendiamkan) bisa dengan hati, bisa dengan badan.


Dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ, فَيُعْرِضُ هَذَا, وَيُعْرِضُ هَذَا, وَخَيْرُهُمَا اَلَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ


“Tidak halal bagi muslim memutuskan persahabatan dengan saudaranya lebih dari tiga malam. Mereka bertemu, lalu seseorang berpaling dan lainnya juga berpaling. Yang paling baik di antara keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Bukhari, no. 6077 dan Muslim, no. 2560)


– Laa yabi’ ba’dhukum ‘ala bay’i ba’din: janganlah menjual di atas jualan saudaranya. Misalnya ada yang membeli suatu barang pada penjual pertama dengan harga seratus ribu rupiah. Lalu ada penjual kedua yang datang dan menawarkan lagi, “Saya bisa beri dengan barang yang sama hanya tujuh puluh ribu rupiah.” Ini namanya menjual di atas jualan saudaranya.


– Wa kuunu ‘ibadallahi ikhwaanaa: jadilah hamba Allah yang bersaudara. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata, “Sudah dimaklumi bersama bahwa namanya saudara itu, ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”


– Laa yazh-limuhu: janganlah berbuat zalim dalam hal harta, darah, kehormatan, dan lainnya.


– Laa yakh-dzuluhu: janganlah membiarkan tanpa ditolong (diterlantarkan). Misalnya, seseorang melihat ada yang dizalimi sedang berdebat dengan orang yang menzaliminya. Jika ada yang mendukung orang yang menzalimi tanpa membela orang yang dizalimi seperti itu, itu namanya diterlantarkan. Yang wajib dilakukan adalah menolong orang yang dizalimi tadi.


– Laa yak-dzibuhu: janganlah berbuat dusta, dengan ucapan ataupun perbuatan.


– Laa yahqiruhu: janganlah merendahkan muslim yang lain.


Faedah hadits

Islam mengajarkan untuk menjalin ukhuwah (persaudaraan).

Islam melarang hasad (walaupun hanya dari satu pihak saja), najsy (menaikkan harga barang lalu memudaratkan penjual atau memberikan manfaat pada pembeli), saling benci, saling membelakangi (mendiamkan), menjual di atas jualan saudaranya, menzalimi, enggan menolong (menelantarkan), merendahkan, mengabarkan berita bohong, merampas harta, darah, hingga kehormatan orang lain.

Hadits ini menganjurkan kaum muslimin untuk saling mencintai. Hadits menyebutkan larangan saling membenci, itulah mantuqnya (tekstualnya). Sebaliknya (secara mafhum), kita dianjurkan untuk saling mencintai.

Larangan menjual di atas jualan saudaranya berlaku saat khiyar dan bakda khiyar. Khiyar adalah memilih untuk melanjutkan atau membatalkan jual beli.

Wajib mewujudkan persaudaraan seiman. Bentuk mewujudkan persaudaraan adalah dengan saling memberi hadiah, berkumpul dalam ibadah secara berjemaah seperti dalam shalat lima waktu, shalat Jumat, dan shalat id.

Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa sesama muslim itu bersaudara, beliau menjelaskan pula bagaimana seharusnya seorang muslim pada saudaranya.

Ajaran Islam datang untuk menjaga atau menyelamatkan darah, harta, dan kehormatan.

Tidak boleh menjatuhkan kehormatan seorang muslim. Kita tidak boleh mengghibah yang lainnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menafsirkan tentang ghibah dengan membicarakan aib suadara kita di saat ia gaib. Bila ia hadir, membicarakan kejelekannya disebut dengan mencela, bukan lagi ghibah.

Tidak boleh menelantarkan sesama muslim, berarti kita diperintahkan untuk menolong mereka. Bahkan kita diperintahkan menolong orang yang dizalimi dan juga menolong orang yang berbuat zalim. Dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انْصُرْ أخاكَ ظالِمًا أوْ مَظْلُومًا فقالَ رَجُلٌ: يا رَسولَ اللَّهِ، أنْصُرُهُ إذا كانَ مَظْلُومًا، أفَرَأَيْتَ إذا كانَ ظالِمًا كيفَ أنْصُرُهُ؟ قالَ: تَحْجُزُهُ، أوْ تَمْنَعُهُ، مِنَ الظُّلْمِ فإنَّ ذلكَ نَصْرُهُ.


“Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim atau yang dizalimi.” Ada seseorang yang berkata, “Wahai Rasulullah, aku tolong menolongnya jika ia dizalimi. Terus pendapatmu jika ia adalah orang zalim, bagaimana aku bisa menolongnya?” Beliau bersabda, “Engkau mencegah atau menghalanginya dari tindakan zalim, berarti engkau telah menolongnya.” (HR. Bukhari, no. 2444, 6952)


Kita wajib bersikap jujur, tidak boleh berdusta. Berdusta itu haram walaupun pada orang kafir.

Tidak boleh merendahkan muslim yang lain walau dia itu fakir dan miskin. Kita harus memuliakan dan menghormati muslim lainnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


رُبَّ أشْعَثَ مَدْفُوعٍ بالأبْوابِ، لو أقْسَمَ علَى اللهِ لأَبَرَّهُ.


“Betapa banyak orang yang rambutnya semrawut dan dia diusir ketika berada di pintu rumah orang lain, tetapi jika ia bersumpah/ berdoa, Allah akan mengabulkan permintaannya.” (HR. Muslim, no. 2622, 2854)


Takwa letaknya di hati.

Memberi contoh dengan mempraktikkan lebih mengena dari sekadar perkataan saat bicara. Karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berisyarat pada dadanya, bukan hanya berkata-kata.

Hadits ini adalah sanggahan untuk orang yang mengerjakan maksiat dengan anggota badannya, lalu ia katakan, yang penting ketakwaan kita di sini. Jawabnya, jika hati bertakwa, anggota badan juga turut bertakwa karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ القَلْبُ


“Ingatlah di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, seluruh jasad akan ikut baik. Jika ia rusak, seluruh jasad akan ikut rusak. Ingatlah, segumpal daging itu adalah hati (jantung).” (HR. Bukhari, no. 2051 dan Muslim, no. 1599)


Bagusnya pengajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ucapan dan praktik.

 


Kaedah dari hadits

Kaedah bersaudara:

الأُخُوَّةُ مَبْنِيَّةٌ عَلَى المُتَطَلِّبَاتِ لاَ عَلَى الِإدْعَاءَاتِ


“Persaudaraan itu dibangun di atas apa yang orang lain suka, bukan atas tuntutan hak.”


Kaedah fikih:

الأَصْلُ فِي دَمِّ المُسْلِمِ وَعِرْضِهِ وَمَالِهِ الحُرْمَةُ


“Hukum asal darah muslim, hartanya, dan kehormatannya adalah terjaga (dilarang dirampas).”


Kaedah hati:

اِتِّقَاءُ القَلْبِ يَثْمُرُ اِتِّقَاءَ الجَوَارِحِ


“Hati yang terjaga baik berbuah pada anggota badan yang terjaga.”


 


Sifat Manusia Saat Hasad 

Hasad itu sifatnya manusiawi. Setiap orang pasti punya rasa tidak suka jika ada orang yang setipe dengannya melebihi dirinya dari sisi keutamaan.


Manusia dalam hal ini ada empat sifat hasad.


Pertama: Ada yang berusaha menghilangkan nikmat pada orang yang ia hasad. Ia berbuat melampaui batas dengan perkataan ataupun perbuatan. Inilah hasad yang tercela.


Kedua: Ada yang hasad pada orang lain. Namun, ia tidak jalankan konsekuensi dari hasad tersebut di mana ia tidak bersikap melampaui batas dengan ucapan dan perbuatannya. Al-Hasan Al-Bashri berpandangan bahwa hal ini tidaklah berdosa.


Ketiga: Ada yang hasad dan tidak menginginkan nikmat orang lain hilang. Bahkan ia berusaha agar memperoleh kemuliaan semisal. Ia berharap bisa sama dengan yang punya nikmat tersebut. Jika kemuliaan yang dimaksud hanyalah urusan dunia, tidak ada kebaikan di dalamnya. Contohnya adalah keadaan seseorang yang ingin seperti Qarun.


يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ


“Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun.” (QS. Al-Qasas: 79)


Jika kemuliaan yang dimaksud adalah urusan agama, inilah yang baik.  Inilah yang disebut ghib-thah.


Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


لا حَسَدَ إلَّا على اثنتَينِ: رجُلٌ آتاهُ اللهُ مالًا، فهو يُنْفِقُ مِنهُ آناءَ اللَّيلِ وآناءَ النَّهارِ، ورجُلٌ آتاهُ اللهُ القُرآنَ، فهو يَقومُ به آناءَ اللَّيلِ وآناءَ النَّهارِ.


“Tidak boleh ada hasad kecuali pada dua perkara: ada seseorang yang dianugerahi harta lalu ia gunakan untuk berinfak pada malam dan siang, juga ada orang yang dianugerahi Alquran, lantas ia berdiri dengan membacanya malam dan siang.” (HR. Bukhari, no. 5025, 7529 dan Muslim, no. 815)


Keempat: Jika dapati diri hasad, ia berusaha untuk menghapusnya. Bahkan ia ingin berbuat baik pada orang yang ia hasad. Ia mendoakan kebaikan untuknya. Ia pun menyebarkan kebaikan-kebaikannya. Ia ganti sifat hasad itu dengan rasa cinta. Ia katakan bahwa saudaranya itu lebih baik dan lebih mulia. Bentuk keempat inilah tingkatan paling tinggi dalam iman. Yang memilikinya itulah yang memiliki iman yang sempurna di mana ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

Minggu, 20 Oktober 2024

Pidato Prabowo dalam Sidang Paripurna MPR RI

Teks pidato lengkap Prabowo ( dalam Sidang Paripurna MPR RI)


“Hari ini kita mendapatkan kehormatan yang sangat besar pada acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI. Hari ini kita dihadiri 19 kepala negara dan 19 kepala pemerintah, serta 15 utusan khusus negara-negara sahabat lainnya. Tokoh-tokoh dari negara sahabat ini terbang dari tempat yang jauh, di tengah kesibukan, di tengah banyak masalah yang dihadapi. Mereka datang ke sini untuk menghormati bangsa dan rakyat Indonesia.


Karena itu, atas nama seluruh bangsa dan rakyat Indonesia, saya ucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua kepala pemerintah, kepala negara, dan perwakilan negara sahabat yang hadir di sini.


Saudara-saudara, beberapa saat yang lalu, di hadapan majelis yang terhormat ini, di hadapan seluruh rakyat Indonesia, yang terpenting di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa Allah SWT, saya Prabowo Subianto dan saudara Gibran Rakabuming Raka telah mengucapkan sumpah untuk mempertahankan Undang-Undang Dasar (UUD) kita, untuk menjalankan semua undang-undang yang berlaku untuk berbakti kepada negara dan bangsa. Sumpah tersebut akan kami jalankan dengan sebaik-baiknya, dengan penuh rasa tanggung jawab dan semua kekuatan yang ada pada jiwa dan raga kami.


Kami akan menjalankan kepemimpinan pemerintahan Indonesia, kepemimpinan negara dan bangsa Indonesia, dengan tulus, dengan mengutamakan kepentingan seluruh rakyat Indonesia, termasuk mereka yang tidak memilih kami. Kami akan mengutamakan kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia di atas segala golongan, apalagi kepentingan pribadi kami.


Tantangan, rintangan, hambatan, dan ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia di tengah dinamika dan pergulatan dunia tidak ringan. Kita paham, kita mengerti bahwa karunia yang diberikan Yang Maha Kuasa kepada kita sungguh sangat besar dan beragam.


Kita memiliki luas wilayah daratan dan lautan yang sangat besar, kekayaan alam yang sangat besar. Kita mengerti bahwa sumber alam ini terdiri dari sumber-sumber alam yang sangat penting untuk kehidupan manusia di abad ke-21 dan seterusnya.


Namun, di tengah segala karunia tersebut, di tengah kelebihan yang kita miliki, yang memang membuat kita harus menghadapi masa depan dengan optimis, tetapi kita pun harus berani untuk melihat tantangan, rintangan, ancaman, dan kesulitan yang ada di hadapan kita.


Saya selalu mengajak saudara-saudara sebangsa dan setanah air untuk menjadi bangsa yang berani, bangsa yang tidak takut tantangan, bangsa yang tidak takut rintangan, bangsa yang tidak takut ancaman.


Sesungguhnya, sejarah kita adalah sejarah yang penuh kepahlawanan, penuh pengorbanan, penuh keberanian. Tidak hanya pemimpin-pemimpin, tetapi keberanian rakyat kita menghadapi segala tantangan, bahkan invasi-invasi dari bangsa lain.


Kita paham dan mengerti bahwa kemerdekaan kita bukan hadiah. Kemerdekaan kita, kita dapat dengan pengorbanan yang sangat besar. Dan kita harus paham dan ingat selalu pengorbanan yang paling besar adalah pengorbanan dari rakyat kita yang paling miskin, wong cilik, yang berjuang memberi makan kepada pejuang-pejuang. Janganlah kita lupa waktu perang kemerdekaan, kita tidak punya anggaran APBN, pasukan kita tidak digaji. Siapa yang memberi makan? Yang memberi makan adalah para petani di desa-desa, para nelayan, para pekerja. Terus-menerus mereka yang mendirikan Republik Indonesia.


Sekarang, saya mengajak saudara-saudara, terutama unsur pimpinan dari semua kalangan, dari kalangan cendekiawan, ulama, pengusaha, pemimpin politik, pemuda dan mahasiswa, mari kita berani menghadapi tantangan-tantangan tersebut.


Tantangan besar yang kita hadapi ada yang berasal dari luar. Tapi, kita harus berani mengakui banyak tantangan, kesulitan, rintangan yang berasal dari diri kita sendiri. Ada tantangan dan kesulitan yang terjadi karena kita kurang waspada, karena kadang-kadang kita tidak andal dan piawai dalam mengurus kekayaan kita sendiri.


Marilah kita berani mawas diri, menatap wajah sendiri, dan mari berani memperbaiki diri sendiri, berani mengoreksi diri kita sendiri.


Kita harus menghadapi kenyataan bahwa masih terlalu banyak kebocoran penyelewengan korupsi di negara kita. Ini adalah yang membahayakan masa depan kita dan masa depan anak-anak kita, cucu-cucu kita. Kita harus berani mengakui terlalu banyak kebocoran-kebocoran dari anggaran kita, penyimpangan-penyimpangan, kolusi di antara para pejabat politik, pejabat pemerintah di semua tingkatan, dengan pengusaha-pengusaha yang nakal, pengusaha-pengusaha yang tidak patriotik. Jangan takut melihat realita ini.


Kita masih melihat sebagian saudara-saudara kita yang belum menikmati hasil kemerdekaan. Terlalu banyak saudara-saudara kita yang berada di bawah garis kemiskinan. Terlalu banyak anak-anak yang berangkat sekolah tidak makan pagi. Terlalu banyak anak-anak kita yang tidak punya pakaian untuk berangkat sekolah.


Kita sebagai pemimpin politik, jangan kita terlalu senang melihat angka-angka statistik yang membuat kita terlalu cepat gembira, terlalu cepat puas. Padahal kita belum melihat gambaran sepenuhnya. Kita merasa bangga bahwa kita bisa diterima di kalangan G20, kita merasa bangga bahwa kita disebut ekonomi ke-16 terbesar di dunia. Tapi, apakah kita sungguh-sungguh paham dan melihat gambaran utuh dari keadaan kita?


Apakah kita sadar bahwa kemiskinan di Indonesia masih terlalu besar? Apakah kita sadar bahwa rakyat kita dan anak-anak kita banyak yang kurang gizi, banyak rakyat yang tidak dapat pekerjaan yang baik. Banyak sekolah-sekolah kita yang tidak terurus. Saudara-saudara, kita harus berani melihat ini semua dan kita harus berani menyelesaikan masalah ini semua.


Saya mengajak kita semua, marilah kita berani melihat kenyataan. Kita boleh bangga dengan prestasi kita, tapi marilah kita jangan tertegun, jangan terlalu cepat puas dan gembira dengan menutup mata dan hati terhadap tantangan-tantangan dan penderitaan saudara-saudara kita.


Kita tidak boleh memiliki sikap seperti burung unta, kalau melihat sesuatu yang tidak enak memasukkan kepalanya ke dalam tanah. Mari kita menatap ancaman dan bahaya dengan gagah. Marilah kita menghadapi kesulitan dengan berani. Marilah kita berhimpun, bersatu untuk mencari solusi-solusi, jalan keluar dari ancaman dan bahaya tersebut.


Saudara-saudara, saya telah mencanangkan bahwa Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kita tidak boleh tergantung sumber makanan dari luar. Dalam krisis, dalam keadaan genting, tidak ada yang akan mengizinkan barang-barang mereka untuk kita beli. Karena itu, tidak ada jalan lain dalam waktu yang sesingkat-singkatnya kita harus mencapai ketahanan pangan.


Kita harus mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia. Saya sudah mempelajari bersama pakar-pakar yang membantu saya. Saya yakin, paling lambat 4-5 tahun kita akan swasembada pangan. Bahkan kita siap menjadi lumbung pangan dunia.


Kita juga harus swasembada energi. Dalam keadaan ketegangan, dalam keadaan kemungkinan terjadi perang di mana-mana, kita harus siap dengan kemungkinan yang paling jelek. Negara-negara lain harus memikirkan kepentingan mereka sendiri, kalau terjadi hal yang tidak diinginkan sulit kita mendapat sumber energi dari negara lain. Oleh karena itu, kita harus swasembada energi dan kita mampu untuk swasembada energi.


Kita diberi karunia oleh Tuhan. Tanaman-tanaman yang membuat kita bisa tidak tergantung dengan bangsa lain. Tanaman-tanaman seperti kelapa sawit bisa menghasilkan solar dan bensin. Kita juga punya singkong, tebu, sagu, jagung, dan lain-lain.


Kita juga punya energi bawah tanah, geothermal yang cukup. Kita punya batu bara yang sangat banyak. Kita punya energi dari air yang sangat besar. Pemerintah yang saya pimpin nanti akan fokus untuk mencapai swasembada energi.


Kita juga harus mengelola air dengan baik. Alhamdulillah kita punya sumber air yang cukup dan kita sudah punya teknologi menghasilkan air yang murah dan yang bisa memenuhi kebutuhan kita.


Juga, semua subsidi bantuan kepada rakyat kita yang masih dalam keadaan susah harus kita yakin subsidi-subsidi itu sampai kepada mereka yang membutuhkan. Kita harus berani meneliti dan kalau perlu kita ubah subsidi itu harus kepada langsung keluarga-keluarga yang membutuhkan. Dengan teknologi digital kita akan mampu sampai subsidi itu sampai ke setiap keluarga yang membutuhkan. Tidak boleh aliran-aliran bantuan itu tidak sampai ke mereka yang butuh itu.


Anak-anak kita semua harus bisa makan bergizi minimal 1 kali sehari. Dan itu akan kita lakukan, dan itu bisa kita lakukan.


Selain itu, menjamin melindungi mereka yang paling lemah untuk mencapai kesejahteraan sejati, kemakmuran yang sebenarnya. Kita harus melakukan hilirisasi kepada semua komoditas yang kita miliki. Nilai tambah dari semua komoditas itu harus menambah kekuatan ekonomi kita sehingga rakyat kita bisa mencapai tingkat hidup yang sejahtera. Seluruh komoditas kita harus bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.


Saya sudah katakan, kita harus berani menghadapi dan memberantas korupsi dengan perbaikan sistem, dengan penegakan hukum yang tegas, dengan digitalisasi. Insya Allah kita akan kurangi korupsi secara signifikan.


Tapi, ini harus kita lakukan seluruh unsur. Pimpinan harus memberi contoh, ing ngarso sung tulodo. Ada pepatah yang mengatakan kalau ikan menjadi busuk, busuknya mulai dari kepala. Semua pejabat dari semua eselon dari semua tingkatan harus memberi contoh untuk menjalankan kepemimpinan pemerintahan yang sebersih-bersihnya. Mulai contoh dari atas dan sesudah itu penegakan hukum yang tegas dan keras.


Semua kita percaya dan yakin kita punya kekuatan menghilangkan kemiskinan dari bumi Indonesia. Ini sasaran berat, bahkan banyak yang mengatakan ini sesuatu yang tidak mungkin. Pemimpin yang berani dan baik akan terpanggil untuk menghadapi yang tidak mungkin dan mencari jalan agar yang tidak mungkin kita atasi. Bangsa yang berani adalah bisa membikin yang tidak mungkin menjadi mungkin.


Di tengah cita-cita yang begitu besar dan idam-idamkan, kita perlu suasana kebersamaan, persatuan, kolaborasi kerja sama, bukan cekcok yang berkepanjangan. Kita perlu pemimpin-pemimpin yang tidak caci maki, yang arif, bijaksana, mengerti, dan cinta budaya dan sejarah bangsa sendiri yang bangga dengan adab tradisi dan adat bangsa kita sendiri.


Kita dari sejak dahulu memikirkan kehendak dari para pendiri bangsa kita ingin menjadi bangsa yang berdemokrasi. Kita menempatkan kedaulatan rakyat setinggi-tingginya. Dalam dasar negara kita Pancasila, kerakyatan merupakan sendi utama dari kelima sila yang kita junjung tinggi. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.


Kita menghendaki kehidupan demokrasi. Tapi marilah kita sadar bahwa demokrasi kita harus demokrasi yang khas untuk Indonesia, yang cocok untuk bangsa kita, demokrasi yang berasal dari sejarah dan budaya kita. Demokrasi kita harus demokrasi yang santun, demokrasi di mana berbeda pendapat harus tanpa permusuhan. Demokrasi di mana mengoreksi harus tanpa caci maki, bertarung tanpa membenci, bertanding tanpa berbuat curang. Demokrasi kita harus demokrasi yang menghindari kekerasan, adu domba, hasut menghasut. Harus yang sejuk, demokrasi yang damai, demokrasi yang menghindari kemunafikan.


