Selasa, 05 Maret 2024

MADRASAH PUASA DAN PEMBINAAN JIWA

MADRASAH PUASA DAN PEMBINAAN JIWA


Oleh: Syaikh Mustafa al-Maraghi*



Hari ini kaum muslimin menyambut datangnya bulan ramadhan. Di bulan ini Allah mewajibkan puasa sebagaimana diwajibkan atas umat-umat terdahulu. 


Di bulan ini Allah mulai menurunkan al-Quran kepada Nabi Muhammad saw. Ramadan datang setiap tahun membawa berbagai kenangan terbaik dan terindah, kenangan generasi awal Islam yang dengannya Allah menyempurnakan nikmat, meridhainya sebagai agama bagi dunia, menamakannya sebagai petunjuk dan pembeda, menjadikannya sebagai tanda-tanda yang jelas, meletakkan di dalamnya dasar-dasar sistem yang tetap dan tidak berubah bagi manusia, menjadikannya sebagai timbangan amal, pilar kebenaran, undang-undang keluarga, nutrisi ruh, kelezatan akal, kesenangan jiwa, obat hati, terapi jiwa yang liar, dan tiang penegak akhlak manusia.


Di bulan ini ada dua nikmat: Nikmat al-Quran dan nikmat puasa. Nikmat ilmu, cahaya serta hidayah dan nikmat sarana untuk menerima limpahan ini. Dengan berpuasa jiwa terlatih, merasa mantap kepada kebenaran, tergerak untuk menerimanya, dan terjauhkan dari berbagai kenistaan fisik dan gejolak syahwat yang beragam seperti kebencian, kedengkian, dendam, kecenderungan untuk memuaskan nafsu makan, minum dan lainnya. Dengan berpuasa jiwa juga meningkat menuju ketinggian spiritual, siap menerima limpahan karunia Ilahi dan memahami berbagai makna, pelajaran dan nasehat yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Quran.


Puasa sebagaimana diketahui adalah menahan berbagai syahwat fisik dan bersabar menghadapi hal-hal yang tidak disukai. Karena itu puasa membantu menguatkan kemauan, membiasakan menanggung beban berat dan gangguan, dan melatih jiwa untuk tidak merasa berat dalam meninggalkan atau menyalahi kebiasaan. Ia bisa menerima makanan pagi di waktu sore dan makanan sore di waktu pagi. Juga bisa bersabar menahan haus dan lapar di siang hari. Dengan demikian ia terbiasa menghadapi berbagai benturan dan kejutan yang tidak diperkirakan.  


Puasa merupakan sarana terbesar dalam membentuk kemampuan bersabar atau berbagai kemampuan akhlak. Tidak ada yang mampu berjuang dalam kehidupan kecuali orang yang bersabar. Tidak ada yang mampu menghadapi hari-hari sulit dan tidak menentu kecuali orang yang bersabar. Tidak ada yang berhasil mencapai berbagai ilmu kecuali orang yang bersabar. Tidak ada yang mampu menemukan rahasia eksistensi dengan melakukan penelitian dan berfikir mendalam kecuali orang yang bersabar. Tidak ada yang bisa menjadi dermawan dengan harta dan jiwanya kecuali orang yang bersabar. Tidak ada yang mampu beribadah kepada Allah dengan ibadah yang sebenarnya kecuali orang yang bersabar. 


Karena itu dikatakan: Kesabaran adalah separuh keimanan. Kata sabar disebutkan di dalam al-Quran dan dipesankan lebih dari 70 kali. Berikut ini sebagian ayat al-Quran tentang kesabaran:


  ۗ اِنَّمَا  يُوَفَّى  الصّٰبِرُوْنَ  اَجْرَهُمْ  بِغَيْرِ  حِسَا بٍ


"Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10)


وَ  جَعَلْنَا  مِنْهُمْ  اَئِمَّةً  يَّهْدُوْنَ  بِاَ مْرِنَا  لَمَّا  صَبَرُوْا  ۗ وَكَا نُوْا  بِاٰ يٰتِنَا  يُوْقِنُوْنَ


"Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami." (QS. As-Sajdah: 24)


  ۗ وَتَمَّتْ  كَلِمَتُ  رَبِّكَ  الْحُسْنٰى  عَلٰى  بَنِيْۤ  اِسْرَآءِيْلَ  ۙ بِمَا  صَبَرُوْا  ۗ 


"Dan telah sempurnalah firman Tuhanmu yang baik itu (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka.." (QS. Al-A'raf: 137)


  ۗ وَاِ نْ  تَصْبِرُوْا  وَتَتَّقُوْا  فَاِ نَّ  ذٰلِكَ  مِنْ  عَزْمِ  الْاُ مُوْرِ


"Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan." (QS. Ali 'Imran: 186)


يٰۤـاَيُّهَا  الَّذِيْنَ  اٰمَنُوا  اصْبِرُوْا  وَصَا بِرُوْا  وَرَا بِطُوْا  ۗ وَا تَّقُوا  اللّٰهَ  لَعَلَّكُمْ  تُفْلِحُوْنَ


"Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung." (QS. Ali 'Imran: 200)


Di dalam puasa terdapat manfaat yang sangat besar tersebut. Disamping mengingatkan keadaan orang-orang miskin dan tidak mampu agar kita merasakan apa yang dirasakan oleh mereka yang lapar dan dahaga lalu perasaan ini mendorong kita untuk berempati dan membantu mereka.