Hanya dengan persatuan dan kerja sama kita akan mencapai cita-cita para leluhur bangsa yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo, bangsa yang baldatun toyyibatun warobbun ghofur. Bangsa yang di mana rakyat cukup sandang, pangan, papan. Cita-cita kita adalah melihat wong cilik iso gemuyu, wong cilik bisa senyum, bisa tertawa.


Kita harus ingat bahwa kekuasaan itu adalah milik rakyat. Kedaulatan itu adalah kedaulatan rakyat. Kita berkuasa seizin rakyat. Kita menjalankan kekuasaan harus untuk kepentingan rakyat. Kita harus selalu ingat setiap pemimpin dalam setiap tingkatan harus selalu ingat, pekerjaan kita harus untuk rakyat.


Bukan, bukan, bukan kita bekerja untuk diri sendiri. Bukan kita bekerja untuk kerabat kita, bukan kita bekerja untuk pemimpin-pemimpin kita. Pemimpin yang harus bekerja untuk rakyat.


Kita harus mengerti selalu sadar selalu bahwa bangsa yang merdeka adalah bangsa di mana rakyatnya merdeka. Rakyat harus bebas dari ketakutan, bebas dari kemiskinan, bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari penindasan, bebas dari penderitaan.


Saudara-saudara, masih ada saudara-saudara kita usianya di atas 70 tahun masih menarik becak. Ini bukan ciri-ciri bangsa yang merdeka. Hanya kalau kita bisa wujudkan keadaan di mana rakyat sungguh merasa dan menikmati kemerdekaan, baru kita boleh sungguh-sungguh puas dan bangga dengan prestasi Indonesia merdeka.


Marilah kita kerja keras dan berjuang tanpa menyerah. Mari kita menghimpun dan menjaga semua kekayaan kita. Jangan mau kekayaan kita diambil murah oleh pihak-pihak lain.


Semua kekayaan kita harus sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat kita. Dalam sejarah politik, hal ini mudah untuk kita ucapkan, tidak mudah untuk kita capai. Tapi kita bisa capai kalau kita bersatu dan bekerja sama. Marilah kita bangun masa depan bersama. Marilah menganggap rekan-rekan kita walaupun berbeda suku, partai, agama, golongan, kita adalah sama-sama anak Indonesia. Bertanding semangat. Sesudah bertanding, mari kita berhimpun kembali.


Presiden Joko Widodo mengalahkan saya, berapa kali ya saya lupa, tapi begitu beliau menang, beliau mengajak saya bersatu, dan saya menerima ajakan itu. Sekarang saya yang menang, dan saya mengajak semua pihak ayo bersatu.


Dalam menghadapi dunia internasional, Indonesia memilih jalan bebas aktif nonblok. Kita tidak mau ikut pakta-pakta militer manapun. Kita memilih jalan bersahabat dengan semua negara. Sudah berkali-kali saya canangkan Indonesia akan menjalankan politik luar negeri sebagai negara yang ingin menjadi tetangga yang baik, we want to be a good neighboor. Kita ingin menganut filosofi kuno: seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak.


Dengan demikian, kita ingin menjadi sahabat semua negara. Tapi kita punya prinsip, yakni anti penjajahan. Karena kita pernah mengalami penjajahan. Kita anti penindasan, karena kita pernah ditindas. Kita antirasialisme, anti aperteid, karena kita pernah mengalami waktu kita dijajah. Kita bahkan digolongkan lebih rendah dari anjing, banyak prasasti dan marmer papan-papan di mana disebut hhonden en inlander verboden. Saya masih liat prasasti di kolam renang Manggarai tahun 78. Karena itu kita punya prinsip kita harus solider membela rakyat yang tertindas di dunia ini.


Karena itu kita mendukung kemerdekaan rakyat Palestina.


Pemerintah Presiden Joko Widodo sudah mengirimkan banyak bantuan. Hari ini kita punya tim medis yang bekerja di Gaza, Raffah, dengan risiko sangat tinggi. Dokter-dokter kita, perawat-perawat kita, sudah bekerja sama dengan saudara dari Uni Emirat Arab (UEA). Dan kita pun siap untuk mengirim bantuan yang lebih banyak, dan siap evakuasi mereka yang luka dan anak-anak yang trauma. Dan korban kita siapkan semua rumah sakit, dan tentara, dan nanti rumah sakit-rumah sakit lain untuk membantu saudara-saudara kita yang menjadi korban perang yang tidak adil.


Kita menjadi bangsa harus berterima kasih kepada generasi pembebas. Bung Karno, Bung Hatta, pahlawan-pahlawan lain, I Gusti Ngurah Rai, Kapitan Pattimura, Sultan Hasanuddin, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, dan lain-lain. Mereka membayar saham kemerdekaan dengan darah dan air mata mereka.


Kita bersyukur pada Presiden pertama Bung Karno telah memberi kita ideologi negara, Pancasila. Yang keluar masuk penjara, dibuang di mana-mana dari sejak muda karena memperjuangkan Indonesia merdeka. Indonesia tidak mau menjadi darah bagi bangsa-bangsa lain. Soekarno-Hatta, Syahrir, semua pendiri bangsa berkorban dan memimpin dengan baik.


Kita juga bersyukur kepada Presiden Soeharto yang banyak jasanya dalam menyelamatkan dan mengamankan ideologi Pancasila itu sendiri. Yang telah meletakkan dasar bagi Indonesia yang modern.


Kita berterima kasih kepada Presiden B.J. Habibie yang telah membuat dasar untuk kita meraih dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.


Kita berterima kasih kepada Presiden Abdurrahman Wahid yang telah memberi contoh toleransi antaragama, antarsuku, yang menjunjung tinggi Indonesia yang inklusif dan toleran.


Kita berterima kasih kepada Presiden Megawati yang menyelesaikan masalah-masalah ekonomi akibat crash tahun 98. Harus diakui di bawah pemerintahan Megawati, masalah perusahaan-perusahaan yang hancur dapat diperbaiki dan diselamatkan.


Kita harus berterima kasih kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang memimpin Indonesia di saat krisis yang sangat berat, menghadapi tsunami, menyelesaikan bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, menyelesaikan pertikaian di Aceh yang sudah berjalan begitu lama. Ini prestasi yang harus diakui.


Mereka semua dengan cara masing-masing memiliki sumbangsih terhadap apa yang kita nikmati, utuh, berdaulat, dan merdeka yang terus menjaga dan berjuang untuk kemerdekaan dan keadilan.


Sekarang, kita ucapkan terima kasih juga kepada Presiden RI ke-7. Presiden Joko Widodo dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Terima kasih atas kepemimpinan Bapak, terima kasih atas kenegarawanan Bapak. Bapak telah menakhodai bangsa ini melalui krisis-krisis yang sungguh sangat berat. Ingat COVID-19 kita bahkan keluar rumah takut. Saya saksi, saya menteri beliau. Semua pihak dalam dan luar negeri telepon, terus menekan beliau, terus minta lockdown. Beliau menolak. Beliau berpikir kalau kita lockdown, bagaimana (nasib) wong cilik, warteg, ojol, rakyat yang makannya dari upah harian.


Jangan kita lupa prestasi pemimpin-pemimpin kita. Terima kasih, Anda berjasa dan akan dikenang sebagai putra Indonesia yang termasuk terbaik.


Akhir kata, saya mohon doa restu saudara-saudara. Mari kita bangun Indonesia di atas landasan yang sudah dirintis oleh pendahulu-pendahulu kita. Mari kita belajar semua kekurangan. Kita akui dan kita perbaiki. Hentikan dendam, hilangkan kebencian, bangun kerukunan, bangun gotong royong. Itu kepribadian bangsa Indonesia, itu ajaran Bung Karno.


Kami siap melanjutkan estafet kepemimpinan. Kita siap bekerja keras menuju Indonesia Emas, menjadi bangsa yang kuat, merdeka, berdaulat, adil, dan makmur. Kita tidak mau mengganggu siapapun. Kita tidak mau mengganggu bangsa lain, tapi kita juga tidak mengizinkan bangsa manapun mengganggu kita.


Semoga Tuhan Yang Maha Esa Allah swt. melindungi kita semua, menyertai kita semua dalam perjalanan. Kita juga berdoa kepada Yang Maha Esa agar tamu-tamu agung kita akan kembali ke rumah masing-masing dalam keadaan aman dan bersahabat dengan kita.


Wassalamu’alaikum wr. wb.


Merdeka!


Disadarkan makna perjuangan total ilahiyah

 Ia yang Gugur yang Telah Jujur

Saya baru sadar kalau selama ini kurang tepat memahami idiom "berjuang hingga titik darah penghabisan." Saya pikir cuma "berjuang sampai mati." Rupanya yang lebih pas adalah gambaran syahidnya pejuang yang tengah menjadi pembicaraan manusia di dunia baru-baru ini.

Dengan lengan terputus, ia terkulai lemah duduk di kursi. Namun ketika musuh dengan senjata terbangnya datang, ia kerahkan semua tenaga tersisa untuk menghantam, meski dengan sebilah tongkat.

Ia syahid setelah menyempurnakan amalnya, yaitu mengerahkan segenap kemampuan. Itulah sikap yang jujur dalam berjuang.

Ketika Allah SWT berfirman: “Bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16), sebagian muslim mengejewantahkan dengan beramal minimalis yang penting bisa dan sudah. Tapi beliau mewujudkan dengan berbuat maksimalis dengan apapun yang masih bisa dikerjakan.

Pada sirah saya menemukan kisah berikut. 

"Bagaimana cara kalian berperang?" tanya Rasulullah saat perang Badar. Ashim bin Tsabit pun berdiri dengan busur panah di tangan. "Jika musuh berada 100 hasta dariku, maka akan aku lesatkan anak panah. Jika musuh semakin dekat sehingga dapat dijangkau dengan tombak, maka akan kuhadapi dengan tombak. Jika tombak sudah tidak mungkin lagi untuk digunakan, maka aku hadapi dengan pedang." Maka pada saat itu Rasulullah SAW berkata, "Seperti itulah caranya berperang. Siapa yang akan berperang, maka ia harus berperang dengan cara yang dilakukan oleh Ashim.”

Dan pejuang yang kemarin ini syahid sudah mempraktekkan cara Ashim bin Tsabit r.a.

Bahkan ia pun menduplikasi apa yang diperbuat Mush'ab bin Umair r.a.. Dalam perang Uhud ia menjaga panji umat Islam. Lalu musuh datang dan membabat tangannya hingga putus. Lantas ia pun jaga panji itu dengan tangan kiri. Musuh datang lagi dan menebas tangan kiri Mush'ab. Panji pun masih terjaga ditopang dada Mush'ab. Hingga akhirnya serangan pamungkas musuh membuatnya roboh tak mampu lagi menjaga panji itu. Dan Mush'ab pun syahid, mendapatkan kehidupan yang lebih baik yang telah Allah janjikan.

Pejuang yang saat ini jadi pembicaraan manusia telah jujur dengan khutbah-khutbahnya semasa hidup tentang kerinduan akan syahid, yang jejak digitalnya tengah diputar kembali di media sosial.

"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya)" (QS Al Azhab: 23) 

Sementara kelompoknya yang ditinggal di dunia, yang masih hidup dan menunggu-nunggu tuntasnya janji mereka sendiri, tak terasa gentar dengan terwujudnya cita-cita pemimpin mereka.

Mereka telah terbiasa sekali dengan datang dan perginya para pemimpin. Yang jelas, jihad harus tetap ada bersama mereka.

"Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul,sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS Ali Imran: 144)

Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar. (QS Ali Imran: 146)

Zico Alviandri

akhir kehidupan penjuang Palestina

Asy-Syahid Yahya Al-Sinwar,( sebuah pesan pejuang Palestina) 

-Yang aku tinggalkan bukanlah warisan pribadi, melainkan warisan kolektif,-


Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.


Sejak kecil, aku sudah tahu bahwa hidup di tanah ini tidaklah biasa, dan siapa pun yang lahir di sini harus membawa senjata di dalam hatinya yang tidak pernah patah, dan menyadari bahwa jalan menuju kebebasan panjang.


Pesanku untuk kalian dimulai dari sini, dari anak kecil yang pertama kali melempar batu kepada penjajah, dan yang belajar bahwa batu-batu itu adalah kata-kata pertama yang kita ucapkan menghadapi dunia yang diam di hadapan luka kita. Aku belajar di jalan-jalan Gaza bahwa manusia tidak diukur dari usia hidupnya, tetapi dari apa yang dia berikan kepada tanah airnya. Begitulah hidupku: penjara dan pertempuran, rasa sakit dan harapan.


Aku pertama kali masuk penjara pada tahun 1988, dan dihukum seumur hidup, tetapi aku tidak pernah mengenal rasa takut. Di dalam sel-sel yang gelap itu, aku melihat di setiap dinding jendela menuju cakrawala yang jauh, dan di setiap jeruji cahaya yang menerangi jalan menuju kebebasan.


Di penjara, aku belajar bahwa kesabaran bukan sekadar kebajikan, melainkan senjata… Senjata yang pahit, seperti seseorang yang minum air laut setetes demi setetes.


Pesanku untuk kalian: Jangan takut pada penjara, itu hanyalah bagian dari jalan panjang kita menuju kebebasan.

Penjara mengajarkanku bahwa kebebasan bukan sekadar hak yang dirampas, melainkan sebuah gagasan yang lahir dari rasa sakit dan dipoles dengan kesabaran.


Ketika aku keluar dalam perjanjian ‘Wafa Al-Ahrar’ pada tahun 2011, aku tidak keluar seperti saat aku masuk; aku keluar dengan kekuatan yang lebih besar dan keyakinan yang semakin kuat bahwa apa yang kita lakukan bukan sekadar perjuangan sementara, melainkan takdir yang kita emban hingga tetes darah terakhir.


Pesanku agar kalian tetap berpegang pada senjata, pada martabat yang tidak bisa ditawar, dan pada impian yang tidak pernah mati.


Musuh ingin kita meninggalkan perlawanan, ingin mengubah masalah kita menjadi negosiasi yang tak pernah berakhir. Namun, aku katakan kepada kalian: Jangan pernah bernegosiasi atas apa yang menjadi hak kalian. Mereka lebih takut pada keteguhan kalian daripada senjata kalian. Perlawanan bukan sekadar senjata yang kita bawa, melainkan cinta kita kepada Palestina dalam setiap napas yang kita hirup, kehendak kita adalah bertahan, meskipun di tengah blokade dan agresi.


Pesanku agar kalian tetap setia pada darah para syuhada, mereka yang pergi dan meninggalkan kita jalan yang penuh duri ini. Mereka yang membuka jalan menuju kebebasan dengan darah mereka, jadi jangan sia-siakan pengorbanan tersebut dalam perhitungan para politisi dan permainan diplomasi.


Kita di sini untuk melanjutkan apa yang telah dimulai oleh generasi sebelumnya, dan kita tidak akan menyimpang dari jalan ini apa pun yang terjadi. Gaza adalah dan akan tetap menjadi ibu kota keteguhan, jantung Palestina yang tidak berhenti berdetak, bahkan jika dunia ini semakin sempit bagi kita.


Ketika aku menerima kepemimpinan Hamas di Gaza pada tahun 2017, itu bukan sekadar peralihan kekuasaan, melainkan kelanjutan dari perlawanan yang dimulai dengan batu dan berlanjut dengan senjata.

  

Aku merasakan penderitaan rakyatku di bawah blokade setiap hari, dan aku tahu bahwa setiap langkah menuju kebebasan memiliki harga. Namun, aku katakan kepada kalian: Harga menyerah jauh lebih besar. Oleh karena itu, peganglah tanah seperti akar yang mencengkeram tanah, karena tidak ada angin yang dapat mencabut bangsa yang telah memutuskan untuk hidup.


Dalam pertempuran ‘Taufan Al-Aqsha’, aku bukan hanya seorang pemimpin kelompok atau gerakan, tetapi aku adalah suara bagi setiap orang Palestina yang mengimpikan tentang kebebasan. Keyakinanku adalah perlawanan bukan hanya pilihan, tetapi kewajiban. Aku ingin pertempuran ini menjadi halaman baru dalam kitab perjuangan Palestina, faksi-faksi bersatu, dan semua orang berdiri di satu parit melawan musuh yang tidak pernah membedakan antara anak kecil dan orang tua, atau antara batu dan pohon.


‘Taufan Al-Aqsha’ adalah pertempuran jiwa ( sebelum tubuh, dan kehendak sebelum senjata.)


Yang aku tinggalkan bukanlah warisan pribadi, melainkan warisan kolektif, untuk setiap orang Palestina yang mengimpikan tentang kebebasan, untuk setiap ibu yang menggendong anaknya yang syahid, untuk setiap ayah yang menangis sedih atas putrinya yang ditembak mati oleh peluru yang kejam.


Pesan terakhirku, ingatlah selalu bahwa perlawanan bukanlah tindakan sembarangan, bukan sekadar peluru yang ditembakkan, melainkan kehidupan yang kita jalani dengan kehormatan dan martabat.


Penjara dan blokade mengajarkanku bahwa pertempuran ini panjang, dan jalannya berat, tetapi aku juga belajar bahwa bangsa yang menolak menyerah menciptakan keajaibannya sendiri.

Jangan harap dunia akan membela kalian, karena aku telah hidup dan menyaksikan bagaimana dunia tetap diam di hadapan penderitaan kita. Jangan harapkan keadilan, jadilah kalian sendiri keadilan itu.


Bawalah impian Palestina dalam hati kalian, jadikan setiap luka sebagai senjata, dan setiap air mata sebagai sumber harapan.


Ini pesanku: jangan tinggalkan senjata kalian, jangan lepaskan batu-batu kalian, jangan lupakan syuhada kalian, dan jangan pernah menawar impian yang adalah hak kalian.

Kita akan tetap di sini, di tanah kita, dalam hati kita, dan dalam masa depan anak-anak kita.


Aku wasiatkan kalian untuk setia kepada Palestina, kepada tanah yang aku cintai hingga akhir hayat, dan kepada impian yang aku pikul di bahuku seperti gunung yang tak pernah runtuh.


Jika aku jatuh, jangan jatuh bersamaku, tetapi angkatlah bendera yang tidak pernah jatuh, dan jadikan darahku jembatan yang dilalui oleh generasi yang lahir dari abu kita, lebih kuat.


Jangan lupa bahwa tanah air bukanlah cerita yang diceritakan, melainkan kenyataan yang dijalani, dan di setiap syahid yang lahir dari rahim tanah ini, ada seribu pejuang baru yang lahir.


Jika badai kembali dan aku tidak lagi di antara kalian, ketahuilah bahwa aku adalah tetes pertama dalam ombak kebebasan, dan aku hidup untuk melihat kalian melanjutkan perjuangan.


Jadilah duri di tenggorokan mereka, badai yang tidak mengenal mundur, dan tidak tenang sampai dunia mengakui bahwa kita adalah pemilik hak, dan bahwa kita bukan sekadar angka dalam berita harian.”

Ulama akhirat, bagaimana sifat mereka?

Lima sifat ulama akhirat


Oleh: Aunur Rafiq Saleh



• Ada sejumlah sifat dan tanda pengenal bagi ulama yang baik dan arif. Sebagian sifat dan tanda pengenal itu disebutkan oleh Imam al-Ghazali di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin. Beliau berkata:


و قيل خمس من الاخلاق هي من علامات علماء الاخرة مفهومة من خمس ايات من كتاب الله "الخشية و الخشوع والتواضع و حسن الخلق و ايثار الاخرة على الدنيا و هو الزهد”


“Ada lima akhlak termasuk tanda-tanda ulama akhirat. Lima akhlak ini difahami dari lima ayat al-Quran, yaitu rasa takut, khusyu’, tawadhu’, berakhlak baik dan lebih mengutamakan akhirat dari pada dunia, yaitu zuhud”.


1- Rasa Takut.


Adapun rasa takut, difahami dari firman Allah:


 ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ


“...Diantara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun”. (Fathir: 28)


• Seorang ulama akhirat pasti memiliki  rasa takut yang tinggi kepada Allah. Karena ia sangat mengenal Allah, baik melalui ayat-ayat qauliyah yang selalu dibacanya di dalam al-Quran atau pun melalui ayat-ayat kauniyah yang selalu diperhatikan dan direnungkannya. Karena itu, ia tidak berani menyimpang dari ayat-ayat-Nya. Ia tidak berani menyembunyikan ayat-ayat Allah dan tidak berani menjual ayat-ayat Allah demi mendapatkan reruntuhan dunia, sebagaimana karakter ulama Yahudi:


اِنَّ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ مَاۤ اَنْزَلَ اللّٰهُ مِنَ الْکِتٰبِ وَ يَشْتَرُوْنَ بِهٖ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۙ اُولٰٓئِكَ مَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ اِلَّا النَّا رَ وَلَا يُکَلِّمُهُمُ اللّٰهُ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَلَا يُزَکِّيْهِمْ ۚ وَلَهُمْ عَذَا بٌ اَ لِيْمٌ


"Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu kitab, dan menjualnya dengan harga murah, mereka hanya menelan api neraka ke dalam perutnya dan Allah tidak akan menyapa mereka pada hari Kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Mereka akan mendapat azab yang sangat pedih." (Al-Baqarah: 174)


• Rasa takut yang kuat kepada Allah ini membuatnya memiliki karakter dan kepribadian yang kuat, tidak mudah memperturutkan hawa nafsu:


وَاَ مَّا مَنْ خَا فَ مَقَا مَ رَبِّهٖ وَ نَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰى


"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya," (An-Nazi'at: 40)


2. Khusyu’


Adapun khusyu’, difahami dari firman Allah:


 خٰشِعِيْنَ لِلّٰهِ ۙ لَا يَشْتَرُوْنَ بِاٰ يٰتِ اللّٰهِ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۗ 


"...karena mereka berendah hati kepada Allah, mereka tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga murah...”. (Ali 'Imran: 199)


• Ayat ini sangat menarik. Karena mengartikan khusyu’ tidak sebagaimana yang difahami kebanyakan orang selama ini. Tetapi mengartikan khusyu’ dengan “tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga murah”. 


 • Hati yang khusyu’, pasti tunduk kepada Allah, baik di dalam shalat atau pun di luar shalat. Baik di masjid atau pun di kantor, pasar, pabrik, kampus dan tempat-tempat lainnya. Sehingga tidak berani berbuat melanggar ayat-ayat Allah di mana pun berada, demi mendapatkan sesuatu yang tidak ada harganya bila dibandingkan dengan pahala komitment dengan ayat-ayat Allah.


• Ini sekaligus mengajarkan kepada kita bahwa khusyu’ yang ada di hati itu harus membuahkan sikap dan perbuatan di dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya terlihat di dalam ibadah shalat.


3. Tawadhu’.


Adapun tawadhu’, difahami dari firman Allah:


وَا خْفِضْ جَنَا حَكَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ


"... dan berendah hatilah engkau terhadap orang-orang yang beriman."

(Al-Hijr: Ayat 88)


• Seorang ulama akhirat selalu berendah hati kepada orang-orang beriman. Tidak menyakiti mereka, tetapi senantiasa mengayomi mereka. Mengajari mereka ilmu agama dengan tekun dan sabar. Membimbing mereka dan mengadvokasi hak-hak mereka. Membela mereka yang terzalimi karena kebodohan, bukan mengeksploitasi kebodohan mereka. 


• Diantara manifestasi tawadhu’ adalah  berkhidmat kepada masyarakat dan mudah diakses. Mudah ditemui, mudah dimintai pertolongan. Jika tidak punya harta untuk menolong, ia tetap mengupayakan bantuan dari pihak-pihak yang bisa diakses bantuannya. Sebagaimana Nabi saw mengupayakan bantuan dari orang-orang lain untuk membantu orang-orang fakir yang datang kepadanya meminta bantuan tetapi Nabi saw tidak memiliki sesuatu untuk diberikan.


4. Berakhlak Baik.


Adapun berakhlak baik, difahami dari firman Allah:


فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ 


"Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap merereka..” (Ali 'Imran: 159)


• Akhlak adalah sesuatu yang pertama kali dilihat dan dirasakan oleh orang lain dari seorang ulama akhirat. 


• Seorang ulama akhirat pasti punya akhlak yang baik dan terpuji. Karena ia pasti mengamalkan ilmunya. Ia selalu menjadi teladan dalam mengamalkan apa yang disampaikan. Ia bukan tipe ulama Yahudi yang memiliki ilmu tetapi tidak diamalkan. Ia selalu takut kepada peringatan Allah:


كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ


"(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (As-Saff: 3)


5. Lebih Mengutamakan Akhirat Daripafa Dunia, yaitu Zuhud.


Adapun zuhud, difahami dari firman Allah:


وَقَا لَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ وَيْلَـكُمْ ثَوَا بُ اللّٰهِ خَيْرٌ لِّمَنْ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَا لِحًـا ۚ 


"Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan..." (Al-Qasas: 80)


• Seorang ulama akhirat tidak mudah tertipu oleh dunia yang fana. Tidak mudah menggeser prinsip hanya karena iming-iming dunia. Tidak mudah tertipu oleh pencitraan yang semu. Tidak mudah silau oleh tampilan luar. Karena ia selalu melihat esensi dan hakikat. Karena hati dan pikirannya sudah tertambat dan tenggelam di dalam berbagai kesenangan dan kenikmatan yang ada di akhirat, sekalipun fisik dan raganya masih di dunia. 


• Dunia ini hanya ada di tangannya, tidak pernah masuk dan tertanam di hatinya. Dunia ini mudah datang dan pergi dalam hidupnya, karena tidak pernah menguasai hatinya. Hati dan pikirannya selalu tertambat pada ayat ini:


وَا لْاٰ خِرَةُ خَيْرٌ وَّ اَبْقٰى


"padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal." (Al-A'la: 17)


مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰه باق


"Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal...” (An-Nahl: 96)

Selasa, 15 Oktober 2024

Dampak berada lingkaran kekuasaan

Presiden - dan orang-orang dekatnya


oleh: aunur rafiq saleh


وَا صْبِرْ  نَـفْسَكَ  مَعَ  الَّذِيْنَ  يَدْعُوْنَ  رَبَّهُمْ  بِا لْغَدٰوةِ  وَا لْعَشِيِّ  يُرِ يْدُوْنَ  وَجْهَهٗ  وَلَا  تَعْدُ  عَيْنٰكَ  عَنْهُمْ   ۚ تُرِ يْدُ  زِ يْنَةَ  الْحَيٰوةِ  الدُّنْيَا   ۚ وَ  لَا  تُطِعْ  مَنْ  اَغْفَلْنَا  قَلْبَهٗ  عَنْ  ذِكْرِنَا  وَا تَّبَعَ  هَوٰٮهُ  وَكَا نَ  اَمْرُهٗ  فُرُطًا


"Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas." (QS. Al-Kahf: 28)


• Ayat ini oleh sebagian ahli ilmu dikategorikan ke dalam ayat kepemimpinan. Karena ayat ini ditujukan langsung kepada Nabi saw. Setiap ayat yang ditujukan kepada Nabi saw boleh dijadikan pelajaran atau ibrah secara umum bagi para pemimpin.


• Diantara isyarat ayat ini, bahwa seorang pemimpin pasti menghadapi ujian dan cobaan, untuk menguji kepemimpinannya. Terutama kepemimpinan yang punya kewenangan besar dan berimplikasi pada kepentingan materi duniawi.


• Diantara ujian dan godaan pemimpin adalah "orang-orang yang mengelilinya". Dalam ayat lain, mereka ini disebut "bithanah" (QS. Ali Imran: 118).


• Pengaruh bithanah ini sangat besar karena mereka ini sangat akrab atau dekat dengan pemimpin. Merekalah yang memberikan masukan, arahan, pandangan dan informasi kepada seorang pemimpin sebelum mengambil keputusan dan kebijakan. 


• Orang-orang yang mengelilingi pemimpin ini ada dua kategori: Bithanah yang memerintahkan kebaikan dan bithanah yang memerintahkan keburukan. Sabda Nabi saw:


مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ وَلَا اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَةٍ إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ فَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ اللَّهُ تَعَالَى


"Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi atau mengangkat seorang khalifah melainkan ia mempunyai dua bithanah, bithanah yang memerintahkannya kebaikan dan memotivasinya, dan bithanah yang menyuruhnya berbuat keburukan dan mendorongnya, maka orang yang terjaga adalah yang dijaga Allah ta'ala. " (Bukhari 6659)


• Sedemikian dekat dan besar pengaruh bithanah ini sampai Nabi saw mengungkapkannya dengan kata "memerintahkannya".


• Bithanah yang memerintahkan keburukan akan berusaha keras memengaruhi keputusan dan kebijakan pemimpin agar sesuai kepentingan pribadi dan duniawi mereka. Mereka berusaha memengaruhi pemimpin dengan segala cara. Bila tidak berhasil memengaruhinya secara langsung maka dilakukan melalui anak, istri dan keluarga dekatnya.  Diajak berbisnis bersama atau diberikan pelayanan istimewa dan lainnya sehingga anak, istri dan keluarga dekatnya inilah yang akan menjalankan peran bithanah yang memerintahkan keburukan.


• Untuk menguatkan pengaruhnya terhadap seorang pemimpin, bithanah yang tidak baik ini diantaranya melakukannya dengan cara menyingkarkan atau melemahkan bithanah yang memerintahkannya kepada kebaikan. Karena itu di dalam ayat ini disebutkan:


وَا صْبِرْ  نَـفْسَكَ  مَعَ  الَّذِيْنَ  يَدْعُوْنَ  رَبَّهُمْ  بِا لْغَدٰوةِ  وَا لْعَشِيِّ  يُرِ يْدُوْنَ  وَجْهَهٗ  


"Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya" (al-Kahfi: 28)


• Lanjutan ayat ini mengisyaratkan bahwa upaya memengaruhi kebijakan seorang pemimpin dilakukan dengan menggelontornya dengan dunia hingga sang pemimpin terpengaruh dan berpandangan materialis, atau pertimbangan-pertimbangan duniawi sangat mendominasi kebijakannya. Karena itu disampaikan peringatan kepada seorang pemimpin:


 وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا


"dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (bithanah yang saleh) karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia" (al-Kahfi: 28)


• Kemudian bagian akhir ayat ini memperingatkan seorang pemimpin agar tidak tunduk kepada keinginan bithanah yang buruk tersebut karena mereka itu akan merusak kepemimpinannya disamping akan membuat seorang pemimpin lalai dari mengingat Allah dan memperturutkan hawa nafsu sebagaimana karakter para "inner circle" tersebut mengimbas pada diri sang pemimpin:


وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا


"dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati ba."

(QS. Al-Kahf 18: Ayat 28)


• Ini salah satu ujian dan cobaan berat yang dihadapi seorang pemimpin. Bila seorang pemimpin bisa mengendalikan "inner circle" nya dengan benar dan baik, dengan memberikan ruang yang lebih besar kepada "para pembisik yang saleh" maka dia akan sukses dalam kepemimpinannya. Bila "para pembisik buruk" yang dominan maka mereka itu bisa merusak kepemimpinannya. 


• Di sisi lain, para "inner circle" yang saleh harus berusaha keras membentengi seorang pemimpin agar tidak terbawa larut dengan "para pembisik" yang tidak baik.


Air yang bisa digunakan bersuci

 Syarah Matan Abu Syuja'

 (Al Ghaayah wa At Taqriib) 

(Bag. 2)



Imam Abu Syuja' berkata:


المياه التى يجوز التطهير بها سبع مياه:


_Air yang boleh dengannya bersuci ada tujuh air:_


Maksudnya, air yang SAH dipakai untuk bersuci.


Tujuh air yang dimaksud adalah sbb:


*١. ماء السماء*

_*Air langit*_


Maksudnya air yang turun dari langit, yaitu air hujan.


Dalilnya, Allah Ta'ala berfirman:


 وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ 


_Dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu._ (QS.  Al-Anfal: 11)


Imam Abu Ishaq Asy Syirazi Rahimahullah berkata:


يجوز رفع الحدث وإزالة النجس بالماء المطلق وهو ما نزل من السماء ...


_Dibolehkan menghilangkan hadats dan menghapuskan najis dengan air mutlak, yaitu air dari langit ..._ (Al Muhadzdzab, 1/15)


Imam Al Bahuti Rahimahullah berkata:


والماء الطهور ما نزل من السماء كالمطر ...


_Air suci yaitu apa yang turun dari langit seperti hujan ..._ (Al Kasysyaaf Al Qinaa', 1/25)


*٢. ماء البحر*


_*Air laut*_


Imam Abu Syuja', menyebutkan air laut sebagai air  yg SAH untuk bersuci.


Dalilnya adalah

Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bercerita:


سَأَلَ رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَرْكَبُ الْبَحْرَ وَنَحْمِلُ مَعَنَا الْقَلِيلَ مِنْ الْمَاءِ فَإِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطِشْنَا أَفَنَتَوَضَّأُ مِنْ مَاءِ الْبَحْرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ


Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: _“Wahai Rasulullah, kami sedang berlayar di lautan, kami membawa sedikit air. Jika kami pakai air itu buat wudhu, maka kami akan kehausan, apakah boleh kami wudhu pakai air laut?”_ lalu Beliau bersabda: _*“Laut itu suci airnya, halal bangkainya.”*_ (HR. At Tirmidzi no. 69,  Imam At Tirmidzi berkata: hasan shahih)


Imam At Tirmidzi bertanya kepada Imam Bukhari tentang hadits ini, Imam Bukhari menjawab: Shahih. (Imam Ibnul Mulaqin, Al Khulashah, 1/7)


Mayoritas ulama mengatakan air laut suci dan mensucikan, sebagian kecil mengatakan makruh bersuci dengan air laut. Hal ini dijelaskan Imam At Tirmidzi Rahimahullah:


وَهُوَ قَوْلُ أَكْثَرِ الْفُقَهَاءِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُمْ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَابْنُ عَبَّاسٍ لَمْ يَرَوْا بَأْسًا بِمَاءِ الْبَحْرِ وَقَدْ كَرِهَ بَعْضُ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوُضُوءَ بِمَاءِ الْبَحْرِ مِنْهُمْ ابْنُ عُمَرَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو هُوَ نَارٌ


_Ini (yang menyatakan sucinya air laut, pen) adalah mayoritas ahli fiqih dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di antaranya: Abu Bakar, Umar, dan Ibnu Abbas, menurut mereka tidak apa-apa dengan air laut._ _Sebagian  sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ada yang memakruhkan, di antaranya: Ibnu Umar dan Abdullah bin Amru. Dan, Abdullah bin Amru berkata: “Itu adalah api.”_ (Sunan At Tirmidzi No. 69)


Imam Al Munawi Rahimahullah menjelaskan, bahwa jawaban Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: _"Dia (laut) suci airnya"_, menunjukkan begitu kuat kesuciannya. Beliau tidak menggunakan kata _na'am_ (Iya), padahal jawaban Iya juga sudah  menunjukkan boleh bersuci dengannya. *(Faidhul Qadir, 3/215)*


Mau akrab? Bagaimana membuka pembicaraan?

berbasa basi dalam berbicara, adakah bermanfaat?

Mungkin kita pernah melihat seseorang dengan mudahnya mandapat kenalan baru, mudah diterima oleh orang yang belum dia kenal.  Apa daya tarik dia hingga bisa seperti itu. Basa basi, omongan yang dilemparkan olehnya? ah kuno? ah tak bermutu? Jangan remehkan dulu!

Basa-basi adalah percakapan ringan yang biasanya digunakan untuk memulai atau mengisi keheningan dalam sebuah obrolan. 

Ini adalah pembicaraan yang sepertinya  tanpa tujuan tertentu, namun sesungguhnya ia menjadi semacam introduction bagi munculnya atmosfer yang nyaman antara dua individu atau lebih. 

Kalo dalam tema public speaking, basa basi sering disebut sebagai 'ice breaking' atau memecah kebekuan. 

Banyak orang kadang menganggap remeh urusan basa basi ini. Jika berpapasan dengan orang lain, terutama yang lebih tua, mereka tidak senyum, salam dan sapa. Walaupun mereka  itu adalah tetangga atau orang tua yang dikenalnya.

Mereka baru menyadari betapa pentingnya masalah ini ketika sudah dewasa dan bekerja di satu tempat.

Kondite mereka bukan saja diukur dari kompetensi, tapi juga dari moral dan kemampuan mereka menerapkan sopan santun dan basa basi. 

Basa basi adalah bagian dari sopan santun itu sendiri. Ia berada di area yang harus diperhatikan dalam membangun dan mengasah kemampuan sosialisasi di masyarakat. 

Bagi bagi masyarakat Timur, termasuk di Indonesia, basa basi menjadi penting. Kultur masyarakat yang guyup dan lekat masih terasa kuat. Orang yang kaku dalam basa basi sering melahirkan sikap yang tidak simpatik. Generasi millennial dan gen Z menyebutnya sebagai orang gak asyik. 

Beda dengan budaya Barat yang minim basa basi. Mereka adalah masyarakat yang umumnya cuek terhadap orang lain dan berperilaku induvidualistik. Bagi mereka itu bukan sesuatu yang urgen, tidak produktif dan hanya buang-buang waktu saja. 

Dengan basa basi, sebetulnya kita sedang belajar menghargai dan mengakrabkan diri dengan orang lain dan lingkungan sekitar. 

Bukan untuk ikut dalam kemungkaran yang ada dan melarut di dalamnya. Namun lebih untuk  mengenali dan memahami apa yang terjadi agar tidak lahir sikap emosi dan memusuhi. Bahkan memberi solusi. 

Di samping itu semua, kita diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sosial.  Sebagai makhkuk sosial, kemampuan kita terbatas dan sektoral sementara kebutuhan bersifat  integral dan menyeluruh. Hal ini juga berlaku pada orang lain di sekitar kita. 

Karenanya dengan basa basi diharapkan menjadi awal interaksi untuk selanjutnya terjalin komunikasi dan sikap saling peduli, tolong menolong dan bekerja sama. Dari sini, dapatlah kiranya  kebutuhan yang ada pada masing-masing pihak itu terpenuhi. 

Suatu saat, kita pasti membutuhkan bantuan orang lain. Bisa jadi pertolongan itu datang dari orang yang selama ini kita selalu berbasa basi dengannya walau tak begitu kenal secara mendalam dan dekat. 

Demikian pentingnya perkara ini sehingga kalau kita belum terbiasa melakukan basa basi secara verbal, maka bisa dengan cara non verbal. Rasulullah saw menyarankan basa basi dengan satu senyuman yang paling manis:


تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيْكَ صَدَقَةٌ 


"Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah bagimu” (HR Tirmidzi).

Betapa indahnya hidup ini jika sopan santun dan basa basi bisa diterapkan dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari. Apalagi disertai dengan senyuman. 

Dengan basa basi, kita saling berbalas dengan keikhlasan dan hati yang lapang, sebagaimana firman Allah SWT : 


وَإِذَا حُیِّیتُم بِتَحِیَّةࣲ فَحَیُّوا۟ بِأَحۡسَنَ مِنۡهَاۤ أَوۡ رُدُّوهَاۤۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَیۡءٍ حَسِیبًا 


"Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya atau balaslah penghormatan itu (dengan serupa dengannya)" (QS. An Nisa: 86).


Mari kita tingkatkan kecerdasan dan skill berbasa basi dan sopan santun. Terutama bagi anak-anak muda yang makin tergerus dengan gaya hidup hedonistik dan induvidualistik. Sikap cuek dan acuh baybeh janganlah sampai menjadi life style. 


Ketahuilah bahwa basi basi tidak pernah basi. Hanya saja memang jangan sampai berlebihan porsi. 


Basa basi yang  over loud hanya akan melahirkan sikap imitasi dan pseudo loyalis. Ia jadi sekedar gimik dan akting. Ujung-ujungnya hanya mencari muka dan asal bapak senang. Ini sangat tidak etis karena  berujung pada lahirnya budaya hipokrit. 


Basa basi model gini akhirnya jatuh pada puja puji pribadi yang melahirkan  komitmen personal atau intima fardi. Padahal komitmen yang harus dibangun adalah secara manhaji. Simaklah firman Allah di bawah ini: 


قُلۡ هَـٰذِهِۦ سَبِیلِیۤ أَدۡعُوۤا۟ إِلَى ٱللَّهِۚ عَلَىٰ بَصِیرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِیۖ وَسُبۡحَـٰنَ ٱللَّهِ وَمَاۤ أَنَا۠ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِینَ


"Katakanlah (Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108]


Basa basi yang berlebih mendorong lahirnya sikap arogansi dan menyebabkan lupa diri bagi orang yang dipuji. 


Basa basi model gini bukanlah apa kita maksud. Ini berakibat lahirnya kultur dinasti feodalistik dan perasaan in group yang kuat


Dari sini muncullah sikap resistensi terhadap orang lain yang tidak sepaham dengannya karena ananiyah dan sombong. 


Akibatnya juga jurit dan julid terhadap ide-ide baru walaupun itu keren dan brilliant yang dapat membawa perbaikan dan kemajuan. Ujungnya jumud sampe mati. 


Karena itulah basa basi haruslah secara wajar dan tidak berlebihan sehingga kultus individu dapat dihindari. Rasulullah Saw bersabda:


لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ.


“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagai-mana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ‘Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka kata-kanlah, ‘‘Abdullaah wa Rasuuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya).” (HR, Bukhari, Turmudzi dan Ahmad) 


Dengan kata lain, janganlah kalian memujiku secara bathil dan janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku. 


Hal itu sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang Nasrani terhadap ‘Isa Alaihissallam, sehingga mereka menganggapnya memiliki sifat Ilahiyyah. 


Karenanya, sifatilah aku sebagaimana Rabb-ku memberi sifat kepadaku, maka katakanlah: “Hamba Allah dan Rasul (utusan)-Nya.” 


‘Abdullah bin asy-Syikhkhir Radhiyallahu anhu berkata,


 “Ketika aku pergi bersama delegasi Bani ‘Amir untuk menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami berkata kepada beliau, 


“Engkau adalah sayyid (penguasa) kami!” Spontan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:


اَلسَّيِّدُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى.


“Sayyid (penguasa) kita adalah Allah Tabaaraka wa Ta’aala!”


Lalu kami berkata, “Dan engkau adalah orang yang paling utama dan paling agung kebaikannya.” Serta merta beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:


قُوْلُوْا بِقَوْلِكُمْ أَو بَعْضِ قَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَجْرِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ.


“Katakanlah sesuai dengan apa yang biasa (wajar) kalian katakan, atau seperti sebagian ucapan kalian dan janganlah sampai kalian terseret oleh syaithan.” (HR Abu Dawud dan Bukhari) wallahu a'lam[] Shl

Apa yang dilakukan saat melihat hal yang buruk?

 Menyikapi kemungkaran


Ustadz Fauzi Bahreisy


“Man ro’a minkum munkaran, fal yughoyyir biyadihi, fa in lam yastathi’ fa bilisanihi, fain lam yastathi’ fa bi qolbihi, fakadzalika adh’aful iman,” hadits ini bermakna siapa yang di antara kalian melihat kemungkaran maka hendaknya dia merubah dengan tangannya, kalau tidak mampu maka hendaknya dia merubah dengan lisannya, kalau tidak mampu, maka hendaknya dia merubah dengan qolbunya dan itulah selemah-lemahnya iman. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita ambil dari hadits tersebut diantaranya, yakni:


Pertama, seorang muslim, orang yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir punya kewajiban. Di samping dia punya kewajiban untuk beribadah kepada Allah untuk menunaian shalat, melaksanakan perintah-perintah agama, tetapi di sisi yang lain dia juga punya kewajiban untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar.


Karena Rasulullah menyebutkan siapapun di antara kalian yang melihat kemungkaran tidak terkecuali apabila dia punya iman lalu dia melihat ada kemungkaran, tidak boleh dia berdiam diri, tidak boleh dia berpangku tangan, tapi dia harus bergerak untuk merubah kemungkaran itu. Karena itu merupakan kewajibannya sebagai seorang muslim, sebagai seorang mukmin dan Islam menetapkan hal itu kepada kita sebagai umat terbaik.


Allah Ta’ala ketika menyebutkan dan menggambarkan umat terbaik ini, Allah Ta’ala mengatakan “Kuntum khaira ummatin ukhrijat li-nnaasi ta’muruuna bil ma’ruufi watanhauna ‘anil munkari watu’minuuna billahi,” (QS. Ali-Imran, 3:110).


Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, untuk umat manusia, tugas kalian adalah melakukan amar ma’ruf dan mencegah kemungkaran serta kalian tetap dalam keimanan kalian kepada Allah SWT.


Jadi pelajaran pertama setiap muslim, setiap mukmin, dilarang apatis dengan kemungkaran yang ada di sekitarnya dia harus bergerak untuk merubah kemungkaran itu sebagai bagian dari kewajibannya.


Pelajaran yang lainnya Rasulullah SAW menyebutkan, mungkar dalam bentuk nakirah yang maknanya adalah bahwa yang dimaksud oleh Nabi SAW semua jenis kemungkaran tidak hanya terbatas pada satu kemungkaran atau dua kemungkaran, tapi semua bentuk kemungkaran yang ada dimuka bumi ini harus dirubah. Apapun bentuknya, sekecil apa saja kemungkaran itu berada. Dan itu adalah tugas kita sehingga kemungkaran itu tidak hanya dari sisi aqidah. Misalnya, tidak hanya dari sisi ibadah, tapi semua jenis kemungkaran yang ada dalam kehidupan kita, dalam bidang ekonomi, dalam bidang politik, dalam bidang sosial, dalam bidang budaya, itu adalah bagian kalau dia tidak sesuai dengan tuntunan Allah maka dia adalah kemungkaran yang harus dirubah.


Karena itu misalnya legalisi minuman keras merupakan bentuk kemungkaran, pembiaran prostitusi adalah bagian dari bentuk kemungkaran, penggusuran rumah dari penduduk yang berasal dari kalangan fuqara wal masakin itu juga bagian dari kemungkaran. Dan banyak kemungkaran-kemungkaran, kemaksiatan, pergaulan bebas, tayangan televisi dan seterusnya yang di sana setiap muslim mempunyai peran penting, dia harus berusaha untuk merubah kemungkaran itu, karena itu menjadi bagian dari tugasnya. Ini adalah pelajaran yang kedua, bahwa yang diinginkan Rasul SAW semua jenis kemungkaran agar kemungkaran itu semakin berkurang dan semakin berkurang.


Yang Ketiga, Rasul SAW mengurutkan bahwa tahapan merubah kemungkaran itu yang pertama kali disebutkan oleh Nabi SAW adalah dengan tangan, menurut para ulama adalah dengan kekuasaan, dengan otoritas dan itu ditampilkan pada urutan yang pertama sebelum dengan lisan atau sebelum dengan hatinya.


Apabila kita mempunyai otoritas, kewenangan, kekuatan, maka itu jauh lebih efektif daripada hanya sekedar berbicara dengan lisan, daripada hanya sekedar ajakan, daripada hanya sekedar nasihat, ketika otoritas itu digunakan untuk sebuah kemungkaran baik itu dengan regulasi, baik itu dengan kewenangannya, baik itu dengan peraturan, baik itu dengan kekuatan yang ia miliki sehingga masyarakat bisa merasakan kehidupan yang baik, yang diwarnai dengan nilai-nilai ma’ruf maka yang semacam itu harus selalu diperjuangkan oleh umat Islam.


Oleh karena itu kita dituntut oleh Allah SWT dan Rasul SAW bahwa orang yang dipilih untuk menduduki posisi penting yang terutama yang memiliki posisi sebagai pemegang kebijakan, kekuasaan, dan seterusnya, haruslah orang-orang yang memahami bagaimana dia melakukan amal ma’ruf nahi munkar ini adalah tugas kita semuanya.


Terakhir Rasul SAW menyebutkan kalau kita tidak dapat melakukan itu semuanya, tidak dapat dengan kekuatan, tidak bisa dengan lisan, minimal dengan hati kita, kita berdoa kepada Allah agar Allah SWT merubah kemungkaran yang ada di tengah-tengah masyarakat dengan cara Allah, dengan kekuatan Allah, dengan kekuasaan Allah dan kita hanya bisa bertawakkal kepada Allah SWT mudah-mudahan Allah memberikan yang terbaik untuk kita semuanya.  

Rabu, 09 Oktober 2024

Cinta beragam rasa dan sikap

 ENERGI CINTA YANG TAK PERNAH HABIS

 

Al-Qur'an: "Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.." (QS. 30:21). 

Sapardi Djoko Damono: Aku ingin mencitaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan

Amir Hamzah: Habis kikis segala cintaku hilang terbang pulang kembali aku padamu seperti dahulu kaulah kandil kemerlap pelita jendela di malam gelap melambai pulang perlahan sabar setia selalu


Cinta dalam sebuah keluarga dapat naik dan turun, bahkan hilang, sehingga perlu dibenahi terus menerus.  Di awal pernikahan, biasanya cinta begitu menggebu antara suami dan isteri. Hal tersebut disebabkan masing-masing belum merasa kecewa dan dikecewakan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, cinta dapat menjadi pudar karena masing-masing semakin melihat kekurangan pasangannya. Semakin banyak interaksi yang mengecewakan, disamping yang menyenangkan juga tentunya. Disinilah dibutuhkan kemampuan suami isteri untuk membakar kembali cintanya agar terus bergairah. Berbenah terus dalam energi penuh cinta.

Agar cinta terus bergairah dan tak pernah padam maka yang harus dilakukan adalah, Bersykur terhadap kelebihan dan kekurangan pasangan. Jangan suka membanding-bandingkan kekurangan pasangan dengan orang lain.Ingat, bahwa belum tentu yang kita lihat baik dari pasangan orang lain itu baik secara hakiki. Boleh jadi karena kita tidak tahu aibnya yang sengaja ditutupi oleh Allah dari pandangan kita. Berlapang dada terhadap kekurangan pasangan dan melipatgandakan kesabaran menghadapinya. Allah berfirman :  

"Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu.." (Qs. 3 ayat 200).  

Kesabaran harus meningkat seiring dengan bertambahnya usia perkawinan dan banyaknya ujian dalam pernikahan. Jika tidak sabar kita akan dikalahkan oleh keadaan dan bisa menghancurkan apa yang selama ini sudah kita bangun. Betapa sering kita mendengar suami isteri bercerai padahal mereka sudah berpuluh tahun berumah tangga. Oleh sebab itu, pecinta sejati justru akan bersikap seperti seorang arkeolog kepada pasangannya. 

Semakin tua pasangannya, semakin berminat dan cinta kepadanya.Pecinta sejati bukan ingin merubah pasangannya sesuai keinginannya, tapi mau menerima pasangannya apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.Tugas kita menghadapi kekurangan pasangan adalah mendoakan dan menasehati dengan lemah lembut. Masalah ia berubah atau tidak itu tergantung kehendak Allah SWT. 

Sebaliknya pecinta musiman adalah pecinta yang cepat menyerah dengan kekurangan pasangan. engan mudah mencampakan pasangannya untuk mencari fatamorgana baru, yaitu orang lain yang dianggap lebih baik. Padahal ketika dijalani sama saja, bahkan bisa lebih parah. Tak seindah apa yang dibayangkan.

Pecinta musiman mencintai pasangannya "karena" bukan "walaupun". Aku cinta engkau karena engkau cantik, karena engkau baik, karena engkau mapan, karena engkau pintar dan berbagai "karena" lainnya yang merupakan kelebihannya. Namun pecinta sejati (yakni mereka yang telah mendapatkan anugerah cinta hakiki dari Allah SWT) akan mencintai pasangan dengan "walaupun." 

Aku cinta engkau walau engkau semakin  tua, walau engkau ternyata pelit, walau engkau cerewet dan berbagai "walau pun" lainnya. Ia mencintai kekurangan pasangannya dikarenakan sadar bahwa dirinya juga punya banyak kekurangan.

Bukankah kekurangan yang bertemu dengan kekurangan akan membuat hubungan menjadi saling melengkapi dan saling membantu? Bukankah dari kekurangan tersebut hidup kita menjadi indah dan menantang, serta tidak menjemukan? Bukankah cinta adalah ketidaksempurnaan yang indah, bukan mencari kesempurnaan tanpa rasa puas?

Ingatlah...bahwa tujuan menikah dan berkeluarga adalah memperoleh kebahagiaan jangka panjang, dunia dan akhirat. Kita berharap bisa terus berkumpul dengan pasangan (dan anak-anak) kita di dunia dan akhirat. 

"(Yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya..." (QS. Al-Ra'du: 23)

Masuk surga bersama pasangan membutuhkan energi yang tak pernah habis untuk mencintai pasangan.Masuk surga bersama pasangan membutuhkan cinta yang teruji dengan kekurangan dan kelebihan pasangan kita. Sebab tanpa cinta yang teruji tak mungkin seseorang bisa masuk ke dalam surga Allah SWT. 

Dalam sebuah acara pemakaman, seorang istri yang suaminya baru meninggal berkata, "Aku kadang sebel dengan suamiku yang suka buang angin sembarangan dan tidurnya mendengkur." Namun ketika ia sakit parah, aku justru mengetahui denyut kehidupannya dari tidurnya yang mendengkur. Kini ia telah pergi dan aku merindukan segala kekurangannya tersebut sebagai bukti ia masih bersamaku." 

Ya...kadang kita baru sadar bahwa kekurangan pasangan merupakan hal yang kita rindukan justru setelah ia tiada.Maka pandanglah lekat-lekat wajah pasanganmu ketika ia tidur disampingmu dan katakanlah dengan tulus (di dalam hatimu), 

"Aku mencintaimu dengan segala kelebihan dan kekuranganmu.""Aku mencintaimu Lebih dari yang kau tau. Meskipun kau takkan pernah tau" 

-diolah dan ditulis ulang oleh Agus Ahmad Hidayat

Senin, 07 Oktober 2024

Keutamaan Membaca Al-Qur'an

 Keutamaan Membaca Al-Qur'an


Syekhul Islam Muhyiddin Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf An-Nawawi dalam kitabnya, Riyaadhus-Shaalihiin, membuat bab khusus tentang Keutamaan Membaca Al-Qur'an, di antaranya:


Pertama, Al-Qur’an akan menjadi syafaat atau penolong di hari kiamat untuk para pembacanya.


عن أَبي أُمامَةَ رضي اللَّه عنهُ قال : سمِعتُ رسولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يقولُ : « اقْرَؤُا القُرْآنَ فإِنَّهُ يَأْتي يَوْم القيامةِ شَفِيعاً لأصْحابِهِ » رواه مسلم


Dari Abu Amamah ra, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan menjadi syafaat bagi para pembacanya di hari kiamat.” (HR. Muslim);


Kedua, orang yang mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an merupakan sebaik-baik manusia.


عن عثمانَ بن عفانَ رضيَ اللَّه عنهُ قال : قالَ رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « خَيركُم مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعلَّمهُ » رواه البخاري


Dari Usman bin Affan ra, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Tirmidzi);


Ketiga, untuk orang-orang yang mahir membaca Al-Qur’an, maka kelak ia akan bersama para malaikat-Nya;


عن عائشة رضي اللَّه عنها قالتْ : قال رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « الَّذِي يَقرَأُ القُرْآنَ وَهُو ماهِرٌ بِهِ معَ السَّفَرةِ الكرَامِ البررَةِ » متفقٌ عليه .


Dari Aisyah ra, berkata; bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an dan ia mahir membacanya, maka kelak ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat kepada Allah.” (HR. Bukhari Muslim);


Keempat, untuk mereka yang belum lancar dalam membaca dan mengkhatamkan Al-Qur’an, tidak boleh bersedih, sebab Allah tetap berikan dua pahala.


« وَاٌلَذِي يَقُراٌ القُرانَ وَيَتَتَعتَعُ فِيه وَهُوَ عَلَيهِ شَاقٌ لَه اَجَران » متفقٌ عليه


Rasulullah bersabda, “Dan orang yang membaca Al-Qur’an, sedang ia masih terbata-bata lagi berat dalam membacanya, maka ia akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Bukhari Muslim);


Kelima, Al-Qur’an dapat meningkatkan derajat kita di mata Allah.


عن عمرَ بن الخطابِ رضي اللَّه عنهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : « إِنَّ اللَّه يرفَعُ بِهذَا الكتاب أَقواماً ويضَعُ بِهِ آخَرين » رَوَاهُ مُسْلِمُ


Dari Umar bin Khatab ra. Rasulullah saw. bersabda,: “Sesungguhnya Allah SWT. akan mengangkat derajat suatu kaum dengan kitab ini (Al-Qur’an), dengan dengannya pula Allah akan merendahkan kaum yang lain.” (HR. Muslim);


Dalam literatur hadis lain, dijelaskan juga tentang keutamaan membaca Al-Qur'an. Antara lain, bahwa Allah akan menurunkan ketenangan, rahmat dan memuji suatu kaum yang melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an, serta malaikat akan melingkarinya.


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله : « وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ » رَوَاهُ مُسْلِمُ.


Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: “Rasulullah SAW. bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), untuk membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya, kecuali akan diturunkan kepada mereka ketenangan, dan mereka dilingkupi rahmat Allah, para malaikat akan mengelilingi mereka dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk-Nya yang berada didekat-Nya (para malaikat).” (HR. Muslim)


Selain itu, mengkhatamkan Al-Qur’an adalah amal yang paling dicintai Allah. Dalam hadis riwayat Imam Tirmidzi dijelaskan:


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ : الْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ - قَالَ : وَمَا الْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ؟ قَالَ الَّذِي يَضْرِبُ مِنْ أَوَّلِ الْقُرْآنِ إِلَى آخِرِهِ كُلَّمَا حَلَّ ارْتَحَلَ .(رواه الترمذي : 2872 – سنن الترمذي - بَاب مَا جَاءَ أَنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ – الجزء : 10 – صفحة : 202)


Dari Ibnu Abbas ra, beliau mengatakan ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Al-hal wal murtahal.” Orang ini bertanya lagi, “Apa itu al-hal wal murtahal, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu yang membaca Al-Qur’an dari awal hingga akhir. Setiap kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal.” (HR. Tirmidzi:2872, Sunan Tirmidzi, Bab maa jaa-a annal-Qur’an unzila ‘alaa sab’ati ahruf, juz 10, hal.202)


Kelesuan Belajar

Mengapa Kajian Keislaman kini melemah?

Tulisan ustadz Ghufron Azis Fuadi

Firman Allah swt


 وَإِن تَتَوَلَّوۡا۟ یَسۡتَبۡدِلۡ قَوۡمًا غَیۡرَكُمۡ ثُمَّ لَا یَكُونُوۤا۟ أَمۡثَـٰلَكُم 


"Dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu ini." (QS. Muhammad: 38)


Ahdaf Tarbiyah


Letih, lesu dan lunglai nya kita disebabkan oleh karena alakadarnya kita dalam melaksanakan proses tarbiyah. Padahal perjalanan dakwah  berkembang sudah sedemikian jauh dan kompleks. Dari mihwar tandzimi yang aktivitasnya seputar takwiniyah dan penambahan jumlah kader atau fokus pada pembinaan kader. Kemudian meningkat pada mihwar sya'bi dimana kita mulai merambah pada kerja kerja sosial kemasyarakatan tanpa meninggalkan fokus pada pembinaan kader sampai akhirnya memasuki mihwar muasasi. Dimana pada mihwar ini para pemikul dakwah menambah lagi amanah dan tanggung jawabnya dengan memasuki kerja kerja di berbagai sektor. Baik sektor publik, sektor privat maupun sektor ketiga.Itu artinya beban amanah dan tanggung jawabnya meningkat sangat pesat, problematika dan dinamika yang dihadapinya pun meningkat menjadi sangat berat. 

Maka apa jadinya bila para pemikul dakwah tidak meningkatkan kapasitasnya dengan melakukan pengokohan tarbiyah? Ibarat kendaraan, tonase muatannya bertambah, tetapi cc kendaraannya tetap kecil. Tentu akan berjalan dengan termehek mehek bahkan bukan tidak mungkin akan berjalan mundur ketika berada di jalan yang penuh dengan tanjakan.

Padahal kita tahu bahwa likulli marhalatin rijaluha, wa likulli marhalatin thabi'atuha wa likulli marhalatin masyakiluha. Setiap marhalah ada pahlawannya, setiap marhalah ada karakternya dan setiap marhalah ada problematika nya.

Hadi Munawar, dalam buku "Menghidupkan Suasana Tarbiyah di Mihwar Muassasi" mengatakan, suasana tarbiyah yang akan dihidupkan adalah sebagai berikut:

1. Tanmiyyatu jawwi ar ruhiwa at-ta'abbudi (menghidupkan suasana ruhiyah dan ubudiyah).

2. Tanmiyyatu jawwi al 'ilmi wa al fikri ( menghidupkan suasana keilmuan dan ilmiah).

3. Tanmiyyatu jawwi al haraki wa at tandzimi (menghidupkan suasana pergerakan dan penstrukturan).

4. Tanmiyyatu jawwi arkani al halaqi (menghidupkan suasana rukun rukun halaqah).

Mengapa mengokohkan kembali tarbiyah sangat penting dalam gerakan dakwah?

Karena tarbiyah adalah proses penyiapan manusia shaleh agar tercipta suatu kebaikan dan keseimbangan dalam potensi, tujuan, ucapan serta tindakan secara keseluruhan. Di samping terciptanya manusia yang shaleh, tujuan dari tarbiyah islamiyah adalah menciptakan manusia yang dapat menshalehkan orang lain dengan cara mengajak orang lain menjadi shaleh dan mengajak masyarakat juga untuk menjadi shaleh.Itulah kedudukan tarbiyah islamiyah dalam pergerakan dakwah. 

Sangat penting dan sangat strategis. Seperti ungkapan lama, tarbiyah bukan segalanya tetapi segalanya dimulai dari tarbiyah. Artinya gerakan dakwah menempatkan tarbiyah sebagai titik tolak (munthalaq) dari semua aktivitas dakwah.

Saya teringat dengan cerita ustadz  saat beliau datang melaporkan perkembangan dakwah. Beliau cerita tentang dakwah yang sudah sampai dan merambah wilayah dan sektor ini dan itu bla bla bla secara panjang lebar. Kemudian pas giliran guru beliau menanggapi, hanya mengatakan, alhamdulillah bagus tapi jangan lupakan tarbiyah,

 jangan sekali kali melupakan tarbiyah...laa tansa ya ukhoyya.

Minggu, 06 Oktober 2024

Saat memilih, berpengaruh masa depan


MOMENTUM KEHIDUPAN

 Momentum dalam perjalanan hidup yang bisa mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan kita di masa depan. 

Maka berhati-hatilah dalam mengambil keputusan. Sebab bisa membuat kita menyesal berkepanjangan.

Momentum itu ialah :

1. Saat memilih sekolah. 

Pilihlah sekolah (Perguruan Tinggi) yang sesuai bakat (minat) dan peluang kerja yang ada. Salah pilih sekolah akan membuat ilmu yang ditekuni menjadi agak mubazir dan sulit berkarir. Maklum, di Indonesia ijazah masih penting. Melamar pekerjaan masih melihat ijazahnya apa.

2. Saat memilih jodoh. 

Pilih jodoh yang sholih/sholihah. Jangan tergoda dengan kriteria lain, seperti fisik atau materi. Sebab pernikahan itu seumur hidup. Bekal kesholihan lebih langgeng daripada bekal lainnya. Banyak perceraian terjadi karena lemah iman dan matere.

3. Saat memilih pekerjaan. 

Pilih pekerjaan yang berkarir panjang dan sesuai bakat. Ingat, hampir 8 jam lebih per hari kita di tempat kerja. Rugi jika tidak bahagia. Uang bukan segalanya. Yang penting bahagia di tempat kerja (job happiness). Untuk fresh graduate ada usia rawan sampai dengan usia 27 tahun untuk memilih pekerjaan. Setelah itu agak sulit mencari kerja, kecuali memutuskan untuk wirausaha atau menjadi profesional.

4. Saat memilih rumah. 

Pilih rumah yang home sweet home (baiti jannati). Cirinya, lingkungannya baik, tetangganya gaul, rumahnya asri, tidak terlalu ramai kendaraan dan dekat masjid. Rumah di lingkungan yang buruk akan menjadi ancaman tersendiri dalam pendidikan anak-anak.

5. Saat memilih komunitas (teman bergaul)

Pilih teman bergaul yang baik dan membimbing menuju taqwa. Jangan sungkan menjauhi teman-teman yang buruk dan pikirannya hanya duniawi. Ingat, temanmu adalah siapa sebenarnya kamu.

6. Saat memilih pemimpin. 

Pilih pemimpin yang sholih dan amanah. Entah itu saat pemilihan ketua RT/RW, walikota/bupati, gubernur, bahkan presiden. Jangan golput dan cuek dengan pemilihan pemimpin di tempat kita. Salah memilih pemimpin bisa sengsara selama bertahun-tahun. Dan bisa mempengaruhi kondisi ekonomi, sosial, dan iman keluarga dan diri kita pribadi.Sekali lagi, berhati-hatilah dalam mengambil keputusan pada enam momentum di atas. Pertimbangkan dengan matang. Bermusyawarahlah dengan orang-orang bijak. Dan jangan terburu-buru (emosional).

Saya melihat banyak mereka yang memiliki masalah serta kesedihan berkepanjangan disebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan pada enam momentum di atas.