Nabi saw menjadi orang paling dermawan di bulan Ramadan, saat bertemu Jibril setiap malam Ramadhan. Bahkan lebih dermawan dari angin yang berhembus.


Puasa juga mengingatkan nikmat. Karena terus-menerus menikmati sesuatu bisa membuat lupa akan sumber nikmat dan melupakan besarnya nikmat yang sedang dirasakan. Jika nikmat itu terputus, baru menyadari besarnya nikmat yang ada. Lapar mengingatkan nikmat makanan dan haus mengingatlan nikmat air. Mengingat nikmat saja belum bisa menggantikan kewajiban mensyukurinya tetapi harus ditindaklanjuti dengan melakukan berbagai ketaatan dan menjauhi semua larangan Allah. Allah mengisyaratkan hal ini di dalam firman-Nya:


يٰۤـاَيُّهَا  الَّذِيْنَ  اٰمَنُوْا  كُتِبَ  عَلَيْکُمُ  الصِّيَا مُ  کَمَا  كُتِبَ  عَلَى  الَّذِيْنَ  مِنْ  قَبْلِکُمْ  لَعَلَّكُمْ  تَتَّقُوْنَ 


"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al-Baqarah: 183)


Apa yang kami sebutkan di atas menjelaskan kenapa puasa menjadi salah satu rukum Islam yang lima dan Allah menambah kemuliaan puasa dengan menisbatkan kepada-Nya. Disebutkan dalam hadis mulia:


كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي


"Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu kebaikan diberi pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah 'azza wajalla berfirman; 'Kecuali puasa, karena puasa itu bagi-Ku dan Akulah yang akan memberinya pahala. Sebab, ia telah meninggalkan nafsu syahwat dan nafsu makannya karena-Ku.' (Muslim 1945)


Puasa merupakan ibadah rahasia, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Hakikat puasa tercapai bila terbebas dari riya', tidak dirusak oleh hal-hal yang biasa merusak ibadah-ibadah lainnya seperti ibadah fisik dan harta. Ibadah puasa ini murni karena Allah, tidak berlangsung dengan pemantauan makhluk. Allah-lah yang memberinya balasan dan mengetahui ukuran pahalanya dan pelipatgandaan kebaikan-kebaikannya. Karena puasa merupakan bentuk kesabaran maka pahalanya tanpa batas:


  ۗ اِنَّمَا  يُوَفَّى  الصّٰبِرُوْنَ  اَجْرَهُمْ  بِغَيْرِ  حِسَا بٍ


"Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10)


Orang yang melakukan ibadah selain puasa bisa jadi mendapat balasan dari makhluk tetapi orang yang melakukan ibadah puasa hanya mendapat balasan dari Allah. 


Diantara hak ibadah ini, agar sempurna dan diterima di sisi Allah, harus disempurnakan dengan menahan berbagai anggota badan dari melakukan berbagai dosa, dengan menundukkan pandangan, menjaga lisan dari perkataan sia-sia, kedustaan, bergunjing, adu domba, perbuatan keji, permusuhan dan perdebatan; menahan pendengaran dari hal-hal yang makruh; dan tidak berlebihan dalam mengonsumsi makanan dan minuman yang halal. Sabda Nabi saw:


مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ


"Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan keji dan berbuat keji, Allah tidak butuh orang itu meninggalkan makan dan minumnya." (Bukhari 1770)


Yakni Allah tidak menerima puasanya karena menjadi amalan jasad tanpa ruh, tidak memberikan pengaruh yang baik kepadanya sehingga dia hanya meninggalkan makanan dan minuman saja. Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minuman karena Allah ingin agar hamba-Nya bertakwa dan mendapatkan pengaruh yang baik dari ibadah-ibadah yang dilakukan. Firman Allah yang semakna dengan hal ini:


لَنْ  يَّنَا لَ  اللّٰهَ  لُحُـوْمُهَا  وَلَا  دِمَآ ؤُهَا  وَلٰـكِنْ  يَّنَا لُهُ  التَّقْوٰى  مِنْكُمْ  ۗ 


"Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu.." (QS. Al-Hajj: 37)


Takwa menjadi tujuan puasa sebagaimana firman Allah:


يٰۤـاَيُّهَا  الَّذِيْنَ  اٰمَنُوْا  كُتِبَ  عَلَيْکُمُ  الصِّيَا مُ  کَمَا  كُتِبَ  عَلَى  الَّذِيْنَ  مِنْ  قَبْلِکُمْ  لَعَلَّكُمْ  تَتَّقُوْنَ 


"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al-Baqarah: 183)


* Syaikh (Rektor) Universitas al-Azhar, Kairo, 1928 M  - 1945 M. (ars)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar